Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Moskow - Ilmuwan kini memiliki gagasan yang lebih baik tentang seberapa kuat nuklir yang dibutuhkan untuk menghadang asteroid yang masuk ke Bumi, sebagaimana dilaporkan Space, 14 Maret 2018.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Periset di Rusia telah memodelkan penghancuran batuan antariksa berbahaya di dalam lab, menggunakan replika asteroid kecil dan ledakan laser untuk meniru efek hulu ledak nuklir.
Baca: Ilmuwan: NASA Tak Bakal Bisa Membelokkan Asteroid Masa Depan
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tim tersebut menetapkan, antara lain, bahwa butuh bom nuklir 3 megaton untuk melenyapkan asteroid berukuran 650 kaki atau 200 meter. Dan kekuatan destruktif nuklir akan meningkat dengan meledak di dalam kawah atau rongga di dalam batuan antariksa.
Untuk perspektif, bom atom yang diturunkan Amerika Serikat di kota Hiroshima dan Nagasaki Jepang selama Perang Dunia II memiliki hasil eksplosif sekitar 15 kiloton dan 20 kiloton. Satu megaton setara dengan 1.000 kiloton.
Senjata nuklir paling kuat yang pernah dibangun, bom hidrogen "Tsar Bomba" dari Uni Soviet, menghasilkan sekitar 50 megaton.
Untuk studi baru ini, para periset memproduksi asteroid buatan kecil, mendasarkan struktur dan komposisinya pada sebongkah batuan antariksa yang meledak di kota Chelyabinsk Rusia pada bulan Februari 2013. Meteor yang digunakan tim tersebut ditemukan dari dasar Danau Chebarkul Rusia.
Tim peneliti kemudian menempatkan asteroid buatan mereka, yang memiliki berbagai bentuk, di ruang vakum dan menyerangnya dengan pulsa laser singkat. Para ilmuwan menemukan bahwa ledakan laser 500 joule per gram diperlukan untuk memecah batuan model jadi 0,3 inci hingga 0,4 inci (8 sampai 10 milimeter), jika ledakan itu diarahkan ke rongga di "asteroid”. Tanpa rongga, energi yang diperlukan adalah sekitar 650 joule per gram.
Para peneliti membuat skala hasil ini untuk sampai pada kesimpulan mereka mengenai asteroid berukuran 650 kaki.
Studi baru ini - yang diterbitkan dalam Journal of Experimental and Teoretical Physics edisi Rusia - akan segera muncul dalam jurnal versi bahasa Inggris.
Di masa depan, para peneliti berencana untuk memperluas eksperimen mereka ke batuan antariksa logam, dan untuk menyelidiki secara lebih mendalam bagaimana bentuk asteroid dan rongganya dapat mempengaruhi usaha nuklir itu.
"Dengan mengakumulasi koefisien dan dependensi untuk asteroid dari jenis yang berbeda, kami memungkinkan pemodelan cepat ledakan itu sehingga kriteria penghancuran dapat dihitung dengan segera,” ujar salah satu penulis studi Vladimir Yufa, seorang profesor di departemen Fisika Terapan dan departemen Sistem Laser dan Bahan Terstruktur di Institut Fisika dan Teknologi Moskow.
"Kami juga melihat kemungkinan untuk membelokkan sebuah asteroid tanpa menghancurkannya dan berharap untuk keterlibatan internasional," tambah Yufa.
Tapi defleksi mungkin tidak layak dilakukan dalam beberapa skenario, menurut para astronom. Jika asteroid yang sangat besar ditemukan beberapa minggu sebelum dampak potensial, misalnya, menghancurkannya dengan nuklir mungkin merupakan satu-satunya pilihan manusia.
SPACE