Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Wartawan Pariaman Yang Lincah

Beberapa pelajar menjadi reporter surat kabar di Padang. Mereka menulis berita sambil sekolah. Honornya lumayan dan menolak duit pejabat.

5 Desember 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SUATU kali Kasad, Jenderal Poniman mengunjungi Desa Tiram, Kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat. Seperti biasanya, begitu turun dari mobil ia disambut para pejabat setempat dan jepretan para wartawan. Namun kali ini petugas kaget. Seorang anak kecil menyelonong dan ikut membidikkan lensanya. Walaupun dilarang, anak itu membandel. Hampir saja anak itu dipukul petugas, kalau seseorang tidak berteriak: "Hai, dia wartawan, pak. Anak kecil itu, Abrar Chairul Ikhirma, pelajar SMP kelas II di Pariaman, memang mewakili Harian Singgalang, Padang. Ia salah seorang pelajar yang tertarik memenuhi panggilan rnenjadi wartawan setelah media cetak Padang melaksanakan program Koran Masuk Desa. Semula hasratnya itu disalurkannya melalui rubrik cerita anak-anak, cerpen remaja dan artikel ringan di koran itu. Kesempatan bagi Abrar Chairul Ikhirma -- memakai nama Arkhidisinggalang--semakin besar setelah koran itu membuka edisi desa untuk peredaran di Kabupaten Padang Pariaman sekali seminggu, sejak awal 1980. Ia rajin menulis berbagai berita singkat. Singgalang membuka kantor perwakilan di kabupaten itu enam bulan lalu. Marzie Thamrin, wartawan harian itu di Pariaman, semula mengajak Arkhi belajar menulis dan mencari berita. Nama Arkhi sudah sering terpampang di harian itu. Dan dia mondar-mandir dengan menyandang kamera tua merek Seagull dan tas sekolah memasuki berbagai desa. Belakangan ini setiap bulan tata-rata ia membuat 20 berita. Ia menerima honor rata-rata Rp 20.000 sebulan. "Kadang-kadang bisa kurang, sebab sekolah saya utamakan," katanya. Pelajaran sekolah Arkhi memang beum terganggu oleh kegiatan barunya itu. Ia mencari berita pagi hari bila sekolah sore, begitu pula sebaliknya. Siang hari, anak itu menyempatkan diri pulang ke rumahnya di Sungai Rotan, 3 km dari Pariaman untuk memberi makan ayam atau sapi ternaknya. Tampaknya ia pandai membagi waktu kegiatan sehari-hari. Selain Arkhi, dua pelajar SMA Pariaman, M. Rusmin dan Irwansyah, memperkuat perwakilan Singgalang. Rusmin mengkhususkan diri pada berita olahraga dan Irwansyah pada berita kriminal. Keduanya mengaku belajar banyak dari Arkhi walau lebih tua. "Mental saya masih lemah bila berhadapan dengan pejabat," kata Irwansyah. Haluan, koran Padang lainnya, juga membuka kantor perwakilan di Pariaman. Bahkan koran ini mengkoordinasi beberapa remaja yang dibinanya di pospos berita yang ditentukan seperti pengadilan, kantor bupati dan kantor polisi. Di antaranya Gus Khairul alias Guska kakak Arkhi. Guska sudah memantapkan hatinya menjadi wartawan kelak. Pelajar SMA Pariaman ini belajar membuat berita dari membaca surat kabar saja. Sekarang setiap hari ia bersama beberapa temannya menghasilkan berita untuk Halzan. Berita yang dihasilkan para remaja itu, menurut Redaktur M. Yoesfik Helmy dari Singgalang, sudah lumayan. Tetapi "kira harus berlapang dada mengolah kembali berita itu," ujarnya. Yoesfik merencanakan pendidikan khusus untuk mereka. Makin Pintar Para pejabat daerah Pariaman, yang sering menjadi sumber berita anak-anak itu, tidak keberatan. "Saya senang karena mereka menulis apa adanya," kata Camat Datuk Indomo. Wartawan senior kata camat ini, malah sering menulis keliru atau minta duit. "Sebaliknya mereka (yang remaja itu) masih murni. Malah ketika saya beri uang untuk beli film, mereka tolak." Mungkin yang harap-harap cemas adalah orang tua para wartawan cilik itu. Chairul Munir, ayah Arkhi dan Guska, mencemaskan pelajaran sekolah keduanya terganggu. "Apa pun yang hendak kalian lakukan, sekolah mesti diutamakan," kata Chairul Munir, anggota DPRD Padang/Pariaman dan bekas wartawan, pada anak-anaknya. Justru karena menjadi reporter sambilan Arkhi makin pintar di kelas. Keterangan guru bisa cepat ditangkapnya. Dari pengalamannya mencari berita ia sudah terbiasa menyimpulkan pembicaraan orang. Reporter cilik itu berani tampil ke depan. Ketika Gubernur Awar Anas tiba di Pariaman dengan helikopter, misalnya, Arkhi mengejarnya. "Pak, tunggu sebentar. Saya ingin memotret bapak," katanya. Sang gubernur tertawa. Jepret. Tak semua pejabat ketawa karenanya. Pernah pejabat kantor penerangan setempat merasa tersinggung akibat pemberitaan Arkhi tentang pesawat tv umum di desa yang tak berfungsi. Pejabat itu menulis surat pada Arkhi. "Tugas wartawan memberitakan," demikian reaksi sang reporter, "dan berita itu betul."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus