Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
ALAT ini memiliki tiga komponen utama, yaitu kotak E-Nose, sistem akuisisi data, dan komputer. Penciptanya, Dr Kuwat Triyana, dosen Jurusan Fisika Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, menamainya Electronic Nose atau E-Nose karena mampu mendeteksi racun dalam makanan. Hidung elektronik ini juga dapat mendiagnosis penyakit tuberkulosis (TB).
Kuwat memulai riset E-Nose sejak 2000. Penelitian sempat terhenti selama empat tahun ketika dia melanjutkan pendidikan program doktor ilmu teknik di Universitas Kushu, Jepang.
Baru pada 2011, pria 48 tahun ini melanjutkan penelitiannya. Dia mengajak Novrindo, mahasiswa program doktor ilmu komputer UGM, dan Shidiq Nur, lulusan magister ilmu fisika UGM, bergabung. Mereka menamakan diri Tim Gama Elektronik, Laboratorium Fisika Material UGM. ”Kami memulai riset dengan mengembangkan E-Nose generasi I,” kata Kuwat, Senin pekan lalu.
Selama lima tahun, mereka kemudian mengembangkan tiga generasi E-Nose. E-Nose I, generasi pertama, mampu mendeteksi makanan yang mengandung zat berbahaya, serta mengenali gejala penyakit gagal ginjal dan diabetes militus pada pasien.
Mengacu pada hasil riset E-Nose I, Kuwat mengembangkan E-Nose generasi II dan III. Dia merancang E-Nose II khusus untuk mengetahui kandungan zat berbahaya dalam makanan dan E-Nose III untuk mendeteksi penyakit TB.
Dia mengatakan cara kerja E-Nose II serupa dengan kromatografi, alat pendeteksi zat berbahaya yang banyak digunakan rumah sakit. Bedanya, menurut Kuwat, kromatografi bekerja melalui pemurnian senyawa. Sedangkan E-Nose II cukup dengan meneliti sampel makanan.
Adapun E-Nose III serupa dengan alat pendeteksi TB buatan Belanda. Bedanya cuma pada posisi tabung plastik tempat menampung embusan napas pasien. Posisi tabung alat buatan Belanda tersambung langsung ke kotak E-Nose. Sedangkan posisi tabung E-Nose III terpisah dari kotak E-Nose. ”Itu bertujuan mengurangi risiko penularan antarpasien maupun dengan tenaga medisnya,” ujar Kuwat.
Keunggulan lain, E-Nose III mampu mendeteksi penyakit TB hanya dalam lima menit. Padahal kebanyakan alat pendeteksi TB sejenis, yang digunakan di rumah sakit, membutuhkan waktu hingga sebulan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo