JEMBATAN timbang Bekasi sepantasnya melayani 30 truk saja
perjam. Tapi jalur utara, Jakarta-Cikampek itu sangat padat.
Tentu saja banyak kendaraan harus antre, mengakihatkan
laluintas sering macet.
Hal seperti ini menjadi alasan pemerintah untuk mengurangi
jumlah jembatan timbang--dari 173 jadi 55 saja-seperti diumumkan
Menteri Perhubungan Roesmin Nurjadin pekan lalu. Alasan lain
Pungli oleh petugas di situ rupanya sulit diberantas.
Jembatan timbang berfungsi mengecek apakah muatannya sesuai
dengan kemampuan jalan, sekaligus membuat statistik arus barang
dan kendaraan. Fungsi itu, menurut Roesmin Nurjadin, akan
diteruskan oleh jembatan timbang yang masih tersisa, tapi dengan
"cara lain". Belum jelas bagaimana.
Di Bandung, Lembaga Instrumentasi Nasional (LIN) LIPI sedang
merancang sebuah jembatan timbang dinamis yang diharapkan mampu
mengurangi kemacetan lalu-lintas, dan--ini paling penting--
"antipungli". Di sini dipadukan sistem mekanik (yang dipakai
jembatan timbang lama) dengan elektronik, dan komputer.
Bisiknya berupa lempengan jembatan timbang seperti biasa.
Keempat sudutnya yang akan disangga oleh load cell, logam khusus
berbentuk silinder dengan penampang 15 cm dan tinggi 25 cm.
Ketika roda truk menginjak lempeng itu, bobot (truk) akan
menekan penampang jembatan, load cell, yang menyebabkannya
mengerut -- kecil sekali mungkin hanya sepersekian milimeter-dan
ini menimbulkan kejutan elektronik yang diteruskan oleh kabel
listrik ke alat ukur elektronik. Dari situ secara otomatis, data
diteruskan ke sistem kontrol, mikro prosesor (komputer mini),
yang akan mengolahnya menjadi hasil timbangan lengkap dengan
jam, hari, tanggal, dan tahun penimbangan. Semua ini akan jelas
tertera pada sebuah layar peragaan (display), bersamaan pula
semua data itu terekam pada sebuah alat pencatat (trinter).
Menurut sumber di LIN LIPI, data yang tersimpan pada alat
pencatat itu bisa diperiksa sebulan sekali dan bisa diketahui
hasil kerja sebuah jembatan timbang selengkapnya. Misalnya,
berapa truk yang lebih muatan, berapa ton kelebihannya, dan
kapan persisnya terjadi. "Pemeriksaannya bisa saja dilakukan
oleh Inspektur Opstib," kata orang LIN itu sambil tertawa.
Lagipula, karena kepekaan peralatan elektronik dan pengolahan
dengan komputer, kendaraan yang sedang ditimbang tak perlu
berhenti seperti selama ini. Semua data terekam sambil kendaraan
melintas, asalkan jangan melebihi kecepatan 10 km per jam.
Sehingga jembatan ini mampu menimbang 60-an kendaraan per jam.
Dan akan berkurang kemacetan selama ini.
Sistem ini tergolong sederhana. Hanya load cell yang harus
diimpor. Semua perangkat lainnya bisa dibikin oleh LIN di
Bandung. Harganya--di luar bangunan sipil seperti lokasi dan
kantor-cuma Rp 10 juta. Masih murah keseluruhannya, dibandingkan
dengan jembatan timbang sekarang yang membutuhkan bangunan sipil
yang besar dan lokasi yang luas.
Yang baru ini meminta bangunan sipil yang kecil saja. Dan bisa
dijaga oleh seorang petugas. Bahkan, kata Mohamad Mamun,Kepala
Divisi Kerjasama Teknik LIN LIPI, "jembatan timbang dengan
sistem baru ini bisa dipasang di tepi jalan yang sedikit
dilebarkan." Tapi, tentu saja, peralatan baru bisa dipasangkan
pada jembatan timbang yang lama, dengan sedikit modifikasi.
LIN LIPI konon berhasrat dalam waktu dekat "menjual" gagasannya
kepada Laksamana Soedomo.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini