Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sains

Kisah Desa Pangalengan, Bangkit Setelah Gempa Bermagnitudo 7,3

Gempa dengan kekuatan Magnitudo 7,3 menghancurkan Pangalengan, Bandung. Dalam 10 tahun, desa berhasil bangkit.

21 Mei 2019 | 16.08 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Gempa dengan kekuatan Magnitudo 7,3 yang mengguncang wilayah Pangalengan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, 2 September 2009 menyebabkan sekitar 80 persen rumah warga dan fasilitas publik di Desa Pangalengan hancur, serta menewaskan 11 orang warganya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca Juga: Ini Gempa Dahsyat yang Menghancurkan Pangalengan

Seiring berjalannya waktu, suasana desa dan kondisi masyarakat Pangalengan berangsur pulih. Aparat dan warga desa yang berada di Kecamatan Pangalengan itu bahu-membahu untuk memajukan desa. Kini, setelah hampir satu dekade, warga Desa Pangalengan berhasil bangkit dan bahkan meraih prestasi.

Dra Tati Yulian Domo, yang menjadi Kepala Desa Pangalengan Periode 2007-2013 dan tahun ini untuk kedua kalinya terpilih menjadi kepala desa, sukses memimpin warganya bangkit dari keterpurukan akibat bencana yang menorehkan trauma.

Perempuan pertama yang menjabat sebagai Kepala Desa Pangalengan itu menuturkan bahwa memulihkan trauma setelah bencana besar bukan hal mudah.

"Bukan hal yang mudah untuk melupakan trauma akibat gempa bumi, bayangkan saja banyak warga yang kehilangan harta bendanya, rumah mereka ada yang rata dengan tanah bahkan ada 11 orang warga yang tewas akibat gempa," kata Tati di Kantor Desa Pangalengan, Jalan Raya Pangalengan,  Kabupaten Bandung.

Ia kemudian berusaha membangun keyakinan warganya untuk bangkit, tidak membiarkan diri berlarut-larut meratapi kenangan kelam akibat bencana.

Dia memotivasi warga untuk bangkit dengan fokus bekerja dan berkarya, menampilkan performa terbaik, dan menggerakkan kembali gotong royong, sambil terus membangun komunikasi dengan warga yang menurut situs resmi desa jumlahnya 21.543 orang.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bersamaan dengan upaya-upaya itu, Tati menjalankan program-program inovasi desa untuk menata kembali Desa Pangalengan, yang dibentuk tahun 1811 dan namanya konon diambil dari istilah pengalengan kopi karena pada masa lalu daerah itu merupakan tempat perkebunan dan pengolahan kopi.

"Sekali lagi itu semuanya bukanlah hal yang mudah, rintangan dan kerikil tajam senantiasa mengiringi usaha dan upaya yang telah dilakukan, tapi alhamdulillah, berkat dukungan dan partisipasi warga masyarakat lah yang membuat semuanya dapat bertahan," kata dia.
  

Tingkatkan Pelayanan

Guna meningkatkan kesehatan warganya, Tati mengoptimalkan fungsi Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) dan Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) dengan menawarkan program yang inovatif guna menarik simpati warga.

Desa Pangalengan yang berhawa dingin saat ini memiliki satu Puskesmas dan setiap lingkungan rukun warganya sudah memiliki Posyandu. Desa Pangalengan punya 24 Rukun Warga (RW).

Sebagai seorang ibu, Tati juga menampung masukan dari ibu rumah tangga di desanya lewat kelompok Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK), yang mengadakan berbagai kegiatan seperti demo memasak, kursus menjahit dan pelatihan keterampilan.

Di samping itu, Tati bersama aparat Desa Pangalengan memikirkan solusi untuk mengelola sampah. Desa Pangalengan menghadapi masalah karena warga desa masih banyak yang membuang sampah di pinggir jalan atau pinggir fasilitas publik seperti Pasar Pangalengan.

Akibatnya, pemerintah desa harus mengeluarkan biaya operasional besar untuk mengangkut sampah warga. Untuk mengangkut sampah warga desa ke tempat pembuangan akhir sampah di luar desa, pemerintah desa harus mengeluarkan biaya sampai Rp25 juta sebulan.

Kondisi itu mendorong pemerintah desa berinovasi, menggagas program Bank Sampah.

Selain menampung dan memanfaatkan sampah organik dan anorganik warga, Bank Sampah Desa Pangalengan memungkinkan warga berobat gratis di Puskesmas Desa Pangalengan dengan menukarkan sampah.

Saat ini, kerja Tati bersama warga membangun desa telah membuahkan prestasi. Desa Pangalengan telah memiliki puskesmas, posyandu di 24 RW, masjid di setiap RW, 10 SD Negeri satu SMP, dan dua SMA. Desa Pangalengan juga pernah menjadi Juara Lomba Desa Tingkat Kabupaten Bandung dan kemudian mewakili Kabupaten Bandung mengikuti lomba desa di tingkat Provinsi Jawa Barat.

Berkat kerja keras warga dan aparatnya, Desa Pangalengan juga terpilih menjadi salah satu desa penerima bantuan keuangan dalam Program Desa Mandiri dalam Perwujudan Desa Peradaban.

Tak sampai di situ, tahun lalu Desa Pangalengan terpilih sebagai Desa Terbaik peringkat ke-57 dari 100 Desa Terbaik di Indonesia versi Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Republik Indonesia.

Warga dan aparat desa yang berada sekitar 46,2 kilometer dari pusat Kota Bandung itu melanjutkan upaya-upaya untuk membangun dan mewujudkan desa yang sejahtera setelah terkoyak gempa 10 tahun silam. 

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus