Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Banyak Kapal Tidak Bayar Pajak

7 Maret 2016 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KECILNYA kontribusi sektor perikanan terhadap penerimaan negara membuat Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti membuat gebrakan baru. Di antaranya mengukur ulang bobot kapal dan menaikkan tarif pungutan hasil perikanan untuk kapal besar. Tujuannya agar setoran yang dibayar pengusaha kepada negara sebanding dengan omzet yang mereka raup.

Akibat kebijakan itu, banyak pengusaha memprotes. Mereka berkeluh-kesah ke Dewan Perwakilan Rakyat. Namun Susi tidak ambil pusing. Kepada Agus Supriyanto dan Akbar Tri Kurniawan dari Tempo, yang menemuinya di perumahan menteri, Kompleks Widya Chandra, Jakarta Selatan, Rabu pekan lalu, Susi menegaskan tak segan-segan menyikat pengusaha nakal yang ngeyel dan bawel.

Banyak kapal besar tidak bisa beroperasi karena kebijakan Anda?

Mereka ini pengusaha abal-abal. Kapal bukan milik mereka. Itu kapal asing. Dari hasil analisis evaluasi kapal asing, mereka masuk daftar hitam. Ujungnya akan disita negara. Yang tidak masuk daftar hitam silakan pulangkan ke negaranya baik-baik.

Bagaimana dengan pengusaha yang mengklaim kapal tersebut sudah dibeli sah?

Kami tidak menemukan. Kalau sah, mana bukti transfernya? Mereka semua bohong. Buktinya, bill of lading yang mereka punya palsu. Kami tidak asal melarang. Kalau kami memang salah, silakan gugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara. Tomy Winata saja setuju melakukan deregistrasi. Yorrys Raweyai juga diam. Kami ini sudah baik. Kalau diselidiki, semuanya melakukan fraud. Mereka bisa kami sikat dan kami tenggelamkan kapalnya.

Kenapa tidak ada pengusaha sektor penangkapan ikan yang statusnya pengusaha kena pajak?

Kontribusi perikanan ke pajak tidak ada karena semua ilegal. Tidak ada data pemasukan. Keberadaan ikan tidak jelas. Kapal besar banyak atas nama ibu rumah tangga, tukang becak, atau sopir. Kami menemukan praktek seperti itu di Bali. Tidak ada perusahaannya. Kantornya juga tidak ada. Itu sebabnya kami tertibkan karena kita sedang menuju legal, reported, and regu­lated fishing. Karena itu, asosiasi pengusaha jangan terus-menerus bikin isu yang tidak benar.

Jadi kenaikan tarif pungutan hasil perikanan (PHP) ini untuk memperbesar se­toran negara?

Betul. Kapal kayu Juwana ukuran 60-70 gross tonnage (GT), misalnya, bisa mengantongi penghasilan bersih Rp 2-3 miliar. Mereka sebelumnya membayar PHP hanya Rp 1-2 juta. Sekarang, angka itu kami naikkan menjadi Rp 50 juta per tahun. Ini masih murah. Adapun kapal besar, seperti yang berukuran 150 GT, dikenai pajak Rp 200 juta. Tarif itu masih wajar karena jumlah kapal besar tidak banyak. Tapi kenapa yang memprotes banyak? Artinya, selama ini mereka melakukan markdown.

Bagaimana dengan pengurusan perizinan kapal yang dikeluhkan karena lama?

Tidak bisa setiap orang punya duit seenaknya bikin kapal dan kami beri izin. Nanti bisa habis ikan di perairan Indonesia. Kalau melebihi kuota, ya, kami hentikan. Banyak negara telah membatasi jumlah ikan yang boleh ditangkap. Komisi Nasional Pengkajian Sumber Daya Ikan menghitung, stok ikan yang bisa ditangkap di Indonesia maksimal 9,5 juta ton. Kenyataannya, sekarang jumlahnya sudah mencapai 15 juta ton. Dulu, mereka mengajukan izin main todong, pakai koneksi pejabat, aparat, atau anggota DPR. Sekarang tidak boleh seperti itu lagi. Kebijakan ini untuk melindungi nelayan agar mereka bisa mendapatkan ikan lagi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus