Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

Manggis Malinau tanpa Biji

Tim ahli Institut Pertanian Bogor berhasil mengembangkan bibit manggis tanpa biji. Buahnya besar dan bebas dari penyakit.

2 Juli 2007 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dua puluh warga di Desa Malinau Hulu dilanda kesibukan baru sepanjang Juni lalu: mereka menanam bibit pohon manggis. Lalu, hari demi hari, dengan setia ke-20 warga yang tergabung dalam Kelompok Tani Karya Darma itu bergerumbul dari rumah ke rumah mengamati perkembangan anakan pohon yang masih muda belia. Terletak di Kabupaten Malinau, Kalimantan Timur, Desa Malinau Hulu sebetulnya tidak asing dengan urusan buah-buahan.

Warga desa itu banyak bercocok tanam palawija dan pohon buah-buahan, termasuk manggis. Tapi manggis yang ditanam Kelompok Tani Karya Darma berkelas istimewa alias tanpa biji. Warga desa mendapatkannya dari Muhammad Akiu, Ketua Karya Darma. “Buahnya tidak berbiji sehingga yang dimakan lebih banyak,” kata Dr Sobir kepada Tempo pada Selasa dua pekan lalu.

Sobir adalah Kepala Pusat Kajian Buah-buahan Tropika Institut Pertanian Bogor. Dia mendengar perihal manggis langka itu dan memutuskan berangkat ke Malinau. Sobir ditemani Dr Endang Gunawan dan Dr Rahmat Suhartanto. Ketiga doktor ahli buah ini melakukan survei dan mengambil bibit. Sobir juga menyaksikan pohon manggis setinggi 15 meter di halaman rumah Akiu.

Dari hasil survei, mereka mendata cuma ada 80 pohon manggis dewasa di Malinau, kabupaten yang berbatasan dengan Sabah dan Sarawak, Malaysia. Ketiga ahli itu kemudian membawa pulang bibit manggis tanpa biji ke Bogor dan berhasil mengembangkan bibitnya di laboratorium IPB.

Temuan dan keberhasilan tim peneliti IPB menemukan jenis manggis satu-satunya di Indonesia ini segera menyebar ke publik. Muhammad Akiu dan pohon manggisnya mendadak terkenal. “Orang tua saya menanam dua pohon manggis pada akhir 1960-an,” tutur Akiu kepada Tempo melalui telepon pada Selasa pekan lalu. Satu pohon mati. Satunya bertahan dan berbuah setelah berusia 15 tahun.

Januari-Februari lalu. Akiu memanen sekitar satu kuintal manggis. Dia tidak menjualnya. Buah yang sedap itu dibagikan kepada keluarga dan tetangga. “Warga menganggap pohon ini biasa-biasa saja,” kata Purwanto, Kepala Dinas Pertanian Kalimantan Timur. Purwanto juga mengaku, karena tidak mengerti, pemerintah daerah belum membudidayakan manggis langka itu.

Akan halnya Akiu, dia mulai membudidayakan 15 bibit manggis di kebunnya setelah mendengar saran para ahli buah. Pria berumur 56 tahun ini juga membagikan bibit kepada tetangga dan anggota kelompok tani. “Kami sudah mengajukan usul penggunaan dana APBD untuk mengembangkan agrobisnisnya,” ujar Purwanto. Program Riset Unggulan Strategis Nasional Pengembangan Buah Tropika dari Kementerian Riset dan Teknologi kemudian menurunkan dana riset untuk buah ini.

Sobir mengaku, di Malinau, dia menyaksikan untuk pertama kalinya manggis (Garcinia mangostana) tanpa biji. Dia menjelaskan, dari beberapa buah yang dibelah, terkadang ada manggis yang memiliki satu biji dengan ukuran 10 x 2 milimeter. Ukuran ini lebih kecil dibanding biji manggis biasa. “Kalaupun dimakan, tidak jadi soal,” katanya. Biji itu yang kemudian dijadikan bibit.

Rasa manggis ini manis seperti jenis manggis Kaligesing dan Wanayasa. Keduanya masuk kategori varietas unggul. Jenis lain yang beredar di pasaran adalah Puspahiang dari Tasikmalaya. Manggis Malinau memiliki ukuran standar dengan bobot 80-150 gram per buah. Bentuk buahnya agak lonjong, mirip manggis Rejang Lebong--yang bentuknya seperti gentong.

