Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
INSPEKTUR penerbangan sipil Inggris berulang kali menghidupkan lampu evakuasi pesawat milik Phuket Airlines. Lampu darurat itu tak juga menyala. Saat itu, Maret 2005, Boeing 747-400 ini pun ditahan di Bandara Gatwick, London.
Sebelumnya, pesawat milik maskapai Thailand ini berkali-kali gagal terbang karena kerusakan mesin. Suatu kali api bahkan memercik dari sayapnya. Setelah beberapa hari mangkrak di Gatwick, otoritas Inggris menjatuhkan vonis. Phuket dipulangkan ke Bangkok tanpa penumpang dan semua pesawat milik Phuket dilarang masuk ke negeri itu.
Dua bulan kemudian Belanda dan Prancis ikut melarang Phuket menyinggahi bandara mereka. Pada Januari 2006, Phuket sudah diharamkan di 25 negara Uni Eropa. Pencekalan massal ini buntut dari keputusan parlemen Uni Eropa pada November 2005 untuk memberlakukan larangan terbang pada maskapai bermasalah di seluruh kawasan.
Aturan yang berlaku efektif mulai Januari 2006 itu ditinjau kembali setiap tiga bulan. Untuk menetapkan maskapai mana yang harus masuk daftar hitam, komisi menunjuk Badan Keselamatan Penerbangan Eropa (European Aviation Safety Agency, EASA) yang bermarkas di Cologne, Jerman.
Daftar hitam pertama yang diterbitkan Komisi Uni Eropa berisi 91 maskapai—74 di antaranya dari Afrika. Menurut komisi ini, semua maskapai itu dilarang terbang ke Eropa karena tidak memenuhi standar keselamatan penerbangan yang ditetapkan Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO). ”Pesawat mereka sangat tidak aman,” ujar Wakil Presiden Komisi Eropa Urusan Transportasi Jacques Barrot.
Namun Kapten Chawanit Chiamcharoenvut, Executive Vice President Phuket, menganggap kriteria keamanan itu masih tidak jelas. ”Tidak aman dalam hal apa? Apakah masalah operasi atau masalah lain,” ujar dia. Soalnya, jika ukuran keamanan itu adalah angka kecelakaan, Phuket tidak pernah mengalami kecelakaan fatal dalam beberapa tahun terakhir. Toh Phuket tetap tak boleh terbang ke Uni Eropa sebelum membenahi keselamatannya.
Menurut Barrot, sanksi ini memang dimaksudkan agar maskapai yang dicekal memperbaiki tingkat keselamatan pesawatnya. Tiga bulan berlalu, komisi menilai tujuan mulia ini berhasil. Beberapa maskapai berhasil keluar dari daftar hitam dalam evaluasi bulan Maret.
Dalam situsnya, Komisi Eropa menyebut mereka sukses memperbaiki standar keselamatannya. Maskapai itu, antara lain Phuket, DAS Air Cargo (Uganda, Afrika), dan Dairo Air Services (Kenya, Afrika). Pakistan International Airlines juga sudah diizinkan terbang kembali ke Eropa, meski hanya untuk pesawat Airbus 310, Boeing 747, dan Boeing 777.
Galibnya, perlu waktu lama untuk memperbaiki standar keselamatan penerbangan. Tapi ada jalan pintas seperti yang dilakukan DAS.
DAS dicekal di Eropa setelah inspektur Inggris di Gatwick menemukan karat di badan pesawat DC-10 buatan Amerika yang dioperasikan maskapai ini. Maka, DAS mengganti empat dari enam DC-10 itu dengan pesawat yang disewa dari pasar Eropa. Cara ini terbukti manjur dalam mengeluarkan mereka dari daftar hitam Eropa.
Trik DAS sepertinya dilirik Phuket Air, yang tak ingin kembali dicekal di Eropa. Mereka mengaku tengah mempertimbangkan untuk menyewa pesawat dari Eropa, sebagai ganti dari Boeing dan DC-10 yang sudah uzur. Jadi, ada bisnis di balik kebijakan pencekalan itu?
Duta Besar Komisi Eropa Jean Breteche menolak dugaan tersebut. ”Ini murni soal kualitas keamanan penerbangan,” ujarnya dalam jumpa pers di Jakarta akhir pekan lalu. ”Tidak ada kaitan antara kebijakan ini dan persaingan bisnis.”
I G.G. Maha Adi, Yandi M.R.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo