Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sains

Awan Radioaktif Tutupi Langit Eropa pada 2017 Diduga dari Rusia

Ilmuwan telah mendapatkan fakta bahwa awan radioaktif 2017 di Eropa terjadi karena kecelakaan nuklir melalui penelitian pola cuaca.

2 Agustus 2019 | 08.54 WIB

Reruntuhan bangunan yang hancur di Danau Karachay, akibat sebuah ledakan gudang penyimpanan sampah radioaktif fasilitas nuklir Mayak pada 1957. Ledakan tersebut berkekuatan setara 85 ton TNT yang menyebarkan zat radioaktif hingga 90 Mil. dailymail.co.uk
Perbesar
Reruntuhan bangunan yang hancur di Danau Karachay, akibat sebuah ledakan gudang penyimpanan sampah radioaktif fasilitas nuklir Mayak pada 1957. Ledakan tersebut berkekuatan setara 85 ton TNT yang menyebarkan zat radioaktif hingga 90 Mil. dailymail.co.uk

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

TEMPO.CO, Jakarta - Awan radioaktif yang menutupi Eropa pada tahun 2017 dicurigai berasal dari pembangkit nuklir asal Rusia. Para ilmuwan menganalisis lebih dari 1.300 titik data di seluruh dunia untuk menemukan sumber kebocoran radiasi yang 100 kali lebih banyak daripada bencana Fukushima 2011.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Seorang ahli radiasi dari University of Hanover, Georg Steinhauser, mengatakan dia dan tim telah mendapatkan fakta bahwa awan radioaktif terjadi karena kecelakaan nuklir melalui penelitian pola cuaca. Awan itu berasal dari wilayah Ural Selatan, tepatnya di pembangkit nuklir Mayak.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

“Kami mengukur radioaktif ruthenium-106. Hasil pengukuran menunjukkan radioaktif keluar dari pembangkit nuklir yang direprosesi sipil,” ucap Steinhauser.

Pada tahun 2017 situs pemantau radiasi BOREXINO di Italia melihat adanya peningkatan besar dalam ruthenium-106, yaitu isotop yang digunakan dalam kemoterapi untuk pengobatan tumor mata.

Jaringan pemantauan yang mencakup 22 negara di seluruh Eropa itu menemukan sejumlah kecil versi atau isotop dari unsur ruthenium-106. Kandungan radioaktif ini tidak dapat ditemukan secara alami di Bumi. 

Beberapa hari kemudian, hampir seluruh negara di Eropa melaporkan adanya efek yang sama setelah awan radioaktif itu menyebar. Bahkan juga di Asia, semenanjung Arab hingga ke Karibia.

Detektor di Rumania juga melacak awan ini ketika hendak bergerak ke barat. Meskipun detektor Rumania telah mengukur beberapa tingkat ruthenium tertinggi, tetapi bentuk awan menunjukkan bahwa uap itu tidak berasal di dalam negeri. Simulasi atmosfer menunjukkan bahwa massa udara dapat melakukan perjalanan dari Mayak ke Rumania dalam beberapa hari.

Saat itu tingkatan yang terdeteksi cukup rendah, sehingga tidak ada upaya peringatan bagi kesehatan publik, namun pemerintah tetap khawatir. Tingkatan rendah pada isotop dipercaya tidak membahayakan kesehatan manusia, menurut Kantor Perlindungan Radiasi pada saat itu. Namun distribusi isotop secara vertikal di atmosfer diserap oleh tanah.

Menanggapi hal ini pihak Rusia menyatakan bahwa awan itu tercemar akibat efek satelit yang terbakar dan hal ini merupakan kejadian meteorologi yang langka. Namun, tidak ada laporan yang menyatakan adanya satelit yang diluncurkan pada musim gugur 2017. 

“Baik pihak regulator nasional dan ahli independen internasional telah memeriksa fasilitas Mayak pada tahun 2017. Mereka tidak menemukan fakta jika isotop ruthenium-106 berasal dari fasilitas ini.  Juga tidak menemukan jejak dugaan kecelakaan, dan tidak menemukan bukti paparan staf lokal mengenai peningkatan level radioaktif,” ucap representasi dari Rosatom, perusahaan nuklir Rusia. Terakhir kali model isotop seperti ini terlihat di atmosfer secara global setelah kejadian Chernobyl pada tahun 1986.

THE SUN | SCIENCE NEWS | INDEPENDENT | CAECILIA EERSTA

 

 

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus