Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Tim peneliti Banana Group dari Institut Teknologi Bandung (ITB) merintis Banana Smart Village sejak 2018. Programnya sejauh ini dinyatakan terus berkembang di Desa Bukti, Bali, hingga tengah disiapkan aplikasi khusus untuk transaksi pisang. Sementara di desa lain di Bali, konsepnya diaku mengalami kegagalan karena beberapa masalah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Anggota tim penelitinya, Ketut Wikantika, menuturkan, lokasi pertama rintisan Banana Smart Village yaitu di Desa Anturan dekat Pantai Lovina, kemudian Desa Pancasari di pusat pariwisata Bedugul. Namun karena tidak ada sumber daya manusia yang mumpuni, program di kedua tempat itu dihentikan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Selain itu ada masalah lain terkait status lahan yang tidak jelas dan pemilihan bibit pisang yang kurang tepat atau bukan bibit hasil kultur jaringan. “Akhirnya muncul penyakit pisang yang menambah masalah dalam melanjutkan program ini lebih jauh lagi,” kata Wikantika, Kamis 1 Desember 2022.
Dari pengalaman setelah rintisan berjalan empat tahun, menurutnya, ada tiga syarat utama pengembangan Banana Smart Village. Ketiganya yaitu status lahan yang jelas, bibit pisang hasil kultur jaringan, dan ada pekerja yang bersedia setiap hari untuk merawat pertumbuhan pisang.
Program pengabdian masyarakat yang melibatkan peneliti dari berbagai disiplin ilmu di ITB bersama perguruan tinggi lain ini ingin memaksimalkan hasil buah pisang hingga proses pasca-panen dan pengolahan limbahnya dengan sentuhan teknologi modern di pedesaan. Beberapa riset pendukungnya seperti penginderaan jarak jauh dan memperbanyak bibit unggul pisang dengan teknologi kultur jaringan.
Jenis yang dibudidayakan yaitu pisang kepok, cavendish, barangan, dan pisang tongkat langit yang merupakan salah satu pisang eksotis di Indonesia. Kemudian untuk pengolahan pasca panen pisang, tim menerapkan teknologi nano partikel di dalam kotak penyimpanan untuk menunda pematangan buah.
Peneliti pisang dari ITB, Fenny Dwivany, menambahkan harapan dari program penelitian gabungan ini mampu meningkatkan perekonomian desa dan membuat warganya sejahtera. "Muncul ketahanan pangan, sekaligus untuk konservasi tanaman pisang lokal," katanya.
Program sejauh ini dinilai menuai kesuksesan di Desa Bukti, Buleleng, yang meraih penghargaan dalam Program Kampung Iklim atau Proklim Lestari Tingkat Nasional peringkat pertama dari Kementerian Lingkungan Hidup pada 2020. Tim juga melibatkan aparat kewilayahan dan pemerintah daerah serta Kementerian Pertanian dengan kegiatan penanaman ratusan bibit pohon pisang.
Setelah panen perdana pada medio 2020 di lahan seluas 2,2 hektare, pelatihan masih berlanjut seperti pengolahan pelepah pohon pisang sebagai kertas pelapis kotak penyimpanan pisang juga bahan kerajinan. Selain itu tim tengah menyiapkan aplikasi digital bernama Antar-antar Pisang. Aplikasi itu mempermudah transaksi kelompok petani pisang dengan konsumen.
Sistemnya dirancang untuk pemesanan atau pre-order guna meminimalkan risiko produk terbuang. Konsumen pun diharapkan bisa mendapat produk pisang yang segar dari hasil panen. Pesanan kemudian diantarkan ke alamat pelanggan.