TAHUN 1916, gandum ditanam di Pengalengan (Jawa Barat).
Administratur Belanda mencoba menanamnya seluas 150 ha, sebagai
persediaan bahan makanan bagi tentara Kerajaan Belanda
menghadapi Perang Dunia I. Varietas yang ditanam di situ
kemudian dikenal dengan sebutan "Gandum Pengalengan ".
Sebenarnya jauh sebelum itu dari India pernah didatangkan bibit
gandum (1870), dan ditanam di beberapa daerah pegunungan.
Sedikitnya enam ribu jenis gandum pernah dicoba ditanam di sini.
Tapi sekarang? "Cobalah saudara berburu gandum di
Pengalengan, misalnya Semua itu kini hanya tinggal sejarah,"
ujar Dr. Tohar Danakusuma, Kepala Kelompok Pemuliaan pada Balai
Penelitian Tanaman Pangan di Sukarnandi. Dia mengkoordinasi
penelitian gandum seluruh Indonesia.
Dari India
Kini pemerintah bermaksud membudidayakan gandum agar bisa
swasembada.
Menjadi persoalan ialah apakah gandum bisa ditanam pada dataran
yang lebih rendah. "Inilah tantangan bagi para peneliti," kata
Menteri Pertanian Soedarsono Hadisapoetro di Semarang ketika
membuka rapat kerja Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
pekan silam.
Demi penelitian itu Presiden Soeharto, sepulang melawat dari,
India dan Pakistan tahun lalu, membawa enam kuintal benih
gandum. Semua itu berupa 11 varietas dari Pakistan dan 15
vatietas dari India. Sebagian benih itu ditanam (27 Mei) di tiga
lokasi penelitian di Jawa Barat dengan perbedaan ketinggian yang
nyata untuk menguji toleransinya terhadap temperatur. Yaitu di
dataran tinggi Lembang (1.200 m)! dataran medium Kuningan (500
m), dan di dataran rendah Sukamandi (Cikampek yang hanya 15 m
dari permukaan laut.
Para peneliti telah sekali memanen percobaannya. Hasilnya?
Ternyata masa tanam di tiga lokasi itu tidak banyak bervariasi,
yaitu sekitar 100 hari. "Benih dari India dan Pakistan itu tidak
sensitif pada panjangnya hari," kata Tohar Danakusuma.
Bijinya juga ternyata tak perlu didinginkan lebih dulu sebelum
ditanam. "Tak perlu mengalami salju yang menutupi biji, seperti
terjadi di sana," kata Ismu Sukanto Suwelo, peneliti gandum dari
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian di Bogor.
Selain itu, gandum biasanya mendapatkan perlakuan sinar matahari
yang "istimewa". "Di musim dingin (wnter) dengan malam yang
panjang, di musim panas (Summer) dengan siang yang panjang,"
kata Ismu. Tapi di negeri ini, matahari umumnya bersinar 12 jam,
dan ternyata ada varietas yang bisa tumbuh.
Dari sekali panen itu, seperti diceritakan Tohar Danakusuma,
memang terdapat varietas yang agak toleran terhadap temperatur.
"Seberapa jauh toleransinya, perlu diteliti lagi," katanya.
Penanaman di Sukamandi, misalnya, hasilnya sangat rendah. Paling
tinggi hanya 0,5 ton/ha. Dari sudut produksi, jelas tidak
berhasil. "Tapi berhasil dari sudut penelitian," katanya lagi.
Mengapa? Banyak tanaman pendatang, jangankan berbiji, berbunga
pun ia enggan jika memang tak cocok di daerah yang baru.
Sukamandi betul-betul memenuhi syarat tropis. Jika biji
menghasilkan biji kembali, menurut peneliti, saru siklus lengkap
telah terjadi. Itu artinya, potensial bisa ditanam kembali.
Penanaman di Kuningan bisa mencapai 1,5 ton/ha. Tapi penelitian
di situbanyak diganggu oleh hama burung. Di Lembang, dari 26
varietas yang dicoba, tiga varietas menghasilkan di atas 3 ton/
ha. Satu varietas dari Pakistan tinggi tanaman 78,6 cm, berat
1000 butir 36,8 gram -- menghasilkan terbanyak yaitu 3.428
ton/ha. Dua varietas lainnya dari India. Yaitu tinggi tanaman
91,5 cm, berat 1000 butir 41 gram, dengan hasil 3,370 ton/ha.
Sedang satu lagi lebih pende. 74,2 cm, berat 1000 butir 34,6
gram, dengan hasil 3,020 ton/ha.
Ketiga varietas itulah yang memberi harapan, kendati produksinya
masih sangat rendah. Sebagai perbandingan, pernah Prancis (1972)
menghasilkan 44,1 ton/ha, tertinggi di dunia. Pada tahun yang
sama, produksi gandum Amerika Serikat 22 ton/ha, sedang India
mencapai 24,7 ton --atau delapan kali lebih banyak dari hasil
varietas yang dicoba di Lembang.
Rempeyek, Roti, Bakmi
Ada masalah penyakit. "Di Jawa Barat dan Sumatera, musim kemarau
tak bisa lepas dari hujan, sehingga gandum mudah diserang
penyakit," kata Ismu. "Gandum lebih baik ditanam ke sebelah
timur."
Ada juga penyakit yang sulit diberantas dan berbahaya bagi
manusia. Scab, penyakit itu, berasal dari cendawan Fusanum Spp,
yang menyerang malai dan biji gandum seraya meninggalkan
kandungan racun. Bahkan babi tidak tahan terhadap racun itu.
Dalam perdagangan dunia, ada pembatasan berapa kandungan biji
mengandung kudis scab ini yang boleh diperdagangkan. Yaitu hanya
5%.
Alhasil para peneliti masih mencari hasil persiiangan
antarjenis, untuk memperoleh varietas yang lebih tahan untuk
daerah tropis. "Masih memerlukan banyak penelitian," kata Ismu.
Padahal gandum, yang sefamili dengan padi dan jagung, merupakan
tanaman pangan yang tertua. Penanamannya telah diusahakan
manusia sejak zaman Neolitik dan mendorong orang bertempat
tinggal menetap.
Kini, secara global gandum menjadi komoditi yang strategis.
Hampir 43 negara di dunia menjadikan gandum sebagai makarnan
pokok, meliputi hampir 35% penduduk dunia. Orang Indonesia
sendiri, makin kencang juga melahap penganan dari gandum ini. Ia
muncul dalam berbagai bentuk penganan seperti rempeyek,
roti,bakmi, mihun, martabak bahkan hamburger di kota besar.
Konsumsi tepung terigu di Indonesia-dengan subsidi
pemerintah--cenderung menggelembung. Impor biji gandum yang
hanya 120 ribu ton dalam tahun 1972 menjadi 1,1 juta ton pada
1977. Bahkan Bulog memperkirakan impor ini akan mencapai 4,2
juta ton pada tahun 2000.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini