Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Pesawat Udara Nir Awak Medium Altitude Long Endurance atau PUNA MALE Elang Hitam dikembangkan oleh PT Dirgantara Indonesia dan konsorsium sejak 2015.
Elang Hitam dijadwalkan terbang perdana pada Maret 2022, tapi batal.
PT Dirgantara Indonesia mengatakan pengembangan PUNA MALE Elang Hitam masih berlanjut.
PENGEMBANGAN Pesawat Udara Nir Awak Medium Altitude Long Endurance atau PUNA MALE Elang Hitam bermula pada 2015 dan melibatkan konsorsium besar pada 2017. Progresnya sudah sampai tahap pengujian di darat pada akhir 2021. Dengan kemampuan durasi terbang selama 24 jam dan jangkauan terbang hingga 250 kilometer, sejatinya inilah bakal drone tercanggih yang bisa diproduksi Indonesia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Konsorsium besar di balik Elang Hitam adalah Kementerian Pertahanan, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara, PT Dirgantara Indonesia (PTDI), Institut Teknologi Bandung, PT Len Industri, dan yang belakangan bergabung Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional. Tak mengherankan kalau EH1, kode untuk Elang Hitam, masuk daftar prioritas riset nasional 2020-2024 sebagai drone militer alias kombatan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pengujian di darat yang dilakukan berupa taxi kecepatan rendah dan tinggi. Taxi adalah fase pergerakan pesawat terbang di darat. Pengujian dilakukan di area PTDI di Bandung. Hasilnya mengundang rasa puas para insinyurnya, termasuk Joko Purwono, kepala teknisi Elang Hitam saat itu. "Walaupun belum otonom. Kami menggunakan operator waktu itu," katanya saat ditemui di Kawasan Sains Terpadu BJ Habibie, Serpong, Tangerang Selatan, Banten, Senin, 21 Agustus lalu.
Pada Desember 2021, Elang Hitam menjalani uji terbang perdana di lapangan terbang Nusawiru, Pangandaran, Jawa Barat. Semua terpantau baik dengan drone menderu dan melaju di atas landas pacu. Namun, saat mencapai jarak sekitar 1.400 meter, bukannya lepas landas, Elang Hitam malah sedikit oleng.
Keputusan cepat membatalkan lepas landas pun diambil operator. Elang Hitam dibuat meluncur bebas tanpa daya dorong, tapi nahas, landasan sudah tak tersisa. Diawali beberapa kali mengalami selip, EH1 akhirnya terjerembap di rerumputan.
Hasil analisis saat itu menunjukkan pompa bahan bakar tidak bekerja optimal sehingga torsi kurang memberi daya dorong maksimal bagi pesawat untuk bisa terbang. "Itu mudah diperbaiki dan abort seperti ini biasa terjadi demi keselamatan pesawat," tutur Joko.
Masalahnya, roda Elang Hitam patah. Kerusakan ini membutuhkan perbaikan dengan menariknya pulang ke Bandung dan menunggu anggaran baru untuk penggantian. Joko membeberkan, roda pendaratan termasuk bagian yang belum bisa dibuat sendiri oleh tim konsorsium. Begitu juga mesin, sistem avionik, tangki bahan bakar, dan sistem kendali terbang.
“Kami baru mandiri untuk desain, struktur, dan manufaktur. Kemudian operasi, integrasi, dan pemeliharaan," kata Joko. "Ini biasa untuk tahap awal riset." Yang tak biasa adalah lahirnya Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) yang menghentikan dana pengembangan Elang Hitam pada 2022. Tenggat kembali ke Nusawiru pada Maret 2022 pun berlalu begitu saja. "Padahal sudah di ujung fase prove of concept bahwa ia bisa terbang," ucap Joko.
Elang Hitam pun padam sebelum terbang. Kementerian Pertahanan mengkonfirmasi pada akhir Juli lalu telah membeli drone baru, Anka, dari Turki. “Kenapa (membeli) Anka? Karena Elang Hitam masih dalam tahap awal pengembangan. Setelah itu mengajukan permohonan sertifikasi, butuh sekitar tiga tahun lagi,” kata juru bicara Kementerian Pertahanan, Edwin Adrian Sumantha, Rabu, 23 Agustus lalu.
Kepala Pusat Riset Teknologi Penerbangan BRIN Fadilah Hasyim membenarkan kabar bahwa PUNA MALE Elang Hitam tak lagi menjadi prioritas. BRIN, Fadilah mengungkapkan, menerapkan skema riset berbeda yang lebih mengarah pada teknologi wahana nirawak tersebut. Misalnya membentuk kelompok riset khusus untuk mendalami struktur agar Elang Hitam bisa lebih ringan atau mengembangkan sistem kendali terbangnya.
Konsekuensinya, Elang Hitam sebagai produk pengembangan teknologi kini dipinjamkan secara utuh dan lengkap kepada PTDI. "Karena ia produk jadi, diharapkan yang mengembangkan adalah industri," tutur Fadilah.
Asisten Manajer Komunikasi Eksternal PTDI Kerry Apriawan mengatakan pengembangan PUNA MALE Elang Hitam masih berlanjut. Bahkan kehadiran Anka buatan Turkish Aerospace Industries dengan skema kerja sama alih teknologi, kata Kerry, bisa mendorong percepatan pengembangan Elang Hitam.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Ahmad Fikri dari Bandung berkontribusi dalam penulisan artikel ini. Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Elang Hitam Padam Sebelum Terbang"