Sosok manggis Malinau sedikit melengkung sehingga membentuk lekukan di satu sisi. Setiap buah terdiri atas 5-7 septa, tergantung ukurannya. Kulitnya tergolong tebal dari 5 mm sampai 10 mm. Setiap kilogram terdiri atas sekitar 8 buah. Menurut Sobir, kehebatan manggis Malinau ini adalah tidak ditemukannya getah kuning atau penyakit yang biasa menyerang pohon manggis.

Faktor lingkungan dan genetik ditengarai menjadi penyebab tumbuhnya pohon manggis tanpa biji. Pada faktor pertama, buah manggis dalam satu pohon amat banyak sehingga ukurannya mengecil. Konsekuensinya, septa ikut mengecil sehingga pertumbuhan biji terhambat. Pada kasus itu, manggis tanpa biji bukan hal istimewa. Jika faktor genetik yang berpengaruh, penemuan manggis tanpa biji ini luar biasa.

Karena itu, penemuan ini menarik para ahli untuk menelitinya lebih lanjut. Selama ini, manggis yang berbiji dikenal bersifat apomiksis. Maksudnya, pohon dapat menghasilkan buah tanpa melalui perkawinan bunga jantan dan betina. Biji yang terbentuk berasal dari induksi zat-zat endogen dalam tumbuhan. Karena tanpa perkawinan itulah biji manggis bersifat vegetatif sehingga punya sifat yang serupa dengan induknya.

Pada kasus manggis tanpa biji, sifat apomiksis itu tak sempurna karena biji kosong, kecil, atau tidak terbentuk. “Ada kemungkinan proses pembentukan biji terhambat,” kata Sobir. Jika demikian, sifat manggis tanpa biji lebih mendekati partenokarpi. Para ahli mengartikan apomiksis dan partenokarpi sebagai sifat pohon yang dapat menghasilkan buah tanpa melalui perkawinan bunga jantan pada bunga betina. Bedanya, apomiksis menghasilkan biji, sementara partenokarpi tidak menghasilkan biji.

Malaysia pernah menemukan manggis tanpa biji. Di Kedah, bobot rata-ratanya 80 gram. Di Perak, beratnya sekitar 60 gram. Warga Malaysia menyebutnya masta atau sepa. Mereka berhasil menemukan beberapa kultivar atau varietas tanaman unggul. Buah yang ditemukan di Malinau berbeda dengan yang di Malaysia. “Buah dan daun manggis Malinau lebih besar,” kata Sobir. Manggis jenis ini bisa dikembangkan atau disilangkan dengan kultivar lain untuk menghasilkan jenis lebih unggul.

Temuan manggis Malinau dapat memperkaya jenis komoditas yang bisa diekspor. Apalagi hutan Malinau merupakan salah satu pusat keragaman manggis. Banyak sekali keluarga Garcinia tumbuh, dari manggis hutan hingga manggis yang dikenal di pasaran. Namun para petani di wilayah itu lebih senang menanam hortikultura. Manggis Malinau baru tersohor setelah dipublikasikan oleh Pusat Kajian Buah-buahan Tropika IPB.

Manggis adalah salah satu primadona ekspor Indonesia. Pada 2005, sebanyak 65 persen ekspor buah-buahan Indonesia berupa manggis. Setiap tahun, Indonesia mengekspor 6.012 ton manggis ke Cina, Jepang, Hong Kong, Taiwan, dan negara-negara Timur Tengah.

Paten manggis Malinau sedang diurus oleh Sobir. Ahli buah-buahan ini juga mengembangkan bibitnya dengan giat. “Ada biji yang sudah mulai tumbuh,” katanya. Sasaran awalnya adalah pelepasan varietas, pendaftaran varietas, dan pembanyakan benih. “Kami sedang mengupayakan mendaftar dalam program perlindungan varietas tanaman,” dia menambahkan. Pada tahap berikutnya, akan diupayakan pelepasan varietas untuk komersialisasi benih di daerah yang berpotensi menghasilkan manggis.

Sobir yakin manggis Malinau bisa dikembangkan atau ditanam di daerah lain. Sebab, pohon manggis bisa tumbuh di daerah dengan ketinggian mulai 100 meter hingga 1.000 meter di atas permukaan laut. Sayang, para ahli belum sepakat dalam hal nama manggis tanpa biji. “Kami mengusulkan namanya manggis Malinau atau manggis Akiu asal Malinau,” kata Purwanto. Rupanya, Muhammad Akiu-lah yang pertama kali mengenalkan buah nan sedap itu kepada pejabat dinas pertanian setempat.

Untung Widyanto, Deffan Purnama (Bogor)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus