KABAR gembira untuk para petani jeruk: sebelum akhir tahun ini, insya Allah, Subbalai Penelitian Tananam Pagan Hortikultura, Malang, Jawa Timur, sudah menggunakan bibit baru kebal CVPD. "Yang melakukan penelitian 100% bangsa sendiri," tutur Kasiadi, 50, kepala subbalai itu, yang langsung mengetuai tim peneliti. Rupanya, sudah sejak tiga tahun silam subbalai ini diperintahkan Direktorat Bina Produksi Departemen Pertanian melakukan pembibitan jeruk tahan CVPD. Anggaran proyeknya tidak kepalang tanggung: Rp 100 juta. "Kami pun mulailah melakukan studi kepustakaan dari Spanyol," ujar Titik Purbiati, yang bersama Rahayu dan Chamad menJadl anggota tim Kasiadi. Mengapa Spanyol ? "Negeri itulah yang herhasil melenyankan penyakit jeruk," jawab Titik. Cara yang ditempuh adalah pembibitan dengan teknologi micrografting (penyambungan dengan mikroskop). Apa lacur, beberapa percobaan kandas di tengah jalan. Tidak berputus asa, Departemen Pertanian mengundang dua ahli micrografting dari Spanyol. Mereka, Dr. Navarro dan Dr. Aubert, membutuhkan seminggu untuk memandu tim Kasiadi. "Barulah ketahuan, kami memang melakukan beberapa kekeliruan," kata Titik. Ternyata, teknologi ini tidak semudah yang dibayangkan sebelumnya. Ada lima macam jeruk keprok yang dipakai: Bali, Punten, Tejakula, Siam, dan Madura. Dengan pertolongan mikroskop, batang bawah biji jeruk itu "ditanam" dalam tabung berdiameter 2,5 cm dan panjang 15 cm. Tabung ini berisi larutan Murashige - Shoof (MS), dengan unsur-unsur N (nitrogen), S (sulfur), H (halogen), P (fosfor) Bo (boron) Mo (molibdenum), dan Na (natrium) Fe (ferum), EDTA (asam etilena diamina tetraasetat). Dua pekan tabung disimpan dalam kotak bebas cahaya. Sementara itu, dari tananam jeruk biasa diambil tunas pucuk (shoot tip) yang tidak mengandung patogen (penyakit). Tunas pucuk itu harus benJkuran 0,14 milimikron. "Kesalahan kami dulu, antara lain, tidak memperhatikan ukuran ini," Titik menambahkan. Proses penyambungan dilakukan di meja laminar flow, alat elektronis steril, di dalam laboratorium yang juga steril. "Rata-rata, setiap hari bisa dilakukan 10 sampai 20 penyambungan," ujar Kasiadi. Tunas pucuk diiris, lalu ditempelkan pada batang bawah tadi. Semuanya dilakukan di bawah mikroskop karena kedua calon bibit itu tidak bisa dilihat dengan mata telanjang. Setelah tersambung, calon bibit dipindahkan ke tabung lain berisi cairan. Tabung ini diletakkan di dalam kotak yang disinari lampu, selama empat minggu. Setelah itu, barulah calon bibit ditanam di areal kebun percobaan, yang ditutup rapat dengan kawat kasa. Kini, 400 bibit sudah menghijau, berdaun, dan tingginya belasan sentimeter. Subbalai penelitian itu tidak terburu-buru menyebar bibit ini ke areal perkebunan. Untuk meyakinkan diri, mereka sedang memesan alat indexing dari Amerika Serikat, yang akan dibawa oleh tiga tenaga ahli yang kini sedang mempelajari cara kerja alat itu di sana. Alat inilah yang nanti memilih prototip bibit yang betul-betul kebal CVPD, sehingga layak dikembangkan. "Sebab, siapa tahu, timbul pula penyakit baru lagi?" kata Kasiadi kepada wartawan TEMPO, M. Baharun. Menurut pengalaman Spanyol, cara ini memang termasuk sangat ampuh. Perendaman batang bawah bibit pada larutan MS, dan penyambungannya dengan tunas pucuk yang tumbuh lebih cepat dari laju virus CVPD, menyebabkan bibit baru itu tidak terjangkau oleh penyakit bandel ini. CVPD (citrus vein phloem degeneration) menggasak 80% dari 48 juta tanaman jeruk di seluruh Indonesia setiap tahun. Di Jawa Timur saja, virus ini merusakkan 60% dari 2,3 juta tanaman jeruk. Sekitar 80% dari 2,3 juta itu berada di kawasan Kabupaten Malang, tempat percobaan micrografting ini dilakukan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini