Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

Gawat di Atas, Darurat di Darat

Bandara tak lebih aman dari pesawat. Akibat ada dua ”kepala”.

9 Juli 2007 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SPANDUK dan poster sudah dipesan karyawan PT Angkasa Pura I. Salah satu di antaranya permohonan maaf kepada penumpang Bandar Udara Juanda, Surabaya, bahwa mereka akan mogok kerja pada Senin ini. Mereka juga akan melakukan demonstrasi yang bakal diikuti 500 karyawan dari 13 bandar udara milik PT Angkasa Pura I. ”Kami resah karena kebijakan yang sewenang-wenang dari Direktur Personalia dan Umum Ranendra Dangin,” kata Itje Julinar, Ketua Umum Serikat Pekerja Angkasa Pura I.

Kepada Tempo, Jumat pekan lalu, Itje mengatakan bahwa pihaknya meminta Kementerian Negara BUMN memperhatikan kesejahteraan pekerja, terutama tunjangan hari tua, pensiun, lembur, dan rawat inap. Dua bulan lalu, mereka juga sudah membawa tuntutan yang sama ke kantor Kementerian BUMN dan Istana Negara, Jakarta. Namun unjuk rasa ratusan karyawan itu tidak mendapat tanggapan.

Rentetan demonstrasi itu menguak kembali borok yang ada dalam pengelolaan bandar udara di Indonesia. Padahal kinerja perusahaan itu terus meningkat. Pada 2000, laba operasional Angkasa Pura I baru Rp 160,5 miliar, lima tahun kemudian sudah Rp 287 miliar. Kinerja PT Angkasa Pura II lebih baik. Perusahaan yang antara lain mengelola Bandara Soekarno-Hatta ini pada 2004 membukukan laba operasional Rp 539 miliar, jauh meningkat dibandingkan tahun 2000 yang baru Rp 288 miliar. Peningkatan ini terjadi karena jumlah penumpang meledak, dari hanya 8 juta pada 2000 menjadi 30 juta tahun ini.

Kenaikan pendapatan itu mestinya menjadi berkah. Tapi, menurut Setyo Raharjo, mantan Ketua Komite Nasional Keselamatan Transportasi, rezeki itu justru menurunkan kenyamanan penumpang. ”Bandara Soekarno-Hatta kini mirip terminal bus,” ujar Setyo Raharjo, mantan Ketua Komite Nasional Keselamatan Transportasi.

Bukan hanya itu. Kualitas keselamatan bandara juga turun. Buktinya memang tak bisa dilihat awam karena cuma terekam di radar bandara. ”Tapi sudah jadi rahasia umum bahwa ada pesawat saling salip saat mendarat. Mirip di terminal bus,” ujar Eko Rusniputra, Sekretaris Jenderal Masyarakat Peduli Angkutan Udara Komersial Indonesia.

Jangan ditanya pula soal prasarana keselamatan jika terjadi kecelakaan. Jika fasilitas memadai, jumlah korban meninggal dalam beberapa kasus kecelakaan tak sebanyak saat ini. Pengamat penerbangan Tjahyono menunjuk dua kasus kecelakaan yang terjadi di dekat bandara, yakni jatuhnya pesawat Mandala di Bandara Polonia, Medan, pada September 1997, yang menewaskan 140 orang, dan kecelakaan Garuda di Adisutjipto, Yogyakarta, Maret lalu, dengan korban 22 orang tewas.

Seharusnya, kata Tjahyono, jumlah korban meninggal tidak sebanyak itu. Dia menengarai, tingginya jumlah korban pada dua kecelakaan ini karena petugas bandara terlambat memberikan pertolongan di tempat kecelakaan. Indikasinya, banyak penumpang meninggal karena hangus terbakar, bukan akibat luka kecelakaan. ”Harusnya, area pada radius 8 kilometer dari radar menjadi tanggung jawab bandara,” kata dia.

Jumlah petugas penyelamat di bandara memang kurang. PT Angkasa Pura I, misalnya, hanya memiliki 424 petugas pemadam kebakaran. Padahal idealnya 751 orang. Pengamanan lingkungan juga masih jadi masalah. ”Masak, dalam satu hari ada tiga pesawat yang menabrak burung di Juanda,” ujarnya. Tjahyono yakin, jika dilakukan audit keselamatan, tidak ada bandara di Indonesia yang lulus. Benarkah?

Audit kinerja bandara yang dilakukan Departemen Perhubungan menunjukkan banyak parameter keselamatan, keamanan, dan pelayanan yang belum dipenuhi oleh bandara di Indonesia. Padahal audit ini baru dilakukan di lima bandara utama: Ngurah Rai (Bali), Soekarno-Hatta (Jakarta), Juanda (Surabaya), Polonia (Medan), dan Hasanuddin (Makassar). ”Sedikitnya ada 12 parameter yang belum dipenuhi,” ujar Direktur Jenderal Perhubungan Udara Departemen Perhubungan Budhi Muliawan Suyitno (lihat tabel Bandara Terbaik).

Jumlah parameter yang diaudit 94 item, terdiri dari 48 aspek keselamatan, 13 aspek keamanan, dan 33 aspek pelayanan. Bandara dikategorikan telah memenuhi parameter yang diaudit jika telah sesuai dengan regulasi, ketentuan, standar keamanan dan keselamatan penerbangan, serta kenyamanan pengguna jasa bandara. ”Audit ini dilakukan tiga bulan sekali,” ujar Budhi.

Dalam jangka waktu itu, ”Pengelola bandara harus melakukan perbaikan. Jika tidak, kita beri sanksi,” katanya. Budhi sudah menyiapkan aneka sanksi: dari penurunan peringkat operasional, penyesuaian pungutan pelayanan jasa penumpang pesawat udara, sampai rekomendasi restrukturisasi manajemen pengelola bandara. ”Yang jelas tidak mungkin kita lakukan adalah menutup bandara,” kata dia.

Masalah lain pada keselamatan penerbangan adalah keandalan perangkat penerbangan, mulai dari navigasi, radar, pengukur arah, hingga kecepatan angin. Ini bisa fatal, karena berpengaruh pada pilot. Setyo Raharjo menceritakan pengalaman seorang pilot maskapai luar negeri yang selalu menerbangkan pesawat dari Eropa sampai Australia.

Pilot itu menceritakan, dari Eropa sampai Singapura, pesawat ibarat melaju di jalan tol. Tapi, ketika berada di atas wilayah Indonesia, khususnya Indonesia timur, sang pilot harus menjadi sopir angkutan kota tanpa spion. Mereka mesti menyetel pancaindra sesensitif mungkin dan siaga penuh.

Sumber Tempo mengungkapkan, pilot harus siaga karena radar pengawas penerbangan bandara yang mengawasi langit Indonesia sebelah timur kadang-kadang mati. ”Byar-pet, byar-pet,” ujar dia. Maklum, radar di Bandara Juanda, Hasanuddin, Syamsudin Noor, dan Sepinggan buatan tahun 1980-an dan kurang terawat.

Kurangnya jumlah petugas air traffic control (ATC) juga menjadi masalah serius. Idealnya, Angkasa Pura I yang mengelola 13 bandar udara butuh 500 petugas. Namun yang ada hanya 385 orang, sehingga banyak petugas yang tidak memiliki waktu libur. Penyebabnya, sekolah penerbang Curug milik Departemen Perhubungan yang memasok tenaga ahli itu hanya meluluskan 40 orang. ”Kami sulit mencari tenaga yang memiliki kemampuan ATC,” kata Kuntadi Budianto, juru bicara PT Angkasa Pura I.

Menurut Chappy Hakim, Ketua Tim Investigasi dan Evaluasi Keselamatan Transportasi Nasional, sesungguhnya akar dari semua carut-marut soal keselamatan dan keamanan di bandara adalah orientasi pengelola terhadap keuntungan. ”Safety oriented jadi terpinggirkan,” ujarnya.

Ini bukan tanpa sebab. Manajemen Angkasa Pura I dan II dipilih Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara. Tentu saja mereka lebih tunduk kepada Menteri BUMN ketimbang regulator yang menentukan keselamatan penerbangan, yakni Menteri Perhubungan. Tolok ukur utama keberhasilan direksi bukan lagi soal prestasi keselamatan, tapi kinerja keuangan. ”Mereka lebih patuh dipanggil tukang sapu Menteri BUMN daripada Menteri Perhubungan,” kata Tjahyono mengibaratkan hubungan tersebut.

Kuntadi membantah tuduhan tersebut. Pengelola bandara, ujarnya, tak pernah mendahulukan keuntungan ketimbang keselamatan. ”Misalnya, tahun ini kami mengeluarkan dana Rp 100 miliar untuk membeli radar,” katanya. Sejumlah bandara juga telah memiliki peralatan sinar X baru, dan miliaran rupiah telah digelontorkan untuk membenahi Bandara Hasanuddin, Makassar. Tapi, melihat kondisi bandara Indonesia saat ini, harapan untuk mendapatkan keamanan dan kenyamanan masih jauh.

Untung Widyanto, Harun Mahbub


Peringkat 5 Bandara Indonesia

Bandara Parameter yang dipenuhi (1-94)
Ngurah Rai 84
Soekarno-Hatta 82
Juanda 73
Polonia 70
Hasanuddin 64
Sumber: Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Departemen Perhubungan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus