Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kemampuan mencetak dengan kualitas offset, dalam jumlah sedikit, dengan harga bersaing, dan menghasilkan untung ini merupakan terobosan baru di bidang percetakan. Sebab, mesin cetak offset yang konvensional dikenal hanya mampu menghasilkan mutu cetak tinggi dengan harga murah pada volume tinggi saja. Soalnya, untuk melakukan pencetakan, perlu dibuat film dahulu, lalu film itu digunakan untuk membuat pelat cetak yang akan dilekatkan pada gilingan mesin cetak. Karena harga bahan dan pembuatan film serta pelat ini tidak murah, hanya pada volume tinggi saja biaya pencetakan offset dapat bersaing. Apalagi metode konvensional ini biasanya baru menghasilkan mutu yang baik bila mesin telah berputar cukup lama sehingga tinta yang dikucurkan melalui plate sudah terdistribusi merata dan stabil.
Kini, para produsen mesin cetak melakukan terobosan dengan menggunakan teknologi digital. Dengan cara baru ini, penggunaan film dan pelat tak lagi diperlukan dan tinta sudah terdistribusi merata pada cetakan halaman pertama. "Sebetulnya ini merupakan peningkatan dari teknologi yang digunakan pada mesin fotokopi," kata Steve Talacka.
Sebelum teknologi cetak offset digital hadir, memang terdapat perbedaan yang mendasar antara teknologi offset konvensional dan teknologi mesin fotokopi. Utamanya adalah karena mesin fotokopi menggunakan tinta keringberupa bubuksedangkan offset memakai tinta cair, yang harganya lebih murah. Ini menyebabkan kualitas offset satu kelas lebih unggul di atas teknologi kopi, dengan biaya lebih rendah pada volume tinggi.
Terobosan yang dilakukan mesin cetak offset digital adalah penggunaan teknologi fotokopi (artinya tidak memakai film dan pelat) yang disempurnakan hingga dapat menggunakan tinta cair. Walhasil, yang didapat adalah mutu cetak sekelas offset dengan ongkos bersaing pada volume berapa pun.
"Makanya, ongkos cetak yang saya berikan kepada pelanggan yang mencetak satu buku dan 500 buku sama saja," kata Steve Talacka, yang bekerja di percetakan di Kota Dallas, negara bagian Pennsylvania, Amerika Serikat. Hanya, ongkos per bukunya mungkin berbeda karena selain biaya cetak juga dikenai ongkos pracetak, yang besarnya beragam dari gratisbila pelanggan sudah mempunyai naskah berbentuk elektroniknyahingga U$ 50, jika pelanggan sudah memiliki buku dalam bentuk kertas asli yang perlu dipindai (scanning) ke bentuk elektronik. Biaya cetak satu buku setebal hampir 300 halaman tak sampai U$ 3.
Harga bersaing dengan kualitas tinggi pada volume rendah ini menyebabkan OPMI menetapkan pencetakan buku di bawah 3.500 buah dilakukan di mesin offset digital. "Kalau di atas 3.500, lebih baik di mesin offset konvensional saja," kata Steve Talacka. Sebab, kelemahan teknologi digital saat ini dibandingkan dengan yang konvensional adalah kecepatan cetaknya. Mesin cetak offset digital tercepat saat ini, yang dibuat oleh Indigo, adalah sekitar 5.000 halaman per jam, sedangkan yang konvensionaldari berbagai merekumumnya mampu hingga sepuluh kali lebih cepat.
Namun, kecepatan rendah ini tak menjadi faktor penting pada volume rendah. Mesin Xerox yang digunakan OPMI mampu mencetak buku satu buah setiap menit. Tak mengherankan jika sudah lebih dari 20 ribu unit mesin cetak offset digital terjual. Ada toko buku yang menggunakannya untuk mencetak buku-buku yang sudah tak beredar lagi hanya bila ada pemesannya (print on demand), ada pula yang menggunakannya untuk mencetak buku panduan (manual), atau menyelamatkan dokumen penting. Para pakar Xerox, misalnya, memperkirakan di Eropa saja terdapat lebih dari satu miliar dokumen penting yang terancam hancur karena dicetak di kertas dengan derajat keasaman tinggi yang perlu diselamatkan.
Bagaimana di Indonesia? Tampaknya belum ada pakar yang punya perkiraan meyakinkan. Yang pasti, menurut Ir. Mario Alisjahbana, teknologi cetak volume rendah ini "mungkin masih terlalu mahal untuk kebanyakan penerbit dan percetakan di Indonesia." Soalnya, menurut Presiden Direktur PT Dian Rakyat ini, "Kendati mampu melakukan pencetakan dalam volume kecil dengan harga bersaing, tetap saja memerlukan volume besar secara total untuk memetik keuntungan."
Penjelasan senada juga dinyatakan Steve Talacka. Untuk menjamin mesin yang terdiri atas empat bagian inipencetak warna halaman judul, pencetak hitam-putih halaman isi, penjilid, dan pemotongmenghasilkan untung, "Di tempat saya, satu mesin harus mencetak lebih dari 15 ribu buku sebulan."
Bukan jumlah kecil bagi kebanyakan penerbitan dan percetakan di republik ini.
Bambang Harymurti (Dusseldorf)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo