Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

Berburu Bakteri Pengunyah Minyak

Peneliti Indonesia menemukan bakteri yang bisa mengurai limbah minyak. Paling aman dan murah.

16 Januari 2012 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MASIH teringat di benak Untung Wijayanto, 51 tahun, saat dia mencari ikan bersama bapaknya, yang bekerja sebagai nelayan, di Sungai Donan pada 1970-an. Saat itu sedang berembus angin timur, yang membuat ombak bergerak cukup tinggi sehingga para nelayan tak bisa pergi lebih jauh ke tengah Laut Selatan.

Ini membuat mereka hanya berani menyusuri muara sungai itu dan wilayah sekitar Laguna Segara Anakan, yang terletak di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah. Laguna ini menjadi muara dari beberapa sungai, seperti Sungai Donan dan Sungai Citanduy. Luasnya sekarang tinggal sekitar 700 hektare dari sekitar 6.400 hektare pada 1930. Hutan bakau yang tumbuh di kawasan ini juga menyusut sekarang, tinggal sekitar 8.000 hektare dari sekitar 15 ribu hektare pada 30 tahun yang lalu.

Menurut Untung, pada waktu itu seorang nelayan bisa panen ikan tangkapan 5-7 kuintal per hari meski hanya mencari menggunakan perahu. Ikan yang ditangkap seperti ikan blamah, yang berwarna putih kekuningan, dan ikan kakap putih. Namun sejak dibangunnya kilang Pertamina Cilacap, yang diikuti dengan berkembangnya berbagai industri lain, seperti semen, ikan semakin sulit ditangkap.

"Sekarang ikan nyaris tak ada lagi," kata Untung, yang saat ini mengetuai Koperasi Unit Desa Mina Saroyo di Cilacap. Warga Purwokerto Selatan ini menduga kotornya air akibat gelontoran berbagai limbah dari industri di sepanjang sungai membunuh banyak ikan dan benihnya.

Jika ikan itu beradaptasi, mengkonsumsi dagingnya bisa membuat racunnya berpindah dan mengendap di tubuh manusia. Ini bisa memunculkan berbagai penyakit, seperti kanker. Limbah juga membuat hutan bakau semakin sulit tumbuh, selain oleh ulah manusia yang mencabutinya untuk berbagai keperluan, seperti buat kayu bakar.

Di area yang sarat limbah inilah Dr Agung Dhamar Syakti melakukan riset untuk mencari bakteri yang memiliki daya tahan terhadap limbah minyak dan bahkan mampu mengurainya. Pengajar Program Sarjana Perikanan dan Kelautan Fakultas Sains dan Teknik Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto, ini melihat area laguna itu istimewa karena merupakan kawasan hutan bakau terbesar di Tanah Air. Area ini memiliki dampak yang besar terhadap kelangsungan ekologi, ekonomi, dan sosial-budaya bagi masyarakat sekitar.

Untuk menangani pencemaran limbah minyak yang selama ini terjadi, pemerintah dan kalangan industri masih cenderung menggunakan metode konvensional, yaitu menggunakan senyawa kimia dan fisika, yang terbilang mahal. Itu sebabnya, Agung mencoba mengembangkan metode alternatif yang disebut bioremediasi, yaitu pengolahan limbah minyak menggunakan bakteri unggul. Layaknya ajang pencarian bakat, bakteri ini harus memiliki kemampuan tertentu, seperti mampu hidup dan berkembang di lingkungan yang sarat dengan senyawa beracun yang berasal dari minyak bumi.

Belum cukup, bakteri itu juga harus mampu mengurai senyawa beracun tersebut, yang bisa mengakibatkan kanker (carcinogenic) hingga terjadinya mutasi genetik. Senyawa itu seperti phenanthrene, dibenzothiophene, fluorene, fluoranthene, dan pyrenne. Untuk melakukan proses ini, Agung dan tim memperoleh bantuan dana riset US$ 12 ribu atau sekitar Rp 100 juta dari International Foundation for Sciences, sebuah lembaga pendanaan riset dari Swedia.

Riset ini juga melibatkan Universitas Jenderal Soedirman, Pusat Kajian Sumber Daya Pesisir dan Lautan Institut Pertanian Bogor, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, dan Universitas Aix Marseille dari Prancis. Tahun ini, lewat Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, pemerintah mengucurkan dana penelitian sekitar Rp 200 juta per tahun selama tiga tahun ke depan.

