Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DI usianya yang hampir genap tujuh dekade, Surani semestinya tak perlu menghabiskan waktu mengurus pembuatan kartu identitas. Warga Kecamatan Gondokusuman, Yogyakarta, ini memang memiliki kartu tanda penduduk yang berlaku seumur hidup—yang diberikan kepada warga berusia di atas enam puluh tahun. Tapi, Selasa siang pekan lalu, Surani mendapat panggilan dari kantor kecamatan untuk mengganti KTP sekaligus dipotret dan diminta memberikan sidik jari. ”Prosesnya lama, belum lagi petugasnya ngasih tahu KTP baru akan dikirim dari Jakarta sebulan lagi,” katanya, sambil bergegas pulang.
Sejak 16 Desember lalu, kantor Camat Gondokusuman diserbu ribuan penduduk yang mengurus penggantian kartu identitas mereka dengan KTP bernomor tunggal. Kartu baru ini dilengkapi cip berisi sidik jari dan data pemiliknya. Sampai 18 Januari nanti, 42 ribu penduduk berusia tujuh belas tahun ke atas harus memberikan sidik jari. Keterbatasan kamera dan perekam sidik jari membuat pelayanan molor dari seharusnya selesai pukul 4 sore menjadi tepat tengah malam. ”Kasihan, ada yang mengeluh kepanasan, kelaparan, dan kelelahan,” kata Yunianto Dwisutono, Camat Gondokusuman.
Pembuatan kartu identitas bernomor tunggal di Gondokusuman itu merupakan uji coba sistem informasi dan administrasi kependudukan (SIAK) yang digelar Departemen Dalam Negeri, bekerja sama dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Sistem tersebut dibuat untuk menertibkan data dan administrasi kependudukan, sekaligus mencegah adanya penyalahgunaan kartu identitas dan kepemilikan identitas lebih dari satu. Selain itu, ada lima daerah yang menjalankan uji coba atau disebut juga uji petik, yaitu Kota Denpasar, Makassar, Padang, Kabupaten Cirebon, dan Jembrana.
Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi menyatakan, pada pengujung 2011, pembuatan nomor induk kependudukan tunggal di seluruh Indonesia—meliputi 170 juta penduduk—ditargetkan selesai. ”Setiap warga akan memperoleh nomor induk sebagai identitas tunggal, yang menjadi rujukan bagi pengurusan administrasi di tiap instansi,” katanya. Sesuai dengan Undang-Undang 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan, pemerintah wajib memberikan nomor induk kependudukan pada tiap warga. Pemberian nomor induk itu dilakukan selambat-lambatnya lima tahun setelah pemberlakuan undang-undang tersebut.
Menurut Gamawan, pemerintah masih merancang sistem kartu yang akan diberikan kepada penduduk. Kartu tersebut berjenis biometrik, memiliki cip, dan berpengaman. Di sejumlah negara, kartu jenis ini digunakan untuk paspor, antara lain di Malaysia, Amerika Serikat, Australia, dan Inggris.
Kepala Bidang Sistem Informasi dan Komputasi BPPT Dwi Handoko mengatakan kartu dirancang mirip kartu anjungan tunai mandiri atau kartu kredit. ”Tapi supaya cipnya aman dari gesekan atau kotoran, kami tempatkan di dalam kartu, jadi tidak terlihat,” kata Dwi, yang bertugas merancang kartu biometrik itu.
Dwi mengatakan SIAK bertujuan membuat sistem pengenal tunggal berupa nomor induk kependudukan yang akan menjadi identitas tunggal penduduk. Nomor induk ini menjadi prasyarat utama bagi database kependudukan nasional yang berbasis registrasi dan menjadi instrumen serta pengesahan jati diri seseorang yang dicantumkan dalam setiap dokumen. Nomor induk ini juga akan menjadi rujukan bagi nomor pokok wajib pajak, penerbitan paspor, surat izin mengemudi, polis asuransi, sertifikat hak atas tanah, dan aneka dokumen lainnya. ”Nomor induk menjadi kunci akses dalam pelayanan publik di semua bidang,” katanya.
Teknologi yang digunakan dalam pembuatan kartu identitas biometrik ini sebenarnya sudah digunakan dalam pembuatan paspor sejak 2006. Menurut Dwi, teknologi biometrik digunakan untuk mengenali dan otentifikasi jati diri pemegang kartu identitas tersebut sehingga tak bisa disalahgunakan oleh orang lain. Sebelum memiliki KTP, setiap orang diharuskan memberikan sidik sepuluh jarinya. Data sidik jari inilah yang disimpan di kartu cip mikro untuk mencegah penyalahgunaan kartu pengenal itu. Pemegang kartu identitas dapat diuji dengan sidik jarinya bahwa ia memang pemilik kartu yang dibawanya.
Selain proses otentifikasi, pendataan sidik jari dilakukan untuk mencegah adanya kartu identitas ganda. Data sidik jari yang diberikan seorang pembuat KTP di kantor kecamatan akan dikirim ke kabupaten/kota untuk diverifikasi apakah ada kesamaan dengan data pada database. Setelah lolos dari kabupaten, data itu dikirim ke provinsi hingga ke pusat data di Jakarta untuk verifikasi akhir. Inilah yang membuat proses pengurusan kartu pengenal memakan waktu lebih lama. Waktu pengurusan bisa menjadi lebih cepat jika kantor kecamatan, kabupaten/kota, provinsi, hingga Jakarta terhubung secara online.
Meski memakan waktu lama, Dwi yakin cara ini bisa mencegah penggandaan kartu identitas. ”Jika data sidik jari pembuat KTP sudah ada di database, otomatis ia tidak akan mendapat kartu identitas baru,” kata Dwi. Ia mengatakan, kalaupun di kemudian hari ditemukan KTP ganda, sangat mudah melacak siapa yang membuatnya. Kartu identitas biometrik ini sangat membantu upaya petugas keamanan, misalnya, karena bisa menekan mobilitas teroris yang kerap memakai KTP ganda. Di bidang politik, dengan kartu pengenal tunggal ini, kisruh pemilihan umum akibat penggunaan kartu identitas ganda bisa dihindari.
Bila KTP dengan nomor identitas tunggal sudah diberlakukan, sangat mudah bagi pemerintah memperoleh data kependudukan yang valid, sebagai landasan untuk mengambil kebijakan. Selain itu, dengan jaringan Internet yang tersedia, seperti di Kabupaten Jembrana, Bali, kartu identitas bisa digunakan sebagai tanda bukti pemilih dalam pemilu. ”Komisi Pemilihan Umum tak perlu lagi mendata dan membuat kartu pemilih, ini mengurangi biaya,” kata Bupati Jembrana I Gde Winasa.
Adek Media, Pito Agustin (Yogyakarta)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo