Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Bandung - Gempa di selatan Jawa termasuk yang aktif di dunia. Hal itu menjadi perhatian khusus Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG). Selain itu, gempa di selatan Jawa ada beberapa jenis.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Kepala Bidang Informasi Gempa Bumi dan Peringatan Dini Tsunami BMKG Daryono mengatakan warga perlu waspada dan memahami karakter gempa serta langkah mitigasi. "Jadi ketika terjadi gempa tidak gagap atau gugup," katanya, Kamis, 25 Januari 2018.
Gempa di perairan selatan Jawa Barat-Banten umumnya berskala magnitudo 2 hingga 4. Gempa berkekuatan skala 5 lebih termasuk jarang. Sebelum gempa Lebak pada Selasa lalu sebesar 6,1 skala Richter, ada gempa Tasikmalaya berskala 6,9 SR pada medio Desember 2017.
Kedua gempa tersebut, menurut catatan BMKG, akibat subduksi atau penunjaman lempeng Indo-Australia ke lempeng Eurasia dan berdampak pada kerusakan bangunan.
Jenis gempa lain di selatan Jawa adalah tipe tsunami earthquake seperti di Pangandaran pada 2006, juga gempa di luar palung. Menurut peneliti gempa dari Institut Teknologi Bandung, Rahma Hanifa, sesar atau patahan di darat bagian selatan yang perlu diwaspadai adalah sesar Cimandiri dan sesar Garut Selatan.
Adapun jenis gempa lain yang paling ditakuti dari selatan Jawa adalah megathrust. "Potensinya bermagnitudo 8,7," katanya.
Meskipun dalam kurun waktu 300 tahun terakhir tidak ada riwayatnya, para ahli gempa meyakini gempa megathrust akan terjadi. Pengalaman gempa megathrust Aceh, kata Rahma, terjadi setelah 700 tahun.
Segmen megathrust selatan Jawa terbagi atas tiga, yaitu Selat Sunda-Pangandaran sekitar 200-300 kilometer dengan kedalaman 50 kilometer, kemudian segmen Pangandaran-Pacitan, dan segmen Pacitan-Bali.
Simak artikel lain tentang gempa di Tempo.co.