Agar mendapatkan bakteri yang diinginkannya, Agung dan tim melakukan beberapa tahap penelitian. Tahap pertama, dia mengidentifikasi tingkat pencemaran di area laguna. Ada dua sasaran, yaitu mencari pencemar organik yang memiliki tingkat polusi tinggi, seperti poliaromatik hidrokarbon, poly chlorinated byphenyl, dan pestisida organoklor. Pencemar kedua adalah senyawa yang mencemari lingkungan tapi belum masuk regulasi standar baku mutu, seperti obat-obatan (paracetamol, dichlofenac, carbamazepine) serta produk metabolit dan detergen.

Pada tahap selanjutnya, Agung mengambil sampel sedimen dari dasar Sungai Donan, Citanduy, dan Cibeureum untuk mencari bakteri berbakat itu. Anggota tim, Nuning Vita, MSi, berkeliling dengan perahu untuk mengambil sampel di sepanjang sungai dan segara. "Saya sempat bermalam di rumah penduduk jadinya," kata dia. Ini dilakukan menggunakan alat yang dinamai Eckman grab, yaitu pipa sepanjang sekitar 50 sentimeter dan berdiameter 15 sentimeter.

Untuk memudahkan pekerjaan pengambilan sampel, tim membuka base camp di sekitar lokasi. Air bercampur sedimen lalu dianalisis melewati proses sublimasi untuk mencari bakteri yang memiliki ketahanan terhadap senyawa minyak berbahaya tersebut. Dari proses ini, para peneliti menemukan enam strain bakteri, yang setelah diteliti menggunakan pendekatan biologi molekuler, memiliki kemiripan bentuk satu dengan lainnya hingga 98 persen. Mereka adalah Bacillus aquimaris, Bacillus megaterium, Bacillus pumilis, Flexibactereae bacterium, Halobacilus trueperi, dan Rhodobacteraceae bacterium. Ukurannya 0,5-2,5 mikron berbentuk batang.

Dari pengujian di laboratorium, Agung menemukan keenam bakteri ini mampu mengolah limbah minyak hingga 90 persen selama rentang waktu 28-56 hari. "Hanya, kondisinya kami setting secara maksimal agar bakteri bisa berkembang secara optimal," kata Agung.

Untuk mengurai 1 kilogram limbah padat yang mengandung 100-150 gram hidrokarbon (senyawa minyak), seratus juta bakteri perlu waktu hingga delapan bulan. Hasil penguraian yang sempurna akan membuat limbah minyak ini menjadi senyawa yang jauh lebih ramah lingkungan, seperti karbon dioksida (CO2) dan air (H2O).

Menurut Dr Endang Hilmi, anggota tim, cara efektif untuk mengolah limbah mengandung minyak ini adalah dengan mencampurkan bakteri itu ke dalam bak penampungan. "Kalau bakterinya disebar di sungai atau segara, malah tidak optimal hasilnya," kata dia.

Agar mendapatkan hasil maksimal, Agung menambahkan, perlu kombinasi teknik yang disebut multiprocess remediation, seperti biosimulation, yaitu pemberian nutrisi optimal kepada bakteri; bioaugmentation, yakni penambahan mikroba berkemampuan serupa; serta engineering design, yaitu menggunakan sinar matahari, angin, dan hujan untuk mendukung pertumbuhan bakteri.

Agung mengatakan dia telah menawarkan pengembangan teknik bioremediasi ini kepada Pertamina Balongan, Babelan, hingga Cilacap. "Namun belum mencapai kesepakatan mengenai teknis dan biayanya," kata dia. Saat ditanyakan soal ini, juru bicara Pertamina Cilacap, Ruseno, mengaku belum tahu adanya ajakan kerja sama itu. Ruseno berkukuh bahwa pengolahan limbah Pertamina Cilacap telah berjalan mengikuti standar mutu yang berlaku. "Namun, jika kami ditawari temuan dari penelitian ini, tentu kami sambut dengan tangan terbuka."

Penelitian Agung dan kawan-kawan diperkirakan selesai tahun depan. Jika lancar, kata Nuning Vita, strain bakteri yang ditemukan bisa diproduksi massal dalam bentuk cairan atau bubuk. "Penguraian limbah minyak dengan bakteri termasuk yang paling aman dan murah," katanya.

Budi Riza, Aris Andrianto


Enam strain bakteri pengurai limbah minyak

  • Bacillus aquimaris
  • Bacillus megaterium
  • Bacillus pumilis
  • Flexibactereae bacterium
  • Halobacilus trueperi
  • Rhodobacteraceae bacterium
  • Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    Image of Tempo
    Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
    • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
    • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
    • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
    • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
    • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
    Lihat Benefit Lainnya

    Image of Tempo

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    >
    Logo Tempo
    Unduh aplikasi Tempo
    download tempo from appstoredownload tempo from playstore
    Ikuti Media Sosial Kami
    © 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
    Beranda Harian Mingguan Tempo Plus