RAKYAT Amerika Serikat dicekam kecemasan lagi. Jika belum lama berselang, mereka digedor virus HTLV, berasal dari sejenis kera Afrika, yang menyebabkan AIDS - penyakit yang merontokkan daya tahan tubuh - kini datang lagi invasi binatang lain dari benua hitam itu. Dialah segerombolan lebah pembunuh yang menyerang hewan dengan sengatan mematikan di perbukitan Lost Hills, California Juni lalu. Yang lebih menakutkan warga Amerika, kawanan lebah itu berkembang biak dengan cepat, bahkan "memperkosa" lebah madu biasa, dan membuat serangga piaraan itu menjadi ganas juga. Cepat atau lambat, begitu kecemasannya, akan muncul mala petaka selanjutnya: kehancuran pertanian AS. Teror lebah itu pertama kali diketahui Bill Wilson, pekerja di perbukitan Lost Hills, yang secara tak sengaja melihat pemandangan mengerikan itu. Ceritanya, Wilson, suatu pagi, menjelajahi padang rumputan liar dengan traktornya. Gemuruh traktor itu membuat seekor kelinci melesat dari persembunyian, dan menghindar ke jalan setapak. Saat itulah terlihat pemandangan mengerikan yang bagai dalam film: segerombolan lebah tiba-tiba menyerang sang kelinci. Jumlahnya, menurut pengamatan Wilson, sekitar lima ribu. Dalam tempo sekejap kelinci itu pun menggelepar aneh. Dengan hati berdebar, Wilson mendekat. "Seluruh tubuh kelinci itu tertutup lebah," ujar sopir traktor itu. "Saya tak bisa lagi melihat tubuhnya, kecuali telinganya." Setelah kelinci itu terkapar mati, dalam waktu sekitar 30 detik, lalu gerombolan lebah tersebut berbalik, dan menyerang Wilson. Tapi Wilson lebih cepat bergerak. Ia berlari ke traktornya, lalu mengeduk lumpur dan membantingkannya ke kerumunan lebah, yang belum jauh dari permukaan tanah. Di balik tanah yang terbongkar itu, Wilson menyaksikan sarang yang aneh, lubang sepanjang kurang lebih 15 cm dan berdiameter sekitar 12 cm. Lebah macam apa ini, pikir pekerja itu. Dua minggu setelah Wilson melaporkan penemuannya, persisnya 23 Juni, Departemen Pertanian Negara Bagian California memeriksa perbukitan Lost Hills. Ditemukan sekelompok lebah liar dengan tiga lebah ratu. Koloni lebah itu lalu dibongkar para ahli lebah, dan penghuninya dibawa untuk diteliti. Hasil pemeriksaan pertama tak menunjukkan keanehan. Lebah agresif, seperti yang dilihat Wilson, dinilai lebah biasa saja. Baru setelah beberapa ekor lebah dikirimkan ke Pusat Pembiakan Lebah Baton Rouge Los Angeles, pemeriksaan menelurkan hasil mengejutkan: koloni lebah di Lost Hills itu adalah permukiman lebah pembunuh Afrika, yang dikenal dengan nama Apis mellifera scutellata, yang sudah berkembang biak selama dua tahun. Lebah jenis ini terlahir agresif dan punya pembawaan menyerang hewan dan manusia sampai mati. Penemuan ini segera mengundang ahli-ahli entomologi ke Baton Rouge. Orley Taylor, ahli lebah pembunuh Afrika yang sudah membuat penelitian bertahun -tahun, datang dari Universitas Kansas. Bersama Taylor, ikut Norman Garry, ahli serangga dari Universitas California. Keduanya ternyata tidak terkejut. "Inilah yang sudah dicemaskan sepuluh tahun lalu," ujar Taylor, yang agaknya sudah tahu invasi itu akan datang. Dan terungkaplah sebuah kisah panjang. Tahun 1956, lebah pembunuh dari Afrika itu diimpor ke Brasil untuk dikembangkan lewat perkawinan. Karena para peternak lebah Brasil, ketika itu, berpendapat lebah madu asal Eropa tidak berkembang baik di kawasan tropis, maka didatangkan lebah Afrika yang lebih agresif dan tahan cuaca itu untuk menaikkan mutu keturunan lebah madu Brasil. Tahun 1957, seorang tamu secara tak sengaja membuka sebuah cungkup pembiakan lebah, dan lepaslah segerombolan lebah ganas itu. Celakanya, 26 ekor lebah ratu ikut lepas. Maka, menyebarlah lebah-lebah pembunuh itu sambil berkembang biak. Diperkirakan serangga tersebut bergerak ke arah utara dengan kecepatan 400 km per tahun. Dua puluh tahun kemudian, bencana mulai dirasakan di Amerika Tengah. Lebah-lebah itu mulai menyerang hewan dan manusia di Honduras, Venezuela, dan Guatemala. Seorang guru yang timpang dan tak mampu berlari cepat diserang hingga tewas. Seorang peternak menembak kepalanya sendiri dalam keadaan putus asa, ketika menghadapi serangan lebah yang datang bertubi-tubi. Seorang peternak lain selamat karena terjatuh dari kudanya, dan rupanya lebah-lebah ganas itu lebih tertarik menyerang kuda yang berlari - hewan itu tewas tiga hari kemudian. Malapetaka masih menerus dan semakin menakutkan: lebah-lebah Afrika itu ternyata juga menyerang lebah-lebah madu dan merusakkan keturunannya. Dalam jangka lima tahun, produksi madu negara-negara Amerika Tengah merosot drastis. Costa Rica dan Nikaragua, misalnya, yang bersama-sama pada 1975 mampu memproduksi 578 ton madu, enam tahun kemudian cuma menghasilkan 100 ton. Tak heran Amerika Serikat yang juga penghasil madu, mulai cemas. Para ahli entomologi AS pun disebar untuk perihal lebah pembunuh Afrika itu. Dan hasil penelitian ternyata makin menakutkan saja. Lebah pembunuh itu, yang mulanya hidup di hutan-hutan Afrika, ternyata sulit dibedakan bentuknya dari lebah madu biasa, yang umumnya berasal dari Eropa. Perbedaan fisik terletak hanya pada panjang sayapnya - ini pun hanya terpaut sedikit. Perbedaannya yang pasti baru bisa terlihat lewat penelitian, yaitu sikap lebah itu dan juga caranya berkembang biak yang jauh lebih cepat. Anita Collins, seorang ahli genetik, menyebutkan bahwa keganasan lebah pembunuh ini memang alami, berkembang akibat kebutuhan membela diri. Temperamen lebah itu, menurut Collins, cepat terganggu dan cepat marah, sekitar 30 kali dari lebah biasa. Dan ketika mereka mengamuk, dibutuhkan 30 menit untuk menenangkannya kembali ke keadaan tidak agresif. Yang paling mengerikan, dalam satu serangan lebah pembunuh seseorang bisa dihajar 500 sengatan dalam semenit. Ini, menurut Collins sudah di luar daya toleransi tubuh menghadapi sengatan. "Anak kecil dan hewan bisa dipastikan tewas dalam menghadapi serangan ini," ujarnya. Bencana inilah yang kini dihadapi kawasan Amerika Serikat bagian Selatan - khususnya Texas dan California. Itu pula maka dewan ahli yang dibentuk khusus, Agustus lalu, mengadakan pemburuan secara besar-besaran di Lost Hills, yang kini menjadi kawasan tertutup untuk umum. Dalam masa tiga bulan, beberapa koloni ditemukan. PEMBURUAN dilakukan pula di peternakan-peternakan lebah madu di hampir semua negara bagian AS, yang terletak di Selatan. Sebab, sudah bisa dipastikan sekitar 250 peternakan lebah di sekitar Lost Hills ternyata telah tercemar lebah pembunuh - keturunan mereka ternyata sudah diafrikakan lebah pembunuh. Tentu lebah campuran ini tak lagi bisa dikuasai. Dalam jangka waktu enam bulan ini para ahli berusaha keras mencegah perusakan turunan itu, antara lain dengan meracun koloni-koloni lebah pembunuh. Bila usaha ini gagal, kemungkinan besar pertanian di kawasan Selatan, yang merupakan gudang makanan Amerika Serikat, akan terancam. Pasalnya, 80% pembuahan pertanian di daerah penghasil pangan itu di lakukan dengan menyewa lebah-lebah madu. Teror belum berakhir sampai di situ. Sebuah peternakan lebah di Texas, yang dikenal pengekspor lebah terbesar di Amerika Serikat, diketahui sudah tercemar pula. Peternakan ini, yang memiliki 150 juta lebah, setiap tahun mengekspor 60.000 lebah ratu ke segenap penjuru dunia. Diperkirakan dua tahun terakhir ini, ada lebah ratu pembunuh dari Afrika ikut terekspor. Jim Supangkat Laporan New York Times & Discover
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini