BARANG inventaris tua milik negara, di tangan aparatur jujur dilelang resmi, meski dalam kondisi hancur. Ini yang dilakukan pimpinan Kantor Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Denpasar, Bali, awal Februari lalu. Barang yang dicoret dari daftar inventaris itu berupa 43 kursi serta sejumlah perabot lain seperti meja, lemari, dan mesin tulis. Itu baru sebagian kecil dari perabot tua yang menyesaki gudang lebih setengah abad. Perkantoran di tanah 1,2 hektare di Jalan Debes 2 itu terdiri dari delapan ruang kerja masing-masing berukuran 6 x 7 meter agaknya kurang nyaman bagi 60 personil dalam melaksanakan tugasnya. Rata-rata usia mereka sudah di atas 50 tahun. Selain rongsokan yang menggunung di gudang, ada pula tumpukan arsip tua yang teronggok di beberapa ruangan. Tak sedap, memang. Maka, akhir tahun silam diajukanlah permohonan menghapuskan inventaris berdebu yang membikin bersin itu. Panitia lelang dari kantor tersebut, yang diketuai Marthen Bojoh, 50 tahun, menerima jawaban dari Departemen Keuangan Januari lalu. Lalu, rekomendasi itu diteruskan ke Kantor Lelang dengan dilampiri daftar barang yang bakal dilelang. Pengumuman disiarkan di koran. Tarif iklannya Rp 20 ribu. Menurut Kepala Kantor Lelang Negara, Denpasar, Kaswar Rusdi Saiman, 54 tahun, tarif itu kecil karena menyangkut barang rongsokan. "Biasanya, iklan lelang menghabiskan Rp 250 ribu," katanya kepada Putu Fajar Arcana dari TEMPO. Pihak Kantor PBB juga menghalo-halo lewat iklan radio di RRI Denpasar, dan menempel pengumuman di lingkungan kantornya. Tiga jaringan ditebar. Hasilnya, hanya satu dua yang datang. Begitu melihat sendiri, mereka kontan balik badan. Namun, lelang tetap diteruskan. "Ini kan keterbukaan," kata Marthen. Tiba hari H hadir juga 15 peminat seluruhnya pegawai Kantor PBB sendiri. Meski melelang barang rongsokan, toh tawar-menawar berjalan seru. Sampai dicapai patokan tertinggi Rp 310.000, sebagai harga borongan. "Sulit menetapkan harga satu per satu, karena semuanya tidak layak pakai," ujar Kaswar. Yang paling menyedihkan adalah nasib lima mesin ketik. "Mesin itu mungkin sudah ada ketika saya belum lahir," kata Kaswar. Sekalipun diperbaiki jungkir-balik tak akan bisa dipakai, kecuali untuk sekadar barang pajangan. Peserta lelang, meski dari kantor bersangkutan, agaknya tidak pernah melongok kondisi barang itu dalam gudang. "Untung saya kalah," ujar seorang peserta, seraya mengungkapkan bahwa ia baru tahu macam apa barang itu sesaat sebelum dilelang. Untuk perabot lainnya, yang sudah masuk daftar lelang dan masih menumpuk di gudang, lumayan bikin pusing kepala Marthen. "Dalam waktu dekat akan saya ajukan penghapusan barang itu ke Menteri Keuangan. Juga kalau disetujui, bundel kertas usang itu akan dibakar saja," katanya. Tampaknya ia belum putus asa. Jika dihitung hasil barusan, ya, lumayan untuk ukuran lelang barang rongsokan. Ed Zoelverdi
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini