Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Buat konsumen ponsel, tentu saja preseden itu amat penting. Sebagaimana diketahui, selama ini banyak ponsel yang hilang ataupun dicuri, tapi tak kunjung bisa dilacak lagi. Kepada majalah ini pun seorang pembaca pernah menulis surat keluhan, pekan lalu. Ia mengaku merasa kecewa terhadap pelayanan PT Telkomsel. Gara-garanya, ia kehilangan ponsel berisi kartu seluler GSM prabayar Simpati keluaran Telkomsel. Tapi, sewaktu ia mencoba meminta bantuan Telkomsel, operator perusahaan itu menyatakan perusahaannya tak bisa memblokir kartu yang hilang. Alasannya, kartu Simpati dianggap seperti "kartu tanpa pemilik". Jadi, begitu kartu hilang, Telkomsel tak mungkin melacaknya. Alhasil, tiada pilihan lain buat pelanggan kecuali membeli lagi kartu yang baru.
Ternyata, Roy Suryo punya pengalaman lain. Awalnya, dosen di Fakultas Media Rekam dan Multimedia ISI itu kehilangan ponsel di dalam bus sewaktu melakukan perjalanan dari Yogyakarta ke Bali, awal Maret 2000. Rupanya, ponselnya yang berisi kartu prabayar Simpati, berikut barang miliknya yang lain, yakni komputer notebook, handy talkie, dan sejumlah uang, digasak serombongan pencoleng.
Sadar bahwa ponsel adalah produk teknologi yang bisa dilacak jejaknya, Roy pun berupaya memburunya. Tentu saja pengamat teknologi dan komunikasi yang pernah ikut menguji suara dalam kasus penyadapan telepon Habibie-Andi M. Ghalib dan rekaman pembicaraan A.A. Baramuli-Setya Novanto itu bekerja sama dengan pihak Telkomsel dan PT Telkom.
Semula, kerja sama untuk melacak ponsel hilang itu terganjal masalah teknis. Soalnya, berbeda dengan kartu pascabayar (Kartu Halo), yang punya sistem pelacak dan perekam lalu lintas percakapan (CDRI), kartu Simpati tidak memiliki sistem itu. Jadi, selama ini lalu lintas percakapan sistem kartu prabayar tidak bisa dideteksi.
Namun, Roy belum patah semangat. Ia lantas mengutak-atik metode block diagram pada kartu pascabayar. Block diagram merupakan suatu hasil cetak biru yang menjelaskan prinsip kerja kartu ponsel, termasuk sistem billing, mekanisme pemblokiran, dan perekaman lalu lintas percakapan. Hasilnya, Roy bisa membuat kartu prabayar memiliki sistem CDRI. Dari situlah ia kemudian berhasil memperoleh data aktivitas nomor Simpati miliknya yang hilang. Berbagai nomor teleponbaik telepon biasa maupun seluleryang menghubungi dan dihubungi lewat ponsel miliknya itu pun, lengkap dengan nama dan alamat rumah si penghubung, bisa diketahui Roy.
Dari data itu, Roy lantas mengecek hubungan antara pelaku yang menguasai ponselnya dan orang yang ditelepon pelaku. Asumsinya, bila si pencuri menghubungi nomor X dan kemudian setelah dicek di data ternyata si X menelepon balik si pencuri, bisa diduga ada hubungan antara mereka. Dengan cara itulah, selama sebulan, akhirnya Roy memperoleh nama-nama tersangka yang dicurigai telah mencuri ponselnya.
Segera Roy meminta bantuan polisi Yogyakarta untuk menjaring orang-orang dimaksud, sekaligus menginterogasinya. Ya, "Dengan sedikit gertakan, he-he-he .," tutur Roy, bercanda. Alhasil, polisi berhasil mendeteksi tersangka utama kasus pencurian ponsel tersebut, yakni seorang bekas tentara dan seorang insinyur.
Semua barang Roy yang digasak komplotan itu, termasuk ponsel berkartu prabayar Simpati itu, akhirnya bisa kembali ke tangan Roy. Sayang, sampai kini polisi belum terdengar menangkap ataupun menahan tersangka. Memang, itu menjadi urusan penegakan hukum oleh polisi.
Masalah yang lebih penting adalah sistem CDRI dan block diagram, yang ternyata bisa diterapkan pula pada ponsel berkartu prabayar. Kalau demikian halnya, mestinya pengalaman Roy bisa dijadikan contoh bagi pelanggan ponsel lainnya yang mengalami kasus serupa. Tentu Telkomsel dan Telkom tak bisa lagi berkilah tentang sistem CDRI, yang sebenarnya tak rumit itu. Apalagi, Undang-Undang Perlindungan Konsumen sekarang sudah berlaku.
Wicaksono
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo