USAHA pembenihan udang di Jawa Timur sedang babak-belur. Penyakit kunang-kunang menggerayangi kolamkolam pemijahan. Akibatnya, produksi benur (bibit udang) di provinsi ini anjlok sampai 90% dari kapasitas normal. "Wabah seberat ini tak pernah terjadi sebelumnya," kata Tony Pratono Adji, Ketua Asosiasi Pengusaha Pembenihan Udang (APPU) Ja-Tim. Para anggota APPU Ja-Tim puyeng. Mereka lalu mencari jalan keluar lewat seminar yang digelar di Hotel Elmi, Surabaya, Kamis pekan lalu. Lewat seminar itu terungkap bahwa wabah itu telah menyerang pembenihan udang di Lampung, Jabar, Ja-Teng, Bali, sampai Sul-Sel. "Tapi memang Jawa Timur yang paling berat," ujar Dr. Akhmad Rukyani, ahli udang dari Departemen Pertanian. Selama setahun terakhir ini, menurut Rukyani, kerugian gara-gara wabah kunang-kunang ini sekitar Rp 170 milyar, Rp 100 juta di antaranya dari Jawa Timur. Keruan saja harga benur melonjak dari Rp 12 menjadi Rp 20. Akibat berikutnya, petambak-petambak menggusur udang dan menggantinya dengan bandeng. Wabah ini muncul akibat ulah bakteri Vibrio. Makanya penyakit yang baru dikenal dua tahun terakhir ini sering pula disebut sebagai Vibrio. Gejalanya khas, benur yang terkena bakteri ini terlihat berkelap-kelip memancarkan cahaya di malam hari karena fosfor yang dibawa Vibrio. Bakteri ini tak kenal ampun. Benur yang tubuhnya terserang akan hancur hampir tak bersisa. "Cukup dalam tempo tiga hari, seluruh isi kolam ludas," kata Rukyani. Ahli udang lulusan Universitas Auburn, Amerika, ini mengakui bahwa wabah kunang-kunang itu tak mudah ditaklukkan dan gampang menular. Air laut, makanan benur, peralatan di pembenihan bisa dipakai sebagai jalur penularan. Bakteri Vibrio ini juga suka ngumpet di usus induk udang dan menempel pada hewan laut, semacam kepiting atau ikan. Kandungan bahan organik air kolam, menurut penelitian Rukyani, punya andil menentukan tingkat keganasan Vibrio. Jika bahan organik tinggi, "kunang-kunang" ini akan menimbulkan bencana lebih besar. Untuk menghadapi wabah itu, menurut Rukyani, tak ada cara lain kecuali menjaga bakbak pembenihan dan seluruh peralatannya selalu steril. Sebelum dialirkan ke kolam, kata Rukyani, air laut mesti dialirkan ke bak-bak penampungan dan disucihamakan. Ahli udang ini telah meneliti sejumlah antibiotik. Beberapa jenis di antaranya, Prefuran, Albazin, Nitrofuran, dan Oksitetrasiklin cukup efektif menghambat perkembangan bakteri Vibrio bila dikenakan pada dosis di atas 1 mg/liter. Pakan untuk induk udang, yang biasanya berupa tiram atau kepiting, juga harus disucihamakan dengan bahan kimia, atau direbus 80-120 derajat Celsius selama 15 menit. Dan pakan buat benur, berupa plankton, harus dikembangkan dari biakan murni yang bebas Vibrio. Apakah langkah-langkah pengamanan itu ekonomis? Mungkin soal ini pula yang berada di balik ledakan Vibrio. Tapi apa mau dikata, hanya upaya itu yang bisa ditempuh bila tak ingin udang di tambak berubah menjadi "kunang-kunang". Putut Trihusodo dan Kelik M. Nugroho
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini