Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

Kerja Kurang, Gaji Tinggi

Dr. chris manning dari pusat penelitian & studi kependudukan UGM, mengadakan penelitian tentang keadaan pegawai negeri di Indonesia, dikatakan pegawai negeri merupakan penganggur-penganggur tersembunyi. (ilt)

6 November 1982 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PEGAWAI negeri sebenarnya penganggur-penganggur tersembunyi? Pertanyaan irii bisa muncul jika melihat hasil penelitian Dr. Chris Manning dan kawan-kawan dari Pusat Penelitian dan Studi Kependudukan Universitas Gadjah Mada yang dibacakan pekan lalu di depan staf dan undangan terbatas. Menurut penelitian itu, lebih 50% pegawai negeri yang dijadikan responden bekerja kurang dari 35 jam seminggu, malah 17% kurang dari 25 jam. Mereka terutama terdiri dari pekerja administrasi (26% bekerja kurang dari 25 jam sedang 64% kurang dari 35 jam) dan guru. Hingga menurut ukuran itu, banyak pegawai negeri sebenarnya termasuk setengah penganggur atau "penganggur tersembunyi", karena bekerja kurang dari 35 jam seminggu. Menurut ketentuan pemerintah, seorang pegawai negeri minimal harus bekerja 37 « jam selama enam hari kerja. Namun Manning, 37 tahun, doktor dalam ilmu ekonomi perburuhan dari Australian National University yang kini menjadi staf PPS Kependudukan UGM, tampaknya sangat berhati-hati mengambil kesimpulan. "Hasil penelitian ini tak bisa memberi gambaran itu keadaan pegawai negeri di seluruh Indonesia," ujarnya. "Juga tidak semua pegawai negeri di Yogyakarta ini punyajam kerja produktif seperti itu. Ini satu kasus yang ditemukan dari suatu penelitian di sebuah kampung," tambahnya. Dibantu dua dosen Fakultas Geografi UGM, Drs. Tadjuddin dan Drs. Tukiran, Chris antara September 1981 sampaiJanuari 1982 meneliti sebuah kampung di tengah kota Yogyakarta. Judul hasil penelitian itu "Struktur Pekerjaan, Sektor Informal dan Kemiskinan di kota: Sebuah Studi Kasus di Diraprajan, Yogyakarta". Tujuan penelitian ini hendak mempelajari sampai berapa jauh konsep sektor informal berguna bagi analisa perilaku ekonomi dan struktur sosialekonomi di kota. Diraprajan sendiri merupakan nama samaran. Dari kampung ini diambil 534 responden (60% dari keluarga yang lakilakinya bekerja). Mereka antara lain terdiri dari 97 pegawai negeri (27 di antaranya guru), sopir, pelayan toko, buruh, calo, tukang becak dan penjual keliling. Dari berbagai profesi ini, ternyata yang paling panjang jam kerjanya adalah sopir, buruh pabrik dan penjual keliling. Diluar dugaan peneliti, jam kerja tukang becak ternyata pendek. "Mungkin karena mereka lebih banyak menunggu dibanding sopir colt yang bergerak mencari penumpang," kata Chris. Definisi jam kerja dalam penelitian ini adalah jam kerja produktif. Waktu makan dan membaca koran misalnya, tidak dihitung. Buat guru, jam persiapan di rumah sebelum mengajar juga tidak dihitung. Mungkin itu yang menyebabkan jam kerja mereka tergolong pendek. WALAU jam kerja mereka pendek penghasilan pegawai negeri termasuk guru ternyata palmg tinggi 84% di atas Rp 10.000 per minggu. Bahkan 22% di antaranya berpenghasilan di atas Rp 25.000 per minggu. Dari 27 guru, 89% berpenghasilan di atas Rp 15.000 per minggu, 7% antara Rp 10.000 -- Rp 15.000. Cuma 4% berpenghasilan kurang dari Rp 5.000 per minggu. Penghasilan pegawai swasta ternyata lebih rendah dibanding pegawai negeri. "Tidak heran kalau angkatan muda pekerja bertumpu pada cita-cita menjadi pegawai negeri," kata Chris. Pengangguran tersembunyi pada pegawai negeri terutama yang terdapat pada staf administrasi, menurut Chris, karena memang pekerjaan mereka kurang. Pada hari-hari tertentu bahkan sangat kurang hingga "sering mondar-mandir, ngobrol dan pulang sebelum waktunya," katanya. "Saya kira kampung-kampung di pusat kota di Indonesia keadaannya tak jauh berbeda dari ini." Penelitian yang belum tuntas diolah tersebut memang tak meneliti khusus mengenai produktivitas pegawai negeri. Namun hasil itu menggugah keinginan tahu: benarkah produktivitas kerja pegawai negeri Indonesia rendah, seperti dugaan selama ini? Penelitian khusus mengenai masalah ini memang belum pernah dilakukan. "Perhatian pemerintah selama ini memang masih bersifat makro, lebih ditujukan pada petani yang 60% dari 51 juta angkatan kerja Indonesia. Sedang jumlah pegawai negeri hanya antara 3 sampai 3 « juta," ujar Soetjipto Wirosardjono, Wakil Kepala Biro Pusat Statistik. Menurut Soetjipto karena hanya pada satu kampung saja, jika digeneralisasikan validitas hasil penelitian Chris dan kawan-kawan memang agak lemah, walau kredibilitasnya kuat. "Namun hasil penelitian itu bisa menjadi indikasi untuk melakukan pengamatan lebih lanjut tentang kegiatan pegawai dan jumlah jam kerja efektif yang diperlukan untuk keperluan kedinasan di kantor," katanya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus