Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PUING benda asing yang berada di landasan pacu bandar udara sangat membahayakan pesawat yang akan lepas landas atau mendarat. Pertimbangan itulah yang mendorong Departemen Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Indonesia (FTUI) bekerja sama dengan Pusat Penelitian dan Pengembangan Transportasi Udara Kementerian Perhubungan mengembangkan purwarupa Sistem Deteksi Foreign Object Debris (FOD). "Bahaya dari puing, meski dalam ukuran kecil, itu bisa sangat mematikan," kata Fitri Yuli Zulkifli, ketua tim peneliti dan guru besar FTUI.
Fitri memberi contoh peristiwa yang dialami pesawat supersonik Concorde pada 25 Juli 2000. Saat itu, pesawat Concorde lepas landas dari Bandara Charles de Gaulle, Prancis. Tak lama mengudara, pesawat terbakar di bagian ekor yang kemudian membuatnya jatuh dan mengakibatkan 113 awak dan penumpangnya tewas. Hasil penyelidikan mengungkap bahwa ban pesawat menabrak potongan logam di landasan. Ada potongan karet yang terbakar dan itu memicu ledakan di tangki bahan bakar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Selama ini, ucap Fitri, untuk mendeteksi adanya puing asing tersebut, personel di bandara secara rutin menginspeksi landasan pacu enam jam sekali. Semua benda atau puing sekecil apa pun di landasan harus disingkirkan. Memantau area landasan pacu bandara tanpa bantuan teknis atau alat teknologi akan membutuhkan waktu dan rentan terjadi kesalahan, terutama dalam kondisi cuaca buruk. "Untuk itu, diperlukan suatu sistem keamanan yang dapat membantu memonitor landasan pacu dari berbagai benda asing," ujarnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Purwarupa yang dikembangkan sejak pertengahan 2020 ini, Fitri melanjutkan, mampu mendeteksi obyek yang sangat kecil, seperti baut, mur, kerikil, dan benda lain, di landasan pacu. Puing itu mungkin merupakan bagian dari badan pesawat yang terlepas saat lepas landas atau mendarat. Sistem deteksi ini berupa kamera yang terhubung dengan perangkat lunak di dalam server. Perangkat itulah yang didesain untuk mengenali berbagai puing tersebut. "Dengan Internet, kita bisa mengakses server secara remote. Jadi server berada di lokasi dekat kamera, tapi bisa kita lihat di PC lain juga.”
Umiyatun Hayati Triastuti, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Perhubungan, mengatakan, menggunakan sistem deteksi ini, operator bandara dapat mengawasi FOD di landasan dengan lebih efektif dan efisien. Sebab, selama ini pengawasan dilakukan secara manual menggunakan pandangan mata dan disesuaikan dengan jadwal penerbangan. Hal ini sangat memakan waktu dan sumber daya manusia. "Dengan purwarupa ini, hasil deteksi dapat dilaporkan secara otomatis baik ke personel bandara maupun ke personel air traffic control," tuturnya.
Sistem deteksi FOD ini telah diuji coba di Bandar Udara Budiarto, Curug, Tangerang, Banten, pada 19-21 November lalu dan mampu mendeteksi FOD dengan jelas pada jarak 200 meter dari lokasi kamera. Kamera berada di ketinggian 8 meter dari permukaan tanah. "Saat ini purwarupa baru mampu mendeteksi 13 jenis obyek utama FOD, tapi akan terus dikembangkan untuk mendeteksi lebih banyak obyek," kata Fitri.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo