PILIH Linda, Diana, atau Jimena, sama saja. Semua berbahaya. Tak terhitung harta benda yang luluh-lantak dan jiwa yang melayang karena ulah mereka. Mereka adalah sebagian dari belasan anak badai Hurricane, yang setiap kali mengancam daerah pesisir Carolina Utara, Carolina Selatan, Georgia, Florida, dan Lousiana. Bulan Mei ini, negara-negara bagian Amerika Serikat di sisi selatan-timur ini, seperti biasa, harus menyongsong tibanya musim badai. Pola perilaku anak-anak badai itu sulit diramalkan. Maklum, mereka berangkat dari tempat yang berlainan. Sebagian besar badai itu terbentuk di pesisir barat Afrika, berupa pusaran angin akibat munculnya tekanan rendah di lepas pantai, kemudian menyeberangi Samudra Atlantik, dan tiba di sekitar Laut Karibia, meliputi pantai Amerika. Akibatnya khas: pusaran angin yang sangat kuat, disertai air bah. Kecepatan badai sampai 90 knot (182 km per jam) -- jauh dari angin normal yang bertiup di bawah 20 km per jam. Maka, pohon-pohon tumbang, atap rumah beterbangan, mobil terguling, dan air sungai meluap. Dalam bencana empat tahun silam, 17 orang di Georgia dan Carolina tewas oleh Marco. Keluarga Hurricane ini sulit ditundukkan, bahkan oleh negeri canggih seperti Amerika. Kedatangannya pun selama ini baru bisa diketahui satu jam sebelumnya, ketika pusaran angin itu tinggal berjarak 10-18 km. Karena itu, sering tak cukup waktu untuk berkemas atau mengungsikan orang. Tapi, mulai musim badai tahun ini, serangan angin puting beliung ini bakal bisa diketahui lebih dini. Suasana baru ini terbentuk berkat kehadiran GOES 8, satelit pengamat cuaca generasi mutakhir. Satelit ini dioperasikan oleh NOAA (National Oceanic and Atmospheric Administration), lembaga federal yang kegiatannya mengamati cuaca dan kelautan. GOES diluncurkan pertengahan April lalu, dan kini menempati orbitnya 35.800 km di atas ekuator, di Kolombia. Dari posisi ini, satelit itu bisa mengamati Samudra Atlantik, separuh Pasifik, dan seluruh daratan Amerika. Serial GOES (Geostationary Operational Environmental Satellite) ini sebenarnya sudah dioperasikan sejak 20 tahun lalu. Setiap yang satu rusak, diganti yang lain. GOES 6, misalnya, yang bertugas di atas Pasifik, sudah rewel sejak tiga tahun silam. Ia digantikan Meteosat 3, milik konsorsium Eropa. GOES 7 kini diafkir, lalu digantikan adiknya, GOES 8. GOES 8 memang jauh lebih canggih daripada para pendahulunya. Satelit ini dirakit dari 60.000 komponen, hampir tiga kali lipat dari generasi sebelumnya. Harganya, termasuk biaya riset, US$ 1,1 miliar atau sekitar Rp 2,2 triliun. Tentu, GOES 8 lebih pintar mengamati perilaku atmosfer, termasuk fenomena badai Hurricane. Tingkat peramalannya lebih cepat dan akurat. Rekor baru pun dipecahkan. "Badai sudah bisa diketahui 24 jam sebelumnya," ujar Steve Kirkner, salah seorang manajer NOAA yang menangani pengoperasian GOES, kepada TEMPO. Artinya, kini tersedia cukup waktu untuk bersiaga menghadapi terjangan badai. Kirkner bukan sekadar memberi janji. GOES 8 memang sanggup mengamati secara saksama fenomena atmosfer di 1.024 tempat sekaligus. Cukup nyata bedanya dengan para pendahulunya, yang hanya mampu meliput peristiwa di 64 lokasi. Pun GEOS 8 lebih gencar mengirim data, enam menit sekali, ke stasiun pengendalinya di Silver Spring, Maryland, daripada kakak-kakaknya yang hanya melaporkan data setiap 30 menit. Selain itu, satelit mutakhir ini punya sensor inframerah yang lebih dapat diandalkan. Ia bisa bekerja pada spektrum gelombang yang lebih lebar. Sensor yang ini pun tak sembarangan. Ia dapat mengukur suhu udara dan kelembapan gumpalan awan pada pelbagai ketinggian. Begitu pula kondisi atmosfer di sekitar awan badai itu. Beda suhu 0,1 derajat Celsius pun bisa diendusnya. Dengan peta temperatur itu, bisa diketahui di mana pusat tekanan rendah dan tinggi. "Maka, lintasan awan badai Hurricane bisa diantisipasi," kata Thomas McGunigal, manajer program NOAA. Anak-anak Hurricane itu, Marco misalnya, tak punya rute yang ajek. Dari tahun ke tahun lintasannya bisa bergeser ratusan kilometer. Satelit-satelit GOES generasi lama hanya bisa menebak tepat arahnya hanya satu jam sebelumnya. "Keadaan semacam itu tak akan terulang dengan munculnya GOES 8," kata Thomas McGunigal, mantap. Peluncuran GOES 8 itu akan disusul dengan seri berikutnya tahun depan. GOES 9 akan menggantikan Meteosat 3, yang secara teknis kemampuannya memang di bawahnya. Dengan sepasang satelit mutakhir itu, McGunigal yakin, angka korban akibat Hurricane atau badai yang lain, baik di darat, laut, maupun di udara, bisa ditekan. GOES 8 sebetulnya tak dilengkapi dengan komputer untuk meramal kedatangan badai. Ia hanya menghimpun segunung informasi tentang kondisi atmosfer di atas daratan atau lautan. Data itu kemudian dikirim ke markas NOAA di Silver Spring. Komputer raksasa NOAA di Silver Spring itu yang mengolahnya, lalu mengirimnya kembali ke GOES 8 untuk disebarluaskan. Pusat peramalan Hurricane di Florida, pusat peramalan badai di Kansas, departemen pertahanan, dan departemen perhubungan Amerika melanggan hasil ramalan NOAA. Jadwal penerbangan dan pelayaran dibuat berdasarkan pengamatan GOES.Putut Trihusodo (Jakarta) dan Sudirman Said (Washington)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini