KERUSAKAN mata akibat kekurangan vitamin A, khususnya pada anak-anak terhitung cukup besar di Indonesia. Diperkirakan meliputi 7 juta orang. Karena itu, sekitar empat setengah tahun lalu, muncul ikhtiar - dari pemerintah dan Unicef untuk meningkatkan konsumsi vitamin A dengan jalan menitipkannya pada makanan yang banyak disantap masyarakat. Tiga jenis bahan makanan ketika itu muncul sebagai kemungkinan: gula, vetsin, dan gandum. Yang kemudian disimpulkan terbaik adalah vetsin. Namun, vetsin atau monosodium glutamat oleh banyak peneliti dinilai berbahaya. Di Amerika Serikat, ketakutan pada vetsin ini bahkan mewabah yang dikenal sebagai Chinese Restaurant Syndrome. Akan tetapi, Desember 1983, sebuah simposium internasional tentang monosodium glutamat (MSG) di Bangkok memastikan bahwa Sindrom Warung Cina ternyata tidak benar. Berbagai penelitian menunjukkan mereka yang terserang penyakit ini lebih banyak diakibatkan sugesti (TEMPO, 27 Oktober 1984). Toh, vetsin masih sulit disimpulkan akibatnya: berbahaya atau tidak. Karena itu, ketika dua pekan lalu terdengar Bagian Penelitian dan Pengembangan Depkes mencobakan pemberian vitamin A, dengan memilih vetsin sebagai makanan perantaranya, banyak ahli terkejut. Yang mengkhawatirkan, bila percobaan ini berhasil, penyebaran vetsin dengan sendirinya akan semakin meluas. Khususnya di kalangan anak-anak karena pemberian vitamin A untuk mencegah kebutaan memang diutamakan pada anak-anak balita (di bawah lima tahun). Seorang farmakolog yang tak mau disebutkan namanya menilai, pemilihan vetsin sebagai media pemberian vitamin A tidak bijaksana, apa pun hasil yang didapat dari percobaan Depkes itu. Pertimbangannya, sekalipun vetsin tidak dilarang karena Sindrom Warung Cina tidak terbukti, tak bisa disimpulkan bahwa MSG tidak berbahaya. Khususnya, bagi anak-anak. Yang agaknya perlu mendapat perhatian, percobaan Depkes itu sudah mendekati kesimpulan. Penelitian yang dilakukan Litbang Depkes, Bogor, di Desa Cigombong, Kecamatan Caringin, Kabupaten Bogor, akan selesai Juli mendatang. Percobaan yang dipimpin Dr. Muhillah, dari Puslitbang Gizi Bogor itu, sudah berlangsung hampir setahun. Depkes memang mengesampingkan akibat vetsin. "Sejauh saya tahu, tak satu negara pun yang melarang vetsin untuk dikonsumsi," ujar Prof. Dr. A.A. Loedin, kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Depkes. Loedin mengambil contoh, di Jepang, tempat MSG dikonsumsi sekitar 15 kali lebih banyak daripada Indonesia, tak pernah terdengar akibat apa-apa. "Malah orang Jepang pinter-pinter'kan?" katanya. Dari sisi klinis, akibat MSG memang sulit dilacak. "Hanya pada mereka yang sensitif," ujar dr. Sardjono Oerip Santoso, kepala Bagian Farmakologi FK UI. Gejalanya, menurut Oerip, pusing, lemas, dan konsentrasi pikiran mudah belok. Dasarnya, karena kadar kalium, yang menyalurkan makanan ke otak, menurun dalam tubuh. Namun, menurut Oerip, hubungan antara MSG dan turunnya kadar kalium tak tampak jelas di klinik. Pasalnya, MSG bisa dimetabolisasikan dalam tubuh. Senyawa ini mulamula dipecah menjadi amonia dan karbon dioksida (CO2). Menurut Oerip, amonia bisa disaring dan dibuang melalui ginjal, sedang CO2 dibuang melalui paru-paru. Dr. Walujo S. Soerjodibroto, koordinator Riset Gizi FK UI, membenarkan bahwa tubuh bisa memetabolisasikan MSG, hingga hipokalemi (kekurangan kalium) tidak otomatis terjadi. Akan tetapi, menurut doktor di bidang gizi itu, hipokalemi terjadi karena MSG sering dikonsumsi bersama makanan olahan, misalnya bakmi. Makanan olahan, seperti Juga kue dan roti, yang umumnya mengandung banyak tepung - menurut Walujo, terhitung "miskin mineral". Inilah yang mula-mula menurunkan kadar kalium dalam tubuh. Sementara itu, MSG dalam tubuh meningkatkan kadar sodium dan natrium (Na). "Natrium dan kalium dalam tubuh bersifat seteru," ujar Waluio. Dan, natrium inilah yang mendesak kahum - yang pada dasarnya sudah kurang - hingga sampai ke tingkat hipokalemi. Ketika ditanya apa akibat terburuk dari hipokalemi, Walujo menjawab: lumpuh. Di sisi lain, Walujo menjelaskan, monosodium glutamat adalah sejenis asam amino senyawa yang sangat penting perannya pada tubuh. Karena itu, kelebihan MSG akan merusakkan keseimbangan asam-asam amino pada tubuh. Dalam jumlah besar, glutamat akan berubah menjadi GABA (Gamma amino Buteryc-acid). Senyawa ini berfungsi di otak mengontrol depresi dan supresi. Caranya, memblokir perambatan nerotransmiter pada jaringan saraf bila seseorang terkena depresi - ini semacam pertahanan tubuh. Menurut Walujo, inilah sebabnya mengapa MSG menimbulkan kantuk dan lemas. Sekilas, tidak bahaya. Namun, menurut Walujo, pada anak-anak, kelebihan GABA berakibat fatal. "Pembelahan sel-sel otak akan terhambat," katanya. Pertumbuhan otak memang terjadi pada masa 0-3 tahun dan 3-5 tahun. Jim Supangkat Laporan Putut Tri Husodo (Jakarta)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini