Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sains

Guru Besar Unair: Waspada Munculnya Varian Virus Flu Burung pada Sapi Perah dan Kucing

Flu burung merupakan penyakit yang kompleks dan terus berkembang.

24 Januari 2025 | 10.44 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Pejabat kesehatan Korea Selatan mengubur ayam di peternakan unggas tempat virus flu burung H5N6 yang sangat patogen menyebar di Haenam, Korea Selatan, 17 November 2016. Yonhap/via REUTERS

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Munculnya varian baru virus avian influenza (AI) atau flu burung pada hewan mamalia membuat khawatir para ahli di dunia. Di Amerika, virus AI yang menjangkiti unggas dan sapi perah merebak sejak awal 2024, namun baru berhasil teridentifikasi jenis virus AI tersebut pada bulan Maret 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ahli virologi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga (Unair) Suwarno mengatakan bahwa flu burung merupakan penyakit yang kompleks dan terus berkembang. Telah banyak ditemukan sejumlah hewan liar yang mati akibat terinfeksi virus tersebut. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Flu burung terus berevolusi, bermutasi dan mengalami spillover, lompatan antarspesies yang berbeda. Yang semula hanya menginfeksi burung liar, sekarang dilaporkan telah menginfeksi manusia, mamalia, dan unggas domestik,” kata Suwarno melalui keterangan tertulis, Jumat, 25 Januari 2025. 

Ia juga mengatakan bahwa migrasi sekelompok burung dari satu tempat ke tempat lainnya berperan penting dalam penyebaran virus. “Burung-burung yang bermigrasi memainkan peran penting dalam menyebarkan virus AI subtype H5N1 dari unggas ke berbagai negara,” tuturnya.


Kewaspadaan untuk Masyarakat

Menurut Suwarno, masyarakat Indonesia tidak asing dengan wabah flu burung karena di Indonesia wabah flu burung telah ditemukan sejak 2003 dan ditemukan kasus kematian pada manusia hingga tahun 2019. 

Dengan kembali merebaknya kasus flu burung di dunia, pemerintah telah mengeluarkan surat edaran kepada masyarakat melalui Kementerian Kesehatan (Kemenkes) untuk meningkatkan kewaspadaan dan kesiapsiagaan masyarakat terhadap flu burung pada Rabu, 8 Januari 2025.

“Kewaspadaan ini sangat perlu karena beberapa negara di Amerika, Eropa, Afrika, Asia dan Australia telah melaporkan kasus flu burung akibat varian dari virus Flu Burung A yang sangat patogen,” ungkap Suwarno. 

Perhatikan Gejala pada Sapi Perah dan Kucing

Sebagai salah satu hewan mamalia, kata Suwarno, sapi perah juga memiliki risiko terpapar flu burung. Penurunan produksi susu mulai dari 20-100 persen menjadi dampak dari penularan virus antarspesies.

Suwarno pun mengungkap bahaya susu yang dihasilkan oleh sapi perah yang terpapar. “Yang berbahaya adalah susu yang dihasilkan sangat tercemar dengan keberadaan virus tersebut. Susu mentah yang tidak dipasteurisasi dapat menjadi penyebab penyebaran virus pada spesies lain, termasuk kucing, harimau, singa, anjing dan unggas domestik, serta hewan liar lainnya,” ungkapnya. 

Penting bagi masyarakat, khususnya para peternak, untuk memperhatikan gejala flu burung bagi hewan ternak mereka. Menurut dia, sapi perah yang terdeteksi positif menunjukkan gejala yang tidak spesifik. 

“Umumnya terjadi penurunan nafsu makan, keluarnya leleran lendir dari hidung, feses yang lengket atau encer, lesu, dehidrasi dan demam. Kualitas susu pada sapi perah yang terpapar pun konsistensi kental dan pekat, serta berwarna kuning mirip kolostrum,” kata Suwarno.

Guru Besar Fakultas Kedokteran Hewan itu juga menjelaskan bahwa kucing jauh lebih berisiko terjangkit daripada anjing. Hal tersebut dikarenakan perilaku kucing yang kerap menjadikan burung sebagai target mangsanya. Oleh karena itu, penting memahami gejala pada kucing yang terjangkit. 

“Sejauh ini gejala yang muncul pada kucing ditandai dengan penurunan nafsu makan, lesu, demam, leleran lendir pada mata, bersin, batuk, hingga sesak napas. Selain itu juga dapat dilihat gejala syaraf yang mengalami gangguan koordinasi gerak, tremor, dan kejang disertai kebutaan” kata Suwarno. 

Cegah Paparan pada Kucing

Berdasarkan investigasi terkini, pakan yang menjadi sumber paparan infeksi pada kucing adalah susu yang tidak dipasteurisasi (dipanaskan). Selain itu juga dapat disebabkan oleh konsumsi daging mentah atau setengah matang yang berasal dari unggas. 


Untuk mencegah dan menjaga kesehatan pada kucing, Suwarno memberikan saran yang dapat diperhatikan. Pertama, yakni hindari pemberian makan kucing dengan susu yang belum dipasteurisasi dan daging yang tidak matang sempurna. 

“Langkah selanjutnya, yakni jaga kucing di dalam rumah agar terhindar dari paparan burung liar atau hewan liar lainnya, jauhkan kucing dari ternak atau unggas lainnya. Saya imbau untuk segera bawa ke dokter hewan jika didapatkan gejala seperti yang disebutkan,” kata Suwarno.

Irsyan Hasyim

Irsyan Hasyim

Menulis isu olahraga, lingkungan, perkotaan, dan hukum. Kini pengurus di Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta, organisasi jurnalis Indonesia yang fokus memperjuangkan kebebasan pers.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus