Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Merebut Warisan Saham Dunkin

Istri almarhum Direktur Utama Dunkin Donuts menuntut harta dan sahamnya. Tapi lawannya menuding dia telah memfitnah dan tak tahu balas budi.

11 Juni 2000 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

HAMPIR dua tahun ini Endah Rona Wulan, 34 tahun, diliputi keresahan. Kekalutannya bukan sekadar lantaran luka parah yang masih dideritanya akibat dua kecelakaan lalu lintas pada 1998, tapi lebih karena harta peninggalan almarhum suaminya, Jen Loeng Tanuwidjaja, tak kunjung bisa diperolehnya. Harta bernilai belasan miliar rupiah itu, termasuk saham 10 persen di PT Dunkindo Lestari—produsen waralaba Dunkin Donuts—hingga kini dikuasai oleh kerabat suaminya. Semasa hidupnya, Jen Loeng menjabat sebagai Direktur Utama PT Dunkindo Lestari. Di perusahaan pembuat donat Dunkin itu, Jen Loeng juga pemilik saham 10 persen. Pemilik saham lainnya, masing-masing sebesar 80 persen dan 10 persen, adalah paman dan tante Jen Loeng, yakni Tan Po Lian dan Tan Po Sian. Tapi, setelah Jen Loeng meninggal dunia, menurut Endah, dia dikucilkan dan haknya sebagai ahli waris tunggal Jen Loeng dikesampingkan oleh keluarga Jen Loeng. Jen Loeng wafat pada usia 34 tahun dalam suatu kecelakaan mobil di Dubai, Uni Emirat Arab, 8 Oktober 1998. Di dalam mobil yang ban kiri belakangnya pecah itu, ada Tan Po Lian dan Endah. Mereka usai mengikuti konferensi Dunkin Donuts sedunia di Dubai. Akibat kejadian itu, Tan Po Lian mengalami luka di kepala. Sedangkan Endah, yang kakinya belum sembuh akibat kecelakaan lalu lintas pada Februari 1998, mengalami luka parah. Kecelakaan itu sangat memukul Endah, yang baru dua tahun mengarungi bahtera rumah tangga bersama Jen Loeng. Mereka menikah secara Islam di Kantor Urusan Agama Kelapagading, Jakarta Utara, pada 8 September 1996. Meski belum dikaruniai anak, Endah merasa berbahagia dengan sang suami. Selain menjadi Kepala Puskesmas di Pasarbaru Tangerang, Endah, yang dokter akupuntur, acap membantu bisnis suaminya. Dan lazimnya para istri pengusaha, dia pun terjun dalam bisnis valuta asing. Setelah kepergian Jen Loeng, nestapa beruntun menerpa Endah. Itu gara-gara pihak keluarga almarhum suaminya menguasai pelbagai harta peninggalan Almarhum, mulai gaji, saham berikut dividen, asuransi, sampai beberapa kontrak bisnis Almarhum. Brankas Almarhum yang berisi nomor-nomor rekening bank, catatan utang-piutang, saham di beberapa perusahaan, tabungan, dan deposito juga ''disita" mereka. Bahkan, deposito Endah senilai Rp 1 miliar di Bank Global pun telah ditransfer ke rekening mereka di Singapura. Padahal, ''Deposito itu berasal dari uang saya dan keluarga saya," ujar Endah. Barang yang masih bisa dikuasai Endah hanyalah sebuah mobil sedan BMW dan rumah di daerah Pademangan, Jakarta Barat. Berkali-kali Endah mencoba menuntut haknya. Tapi salah seorang dari kerabat suaminya menyatakan, Endah tak berhak atas harta peninggalan Jen Loeng. Sebab, pernikahannya dengan Jen Loeng tak pernah diakui oleh kerabatnya, yang masih terikat tradisi Tionghoa. Merasa sudah patah arang, akhirnya Endah menuntut ke Pengadilan Agama Jakarta Utara. Ternyata, pada 3 Oktober 1999, pengadilan menetapkannya sebagai ahli waris tunggal almarhum Jen Loeng. Selain itu, Endah juga melaporkan Tan Po Lian dan Tan Po Sian ke Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia. Mereka dituduh telah menggelapkan warisan yang menjadi hak Endah. Namun, cerita Endah dibantah keras oleh kuasa hukum Tan Po Lian dan Tan Po Sian, Denny Azany B. Latief. Menurut Denny, Endah telah memutarbalikkan fakta. ''Tak sepeser pun milik Endah diambil oleh klien saya. Sebagai pemilik mayoritas Dunkin Donuts, buat apa Tan Po Lian meributkan uang yang cuma satu-dua miliar rupiah?" katanya. Yang terjadi, kata Denny, justru kliennya bersama Dunkin Donuts telah berusaha semaksimal mungkin untuk mengurus kepentingan Endah dan almarhum Jen Loeng, termasuk pula urusan perawatan Jen Loeng di rumah sakit setelah kecelakaan sampai pemakamannya. Adapun soal berbagai barang yang disebut-sebut Endah sebagai peninggalan Almarhum, menurut Denny, sebenarnya masih terhitung milik perusahaan. Demikian pula saham sebesar 10 persen di Dunkin Donuts, kata Denny, sesungguhnya hanya satu persen. Uang pembelian saham itu pun berasal dari kocek Tan Po Lian, yang telah mendidik dan membesarkan Jen Loeng serta mempromosikannya menjadi direktur utama. Sampai kini, tutur Denny, Dunkin Donuts masih meneliti bagian dari barang dimaksud yang benar-benar milik Almarhum. Perhitungan itu termasuk pula besarnya kewajiban (utang) Almarhum. Dari situ kelak bisa diketahui bagian yang harus diserahkan kepada Endah. Dengan catatan, penetapan Endah sebagai ahli waris Almarhum pun telah berkekuatan tetap. Jadi, ''Tak benar bila klien saya dianggap mempersoalkan perbedaan hukum dan agama," Denny menambahkan. Happy S., Tomi Lebang, dan Dwi Wiyana

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus