Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Sidoarjo - Temuan di Situs Tarik tak hanya bangunan bata, tapi juga benda cagar budaya, fosil kayu, dan fosil hewan. Itu membuat dugaan situs yang berada di Dusun Kedungklinter, Desa Kedungbocok, Kecamatan Tarik, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, merupakan asal atau cikal-bakal kerajaan Majapahit.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kepala Seksi Pelindungan, Pengembangan, dan Pemanfaatan Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jawa Timur Edhi Widodo menjelaskan bahwa merujuk pada Kitab Pararaton memang disebutkan bahwa Raden Wijaya sebelum mendirikan Majapahit di Trowulan, Mojokerto, terlebih dahulu tinggal di hutan atau alas Trik.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Daerah Tarik itu awal Majapahit. Di Kitab Pararaton disebutkan bahwa Raden Wijaya dalam mendirikan Majapahit di alas wong Trik," ujar pejabat yang akrab disapa Widodo ini, awal pekan ini. Daerah yang dulu dinamakan Trik tersebut, menurutnya, kemudian berubah menjadi kata Tarik.
Widodo mengatakan pihak BPCB Jawa Timur yang berkantor di Trowulan, Mojokerto, akan menindaklanjuti temuan diduga pagar atau dinding dari batu bata kuno di salah satu areal persawahan dan makam Dusun Kedungklinter, Desa Kedungbocok, Kecamatan Tarik, Sidoarjo, tersebut.
"Kami sudah membuat laporan ke pusat dan akan ditindaklanjuti," katanya. Petugas BPCB telah mendatangi lokasi dan mengukur panjang dan lebar struktur bangunan tersebut.
Ukuran bangunan diduga pagar atau dinding yang sudah digali warga dan terlihat itu sepanjang 13,5 meter dengan tinggi 92 sentimeter. Bangunan terdiri dari lima baris atau lima tumpukan batu bata. Setiap batu bata berukuran panjang 32 sentimeter, lebar 21 sentimeter, dan tebal 7 sentimeter. Ukuran batu bata tersebut sama dengan rata-rata ukuran batu bata kuno peninggalan zaman Majapahit yang banyak ditemukan di Jawa Timur termasuk Trowulan, Mojokerto, yang diyakini sebagai ibukota Majapahit.
Tampak bangunan dari tumpukan batu bata kuno diduga pagar atau dinding yang ditemukan di areal sawah Desa Kedung Bocok, Kecamatan Tarik, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, 12 Februari 2018. TEMPO/Ishomuddin
Selain dari ukuran, kualitas dan tingkat kepadatan batu bata zaman Majapahit beda dengan batu bata zaman sekarang yang lebih ringan dan mudah pecah. Ukuran goresan bekas jari tangan di batu bata zaman dulu juga berbeda dengan sekarang. Lebar goresan di batu bata kuno tersebut sekitar 2 sentimeter, sedangkan di batu bata zaman sekarang rata-rata 1-1,5 sentimeter.
"Kalau jari orang sekarang enggak sebesar ini," kata salah satu warga yang ikut menggali, Mahfud. Goresan jari tangan pada batu bata itu sebagai motif atau celah untuk merapatkan tumpukan batu bata.
Kepala Desa Kedungbocok Mohamad Ali Ridho mengatakan temuan bekas bangunan, benda cagar budaya, dan fosil kayu serta fosil hewan itu ditemukan warga secara tidak sengaja. Selain di areal sekitar makam dan sawah, bekas bangunan dan benda tersebut ditemukan di pinggir sungai, kebun liar, maupun pekarangan rumah warga.
"Kami bersama warga dan berbagai komunitas pelestari cagar budaya sepakat semua temuan disimpan di balai desa karena ini aset desa dan negara," kata kepala desa yang dikenal tegas ini. Ia berjanji tak akan menjualnya ke kolektor benda kuno. "Karena ini dilindungi Undang-Undang."
Ali mengatakan sesuai cerita dan kajian kitab kuno dari para pegiat pelestari cagar budaya, dikatakan bahwa pada abad ke-13 Raden Wijaya sebelum mendirikan Majapahit memang sempat tinggal dan menyusun kekuatan di hutan atau alas Trik yang sekarang bernama Kecamatan Tarik saat berperang melawan Jayakatwang raja terakhir kerajaan Kadiri yang sekarang dikenal dengan nama Kediri.
Simak artikel menarik lainnya tentang Situs Peninggalan Majapahit hanya di kanal Tekno Tempo.co.