Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Sebuah helikopter tipe Bell 505 milik PT. Whitesky Aviation jatuh di Suluban, Desa Pecatu, Badung, Bali, pada Jumat, 19 Juli 2024, pukul 14.37 Wita. Pesawat dengan kode penerbangan PK-WSP itu ditumpangi lima orang termasuk pilot dan awak. Helikopter tersebut diduga terlilit benang layangan.
Korban adalah pilot helikopter, Dedi Kurnia, Oki selaku kru penerbangan, serta tiga penumpang yang merupakan wisatawan dari Bali Heli Tour masing-masing Eloira Decti Paskilah dari Indonesia, serta Russel James Harris dan Chriestope Pierre Marrot Castellat yang merupakan warga Australia.
Kabar mengenai pesawat jatuh di kawasan Suluban, Desa Pecatu, telah viral di media sosial. Belum ada informasi lebih lanjut mengenai penyebabnya namun beredar gambar mesin baling-baling pesawat yang terlilit tali layangan.
Badan Pencarian dan Pertolongan Nasional (Basarnas) mengajak publik tidak berspekulasi terkait penyebab heli jatuh di Kuta Selatan, Badung, Provinsi Bali sampai ada keterangan resmi dari pihak KNKT. "Hanya dari KNKT yang memeriksa, jadi belum bisa dikatakan benar setiap info yang beredar," kata Direktur Operasi Basarnas Edy Prakoso di Jakarta, Jumat.
Alasan Layangan Berbahaya bagi Penerbangan
Layang-layang, permainan tradisional yang identik dengan keceriaan anak-anak, ternyata menyimpan bahaya tersembunyi yang dapat mengancam keselamatan penerbangan. Terlihat sepele, benang layang-layang yang tipis dan ringan dapat berubah menjadi momok menakutkan bagi pilot dan penumpang pesawat.
Larangan bermain layang-layang yang membahayakan pesawat diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan pada Pasal 210. Pasal tersebut berbunyi setiap orang dilarang berada di daerah tertentu di bandar udara, membuat halangan, dan/atau melakukan kegiatan lain yang dapat membahayakan keselamatan dan penerbangan, kecuali memperoleh izin dari otoritas bandara.
Kemudian, yang dimaksud kegiatan lain yang dapat mengganggu keselamatan penerbangan adalah bermain layangan, menggembala ternak, menggunakan frekuensi radio, melintasi landasan, dan kegiatan yang dapat menimbulkan asap. Area bandara merupakan area posisi final pesawat untuk mendarat dan jika ada benda seperti layangan masuk ke mesin pesawat, akan berakibat fatal.
Bahaya layang-layang bagi penerbangan tidak hanya terbatas pada kerusakan mesin. Benang layang-layang yang putus dan tertinggal di udara dapat mengganggu visibilitas pilot, terutama saat mendarat dan lepas landas. Hal ini dapat berakibat fatal, seperti yang terjadi pada maskapai penerbangan di India pada tahun 2019, di mana benang layang-layang menyebabkan kerusakan pada kaca depan kokpit, memaksa pilot melakukan pendaratan darurat.
Dampak lain dari benang layang-layang adalah gangguan pada sistem navigasi dan komunikasi pesawat. Benang layang-layang yang terbuat dari logam dapat memicu korsleting pada sistem elektronik pesawat, berpotensi menyebabkan hilangnya kendali dan kecelakaan.
Layangan yang mengganggu penerbangan juga terjadi pada 23 Oktober 2020. Saat itu, peristiwa layang-layang yang tersangkut di roda pesawat menimpa armada Citilink berjenis ATR 72-600 dengan nomor penerbangan QG-1107 rute Bandara Halim Perdanakusuma menuju Yogyakarta. Layangan itu tersangkut pada roda pendaratan utama bagian kanan pesawat pada 23 Oktober pukul 16.47 WIB. Pilot menyampaikan kondisi banyaknya layang-layang yang terbang di wilayah area bandara pada saat akan melakukan pendaratan.
ANANDA RIDHO SULISTYA | FRANCISCA CHRISTY ROSANA | ANTARA
Pilihan Editor: KNKT Investigasi Jatuhnya Helikopter yang Jatuh Karena Tali Layangan
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini