Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Demokrasi di simpang jalan

Dalam pemilu di filipina bulan mei yang akan datang, setiap kalangan mempunyai calon yang diunggulkan dan memenuhi harapan rakyat.

29 Februari 1992 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DI kalangan kelas menengah Filipina, di antara calon-calon yang tidak ideal, mereka memilih Fidel Ramos sebagai jagonya. Menurut mereka, Ramos mempunyai tingkat popularitas yang memadai, jejak kariernya bersih dan realistis dalam mengambil sikap mengenai berbagai persoalan nasional. Fidel Ramos juga diharapkan akan dapat memulihkan hubungan antara Filipina dan Amerika Serikat yang memburuk. Menurut mereka, Fidel Ramos akan dengan cepat dapat menyesuaikan irama langkah kebijaksanaan pemerintahannya dengan langkah rekan-rekannya di ASEAN. Lain lagi kesan kalangan aktivis politik generasi baru Filipina dan pengibar panji-panji pembaruan. Mereka kurang mempercayai prospek kepemimpinan Fidel Ramos. Menurut mereka Ramos bukan seorang pemimpin, tetapi seorang prajurit profesional. Justru "ikatan batinnya" dengan West Point, dengan Amerika Serikat, merupakan beban bagi tekad Filipina untuk membebaskan diri dari bayang-bayang negara superkuat bekas penjajahnya itu. Misalnya, sikap dia yang cenderung ingin mempertahankan pangkalan militer AS di Clark dan Subic menimbulkan cemohan di kalangan generasi muda. Dalam proses politik, Senat Filipina menghendaki pangkalan militer itu dihapuskan dari Filipina secepatnya. Juga, Kardinal Sin suatu saat pernah menilai Fidel Ramos sebagai calon yang "tidak memiliki visi" (lack of vision), walaupun banyak yang berprasangka Kardinal Sin tidak mungkin mendukung Ramos lebih karena pensiunan jenderal ini beragama Protestan. Tetapi kalangan kelas menengah serta generasi politik baru Filipina juga tidak mendukung Ramon Mitra. Politikus kawakan ini memang tahu bagaimana memainkan mesin politik di Filipina. Karena itu, ia dengan cerdik berhasil memenangkan tiket pencalonan dalam konvensi partai pemerintah Laban ng Demokrasiong Filipinas (LDP). Di mata kalangan kelas menengah dan politikus generasi baru itu, Ramon Mitra bukan merupakan pilihan yang memiliki rekor politik maupun jabatan pemerintahan yang bersih. Lebih-lebih di kalangan generasi muda yang menghendaki penyegaran dan bahkan pembaruan sistem politik di Filipina, Ramon Mitra digolongkan sebagai tokoh "orde lama". Jejak kolaborasinya dengan Marcos dan bahkan kepentingan bisnisnya dengan Danding Cojuangco belum dilupakan orang. Siapa calon yang masih bisa memenuhi harapan rakyat Filipina? Tergantung rakyat yang mana. Mereka yang bosan dengan kesulitan ekonomi dan mulai hilang kepercayaannya pada efektivitas pendekatan politik dalam meraih cita-cita nasional, sikapnya bahkan ekstrem. Bukan Enrile, bukan Imelda, bukan pula Laurel pilihan mereka. Tetapi tokoh kontroversial yang menjadi simbul kebencian di zaman pemerintahan Marcos, karena reputasinya sebagai konglomerat crony, yaitu Danding Cojuangco. Pilihan ini merupakan simbul pelecehan aspirasi politik yang memuncak di Filipina. Danding Cojuangcolah yang ternyata memenangkan tiket pencalonan presiden dalam konvensi partai oposisi utama, Kilusang Bagong Lipunan (KBL), mesin politik tinggalan Ferdinand Marcos. Andalannya uang, koneksi, bisnis, dan kurang peduli visi ataupun misi. Bagaimana dengan masyarakat politik baru Filipina yang menghendaki ditegakkannya semangat kemandirian, nasionalisme, dan demokrasi yang lebih sehat? Ternyata generasi baru ini miskin tokoh populer. Karena itu, dengan penuh perhitungan mereka tidak mengajukan calon di antara eksponen-eksponennya sendiri. Aquilino Pimentel, Maceda, dan lain-lain lebih senang bermain di belakang. Walaupun banyak yang menduga mereka berambisi untuk memimpin bangsa Filipina, tetapi dengan penuh perhitungan eksponen pembaru itu lebih suka memilih menjadi faktor detergent. Fungsinya, mencegah terpilihnya calon yang tidak dikehendaki. Saya mendengar mereka memihak pada Jovito Salonga, walaupun sadar bahwa tokoh tua ini sulit untuk bisa terpilih. Jovito Salonga sebenarnya sudah terlalu tua dan tidak mempunyai pesona publik, kecuali bekal kebersihan reputasi politiknya. Masih ada calon lain yang boleh jadi menjadi kuda hitam dalam pertarungan pemilu di Filipina bulan Mei yang akan datang. Joseph "Erap" Estrada, misalnya, adalah senator, bekas wali kota San Juan, dan dulu bintang film sangat populer di kalangan rakyat pedesaan dan lapisan bawah. Ia mencalonkan diri untuk pemilihan presiden dengan tiket independen. Biarpun calon yang satu ini dinilai jauh dari memenuhi kriteria seorang negarawan yang bakal bisa memecahkan masalah kenegaraan yang pelik, Erap Estrada punya pesona massa. Memang, ia tergolong minim latar belakang pendidikannya. Bahasa Inggrisnya pun blepotan. Tetapi justru dengan kampanye berbahasa Tagalog, niscaya Erap bakal bisa meraih suara. Kesederhanaan cara berpikirnya setara dengan cara berpikir massa Filipina yang awam. Ia mudah sekali mempermainkan emosi rakyat Filipina yang sedang dilanda berbagai kesulitan dan nyaris kehilangan harapan. Demokrasi Filipina memang sedang di persimpangan jalan. Bagaimana bisa dijaga agar orang tetap percaya pada kelembagaan kedaulatan rakyat. Pilihanpilihan yang ada begitu musykil. Calon-calon yang maju belum mencerminkan kepribadian ideal yang banyak didambakan. Aspirasi calon-calon itu belum tampak kongruen dengan aspirasi pembaruan yang dicanangkan oleh people power.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus