Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

Enak rasanya, galur terbaru

Varietas padi tahan wereng b.5323 adalah hasil silang ir-36 dengan b.2791 b-mr-134 -1 -3, sebanyak 4 kali, sehingga rasanya pulen dan enak. (ilt)

23 Oktober 1982 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SAWAH seluas 1 ha di Desa Padamulya, Kabupaten Bandung, ditumbuhi dua jenis padi. Sebagian dengan IR-36, dan bagian lainnya dengan Jareum, jenis varitas lokal. "Jareum untuk kami makan, dan IR-36 dijual ke KUD," ujar Itoh pemilik sawah itu. "Karena rasanya tak enak," IR-36 di kalangan petani tidak populer. "Petani baru menanam IR-36 kalau ada ledakan hama wereng," kata Nano Rudiana, Kepala Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) Solokan jeruk. Di Kecamatan Majalaya, Ciparay, Pacet, dan Kertasari (semuanya di Kabupaten Bandung), daerah kerja BPP Solokanjeruk, dari 10.206 ha sawah yang ada sudah 80% ditanami VUTW. Di antaranya hanya 5% yang menggunakan IR. 36. Berbagai jenis VUTW lain--seperti Cimandiri, Semeru, dan IR-38 juga menghasilkan padi yang, bila dimasak, nasinya belum begitu enak, tapi masih lumayan dibanding IR-36. Bahkan IR-36 paling bandel terhadap serangan wereng cokelat yang ganas dibanding VUTW lain. Dan "produksi IR36 belum ada duanya," kata Nano Rudiana lagi. Di persawahan Insus, tiap hektar IR36 memproduksi 12,1 toh gabah. Dalam MT 1981/1982 malah ada kelompok Insus di Padang Pariaman (SumBar) dengan IR-36 memproduksi 21,55 ton gabah kering panen per hektar. Cukup menggiurkan. Tapi, kata Aang Kunaefi, "jangankan manusia, wereng saja tak senang makan IR-36." Gubernur Ja-Bar itu berkelakar Agustus lalu pada penutupan hari Krida Pertanian di Cipanas (Kabupaten Cianjur). Begitu pun, secara nasional penanaman IR-36 lewat program Insus terus membengkak. Tahun 1981, arealnya seluas 2.382.000 ha, atau lebih lima kali lipat dari dua tahun sebelumnya. Pemerintah memang mengkampanyekan IR36 -- antara lain dengan lomba Insus setiap tahun. Sekarang datang kabar gembira dari Puslitbang Tanaman Pangan Bogor. "Wereng tetap tak senang memakannya, tapi manusia pasti senang," kata Dr. Zainuddin Harahap (47 tahun), Kepala Bidang Pemuliaan Tanaman Pangan di Puslitbang tadi. Dari 2 ha sawah percobaan milik balai itu di Muara, 30 km di selatan Bogor, setengah hektar ditanami padi yang diberi nama galur B.5323. Secara bersamaan IR-36 ditanam pula di situ. Kedua jenis itu bertumbuh sama hijau, sama lebat buahnya, dan sama tingginya: sekitar 80 cm. Sepintas mata awam tak bisa membedakannya. Kedua jenis ini "baru ketahuan berbeda setelah nasinya dimakan," ujar Harahap. Nasi dari IR-36 terasa pera (keras mirip nasi yang dimasak kurang air), sedang nasi dari galur B.5323 lebih pulan (lunak tapi tak lembek). Umur padi jenis baru ini lebih singkat 5 hari dibanding IR-36 yang mulai ditanam sampai panen berumur 117 hari. Selain itu, bentuk batang, daun, dan butir kedua jenis padi ini sama. Dan keduanya sama tahan terhadap hama wereng cokelat. Dengan galur B-5323 ini, menurut Harahap yang lulusan Louisiana State IJniversity (USA), "rasa nasi IR-36 tak jadi masalah lagi." Inilah hasil jerih payah dari empat orang peneliti di Puslitbang Tanaman Pangan Bogor. Penelitian yang dipimpin Dr. Zainuddin Harahap ini menjumpai penyebab tidak enaknya IR-36 karena berasnya mengandung kadar amilosa terlalu tinggi (27%). Beras Cianjur (rojolele) yang terkenal itu mengandung amilosa hanya 20%. Dari penelitian itu diketahui pula bahwa beras mengandung amilosa 2024% cenderung rasanya enak. Usaha berikutnya ialah menurunkan kadar amilosa (zat pada karbohidrat yang dikandung beras yang menimbulkan rasa pera itu) dari IR-36. Varitas ini ditemukan IRRI (International Rice Research Institute) di Los Banos, Filipina, 1975, dan dimasukkan ke Indonesla dua tahun kemudian. Di Bogor itu, para ahli mengawinkan IR-36 dengan sistem silangbalik (backcross) dengan varitas lokal yang rasanya pulan. Jodoh IR-36 ialah B. 2791b-Mr-1341-3, suatu galur hasil kawin-silang beberapa jenis padi lokal yang dilakukan oleh pusat penelitian itu. Galur itu dikawinsilangkan dengan IR-36. Perkawinan silang-balik itu berlangsung sampai empat kali, kemudian diperoleh galur (pravaritas) B.5323 yang kadar amilosanya sudah turun menjadi 2223%. Walau belum menyamai rojolele, galur ini bila ditanak sudah cukup pulan dan enak rasanya. Sekarang galur itu terus dikembangbiakkan di beberapa sawah percobaan di Muara, Mojokerto, Malang, dan Ngawi. "Mudah-mudahan Desember mendatang sudah bisa ditanam petani secara nasional," harap Harahap. Varitas baru ini sudah dilaporkan kepada Menteri Pertanian. Mungkin ada SK Menteri, dan nama baru, untuk sigalur.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus