Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - LIPI menemukan spesies satwa baru ketika melakukan penelitian keanekaragaman hayati. Temuan baru itu adalah katak tanduk Kalimantan (Megophrys kalimantanensis) yang secara morfologi mirip dengan katak tanduk pinokio.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kepala Bidang Zoologi Pusat Penelitian Biologi LIPI, Cahyo Rahmadi mengungkapkan selama rentang waktu 2015-2019 capaian temuan spesies satwa baru LIPI terus meningkat. “Hingga Oktober 2019 telah ditemukan 32 spesies endemik baru di Indonesia. Angka ini kami pastikan akan terus bertambah, karena proses identifikasi temuan masih terus berlangsung,” ungkap Cahyo seperti dikutip Betahita, Senin, 14 Oktober 2019.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Saat ini amphibi menduduki posisi kedua spesies terbanyak yang ditemukan LIPI setelah gastropoda.
Salah satu temuan teranyar adalah katak tanduk Kalimantan (Megophrys kalimantanensis). Katak jenis baru tersebut baru saja dideskripsikan oleh tim peneliti dari LIPI; Kyoto University, Jepang; Aichi University of Education, Jepang; Institut Teknologi Bandung; dan Universitas Negeri Semarang.
“Jenis baru ini dikoleksi dari ekspedisi yang dilakukan di Pegunungan Meratus di Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur, juga di Barito, Sarawak dan Pegunungan Crocker di Sabah, Malaysia,” kata peneliti bidang herpetologi Pusat Penelitian Biologi LIPI, Amir Hamidy.
Penemuan jenis baru ini dipublikasikan di jurnal Zootaxa volume 4679.
Morfologi katak tanduk Kalimantan ini sangat mirip dengan katak tanduk pinokio (Megophrys nasuta) yang tersebar luas mulai dari Sumatera, Kalimantan, Semenanjung Malaya serta pulau-pulau kecil di sekitarnya. Jenis baru ini memiliki tanduk (dermal accessory) pada bagian moncong dan mata yang lebih pendek jika dibandingkan dengan katak tanduk pinokio. Juga sepasang lipatan lateral tambahan pada sayap.
Secara akustik, suara individu jantan dari jenis baru ini memiliki variasi yang lebih banyak dan lebih panjang jika dibandingkan dengan katak-tanduk pinokio.
“Berdasarkan hasil analisis dari tiga metode pendekatan tersebut kami menyimpulkan bahwa jenis tersebut merupakan jenis baru dan kemudian diberi nama Megophrys kalimantanensis,” kata Amir.
Katak Megophrys-nasuta (Amir-Hamidy/LIPI)
Peneliti LIPI juga berhasil menemukan tiga spesies baru kodok wayang dari hutan dataran tinggi Sumatera. Sigalegalephrynus gayoluesensis dari Gayo Lues, Aceh dan Sigalegalephrynus burnitelongensis dari gunung Burni Telong, Aceh yang ditemukan di daerah utara Sumatera, sedangkan Sigalegalephrynus harveyi berasal dari Gunung Dempo, Sumatera Selatan.
”Genus Sigalegalephrynus memiliki lebih banyak spesies endemik dibandingkan genus kodok lainnya di Indonesia,” ujar Irvan Sidik dari Pusat Penelitian Biologi LIPI.
Hasil analisis filogenetik mengindikasikan terdapat perbedaan taksonomi antara kodok di dataran tinggi utara dan selatan.
“Hasil identifikasi karateristik morfologis, genetik dan akustik dari ketiga spesies baru tersebut berbeda dengan dua spesies genus Sigalegalephrynus sebelumnya yaitu Sigalegalephrynus mandailinguensis, dari Gunung Sorikmarapi, Sumatera Utara dan Sigalegalephrynus minangkabauensis dari Gunung Kunyit, Jambi,” ujar Irvan.
Penemuan jenis baru katak ini dipublikasikan di jurnal Zootaxa vol. 4679.