Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Puting beliung dengan kekuatan angin dan skala dampak yang lebih daripada biasanya menerjang Rancaekek, Kabupaten Bandung, dan daerah sekitarnya pada Rabu sore lalu. Secara total, amuk angin itu merusak banyak pabrik, rumah tinggal, dan toko di sejumlah kecamatan di Kabupaten Bandung dan Kabupaten Sumedang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Peneliti Ahli Utama di Pusat Riset Iklim dan Atmosfer Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Eddy Hermawan, fenomena itu mungkin muncul salah satunya karena adanya perubahan tata guna lahan di daerah setempat. Dia menyebutkan kalau Rancaekek dan daerah sekitarnya telah berubah cepat dari sebelumnya merupakan kawasan hijau dengan suhu udara yang relatif stabil dan sejuk.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Namun, ketika wilayah itu berubah menjadi kawasan industri membuat suhu udara menjadi tidak stabil dan cenderung panas," kata Eddy, Kamis 22 Februari 2024. Dia menambahkan, suhu udara terasa sangat panas saat siang dan menjadi sangat dingin saat malam.
Perubahan tata guna lahan juga menciptakan fenomena tekanan rendah yang mengisap uap air dari berbagai daerah di sekitar Rancaekek. Ini, kata Eddy, menciptakan kumpulan awan hujan kumulonimbus.
Kemudian, Eddy melanjutkan, embusan angin dingin dari Australia menciptakan perbedaan tekanan yang akhirnya membentuk pusaran angin. Semua itu, "Saya melihat karena perubahan tata guna lahan begitu cepat."
Tornado, antara Rancaekek dan Amerika
Namun, berbeda dari koleganya di BRIN, Erma Yulihastin yang telah menyebutnya tornado mini, Eddy menilai amuk angin dahsyat yang terjadi di Rancaekek itu masih terlalu kecil untuk disebut tornado. Cakupannya yang tak sampai 10 kilometer dianggap Eddy tak sebanding dengan yang biasa terjadi di negara lintang tinggit.
"Tornado di Amerika Serikat biasanya melibatkan tiga sampai empat kota, seperti Mississippi, California, dan New Orleans kena semua," ujarnya.
Tak hanya diameter yang kecil, faktor pembangkit angin kencang di Bandung juga disebutnya hanya bersumber dari awan kumulonimbus yang sedikit dan sempit. Di Amerika Serikat, lagi-lagi dia membandingkan, keberadaan awan kumulonimbus besar dan luas berasal dari awan-awan yang ada di atas lautan masuk ke daratan.
"Sedangkan di Rancaekek tidak, karena berada di tengah Pulau Jawa," kata Eddy.
Pilihan Editor: Guru Honorer Garut Demo, Cemaskan Nasib Pasca-UU ASN