Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sekelompok anak mu-da lulusan Institut Teknologi Bandung dan Universitas Padjadjaran, Bandung, memanfaatkan limbah ka-yu yang mengandung selulosa untuk membuat papan. Menerapkan teknologi ramah lingkungan, mereka memakai jamur sebagai perekat alami bahan papan tersebut.
Mereka meracik material papan dari limbah tanaman berserat kasar seperti kelapa sawit, tebu, dan kelapa. Hasilnya adalah papan bernama Biobo alias Bio Board. “Inspirasi awalnya dari pembuatan tempe yang memakai jamur,” kata alumnus program studi arsitektur ITB, Adi Reza Nugroho, pada Selasa, 9 April lalu.
Produsen tempe memakai jamur Rhizopus oryzae untuk menyatukan bulir kedelai. Dengan prinsip kerja serupa, Adi dan rekan-rekannya memanfaatkan jamur Basidiomycota untuk merekatkan cacahan dan limbah serbuk kayu. “Barang jadinya dikenal sebagai papan komposit,” ujar Arekha Bentang, lulusan bioteknologi ITB.
Jamur Perekat Panel Kayu/ilustrasi: djunaedi
Biobo merupakan salah satu hasil startup Mycotech yang didirikan Adi bersama Arekha, Ronaldiaz Hartantyo, Robbi Zidna Ilman, dan Annisa Wibi Ismarlanti. Riset papan komposit dilakukan sejak lima tahun lalu bekerja sama dengan Badan Pengkajian dan Penerap-an Teknologi, Future Cities -Laboratory dari Singapura, serta Eidgenössische Technische Hochschule Zürich dari Swiss.
Penggunaan jamur sebagai perekat alami menggantikan lem kimia dalam pembuatan papan. Kreasi Mycotech menunjukkan ada cara pemanfaatan limbah alami menjadi bahan bangunan yang kuat, tidak beracun, ramah lingkungan, dan rendah emisi karbon dalam proses pembuatannya. “Riset kami terus mengembangkan jamur yang lebih efektif dan pengolahan produk lain,” ucap Arekha.
Papan komposit itu bisa dibuat dalam ukuran berapa pun. Meski demikian, Mycotech belum memproduksi Biobo secara massal. Papan dibuat berdasarkan pesanan. Mereka pernah membuat Biobo berukuran hingga 100 meter persegi sebagai hiasan dinding luar bangunan di Bali.
Menurut Adi, papan komposit Biobo lebih ringan daripada gipsum, lebih kuat, tidak getas, dan tahan air. Panel Biobo dihargai Rp 500 ribu untuk luas per 4 meter persegi. Pada 2017, Mycotech meraup sekitar US$ 80 ribu berkat Biobo. “Enggak terlalu besar, lumayan buat produk yang naik dari skala laboratorium ke pilot project,” tuturnya.
Penggunaan limbah kayu itu berawal dari usaha perdana Adi dan kawan-kawannya membuat media tanam jamur Growbox pada 2012. Dengan Growbox, mereka mengajak publik menanam tumbuhan yang bisa dimakan, mudah dirawat, dan elok ditempatkan di dalam kamar. Dengan proyek Grow Your Own Food, mereka menyuguhkan aneka jamur tiram.
Sebelum memproduksi Biobo, Mycotech membuat purwarupa panel blok yang dirancang sebagai pilar penyangga bernama MycoTree. “Proses pembuat-an dan bahannya sama, beda ukuran saja,” ujar Arekha. Tanpa paku, mur, dan baut, pilar yang juga menawan sebagai hiasan ruangan itu sanggup menahan beban hingga 16 ton.
MycoTree menyedot perhatian pengunjung dalam acara Seoul Biennale Architecture 2017. Menurut Adi, mereka kini bersiap memasang kembali “pohon” pilar itu untuk memenuhi undangan pameran di Jerman dan Prancis. “Di museum Futurium yang akan dibuka di Berlin mungkin akan dipasang permanen,” katanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo