Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

Manuai emas di belukar

Ahli-ahli dari metal mining agency (mma) jepang menemukan kandungan emas pada daun. masih akan dijajaki jenis pohon yang mampu menyerap mineral lebih banyak. mma akan menyediakan teknologinya.

16 Maret 1991 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ADA belukar berdaun emas. Ini bukan penggalan lirik lagu cengeng tentang "buah semangka berdaun sirih" seperti didendangkan Broery Pesulima. Bukti tentang daun-daun semak yang mengandung emas itu telah diungkapkan oleh ahli-ahli dari Metal Mining Agency (MMA) Jepang. "Kenyataan ini membuka peluang untuk melakukan penambangan emas dengan cara baru," kata Takashi Tsujimoto, seorang ahli dari MMA. Upaya memanen emas dari organ tumbuhan itu mulai dilakukan MMA sejak tiga tahun lalu. Dalam laporan tahunan MMA, yang terbit bulan lalu, disebutkan bahwa kandungan emas tertinggi dijumpai pada daun-daun semak yang tumbuh dekat daerah penambangan emas. "Kandungan emasnya mencapai 40-50 ppb (part per billion)," tambah Tsujimoto . Angka itu memang belum menggiurkan pemburu emas. Maklum, dengan kadar emas 40-50 ppb itu berarti pada setiap satu ton dedaunan semak hanya bisa ditemukan 0,04-0,05 gram emas. Namun, angka itu masih jauh lebih besar daripada kandungan emas pada tanah-tanah lapisan atas (top soil) di daerah penambangan, yang hanya 1-2 ppb. Teknologi murah untuk memanen emas dari daun-daun semak belukar itu memang belum dirancang MMA. Namun, dengan makin menipisnya cadangan emas, Tsujimoto yakin suatu hari nanti orang akan memanen emas dari dedaunan. "Kami ingin jadi pihak pertama yang menyediakan teknologinya," kata ahli pertambangan Jepang itu. Keyakinan Tsujimoto mengenai kebutuhan orang akan emas bukan tak berdasar. Emas telah jadi primadona peradaban sejak dari enam ribu tahun lalu. Sepanjang sejarah peradaban manusia diperkirakan telah dikonsumsi sekitar 90 ribu ton logam mulia yang ditambang dari perut bumi itu. Lebih dari separuh konsumsi emas itu ditambang pada tiga abad terakhir. Sementara kebutuhan akan logam mulia itu meningkat, cadangan emas yang tersisa konon tinggal 40 ribu ton, dan sebagian besar terkubur pada kedalaman sekitar 1.000 meter. Ongkos penambangannya mahal. Di Jepang, misalnya, biaya penggalian mencapai US$ 46-70 per 30 cm. Gara-gara mahalnya ongkos penggalian tersebut konon investor memerlukan modal sampai Rp 2 trilyun untuk membuka penambangan emas di Jepang. "Setiap 1.000 lapisan kami gali hanya tiga lapisan yang memberikan emas," kata Tsujimoto. Maka, produksi emas Jepang terus melorot. Pada 1987, Negeri Matahari Terbit itu menghasilkan 8,7 ton emas. Tahun 1989, angka itu turun jadi 6,1 ton. Tahun lalu, tinggal sekitar 5,9 ton. Produksi emas Jepang itu jauh di bawah Indonesia (10 ton per tahun), Filipina (40 ton), atau Afrika Selatan (80 ton). Sebagian besar emas produksi Jepang itu berasal dari penambangan emas Lembah Hishikari, Kagoshima. Daerah ini terkenal sebagai daerah paling subur emas di Negeri Sakura tersebut. Setiap ton batuan di situ memiliki kandungan emas sampai 70-80 gram (70-80 ppm). Namun, kini emas di daerah itu nyaris terkuras. Penambangan emas dunia selama ini dilakukan dengan cara konvensional -- "diperas" dari batuan yang memiliki kandungan emas cukup tinggi. Batuan mengandung emas itu ada yang tersedia di permukaan tanah, ada yang harus digali. Persyaratan kadar emas dalam batuan yang ekonomis untuk ditambang bervariasi pula. Bila batuan menyimpan emas itu ada di daerah terbuka, menurut rekomendasi PT Aneka Tambang, batas minimumnya 2,5 ppm (2,5 gram per ton). Jika harus dilakukan penggalian, di Cikotok, misalnya, "Batasnya 6 ppm," kata Ir. Tauan Sitorus, koordinator pelaksana Unit Geologi PT Aneka Tambang. Untuk penambangan sekunder -- didulang dari endapan lumpur atau pasir-pasir bekas penambangan emas -- persyaratannya lebih rendah. Batasnya, menurut Tauan Sitorus, 0,3 ppm. Mengenai adanya kandungan emas dalam pohon telah lama jadi legenda. Di zaman wild west, abad lalu, sering beredar kisah adanya koboi menemukan gumpalan emas di pangkal-pangkal pohon yang tumbang di Amerika. Namun, tak ada bukti ilmiah mengenai penemuan itu. Baru kini ahli-ahli Jepang membuktikan akumulasi emas yang terserap tumbuhan memang ada. Tapi terkumpul pada daun bukan di batang atau akar. Kendati kandungan emas pada daun sangat kecil, Jepang tampak serius mencari jenis pohon yang bisa menghasilkan emas tersebut. Puluhan jenis tumbuhan semak dari daerah penambangan diseleksi, lalu dipilih jenis yang punya kemampuan menyerap emas tertinggi. Dalam rencana jangka panjang Jepang, pohon-pohon itu akan dikembangbiakkan di bekas daerah penambangan emas. Kemungkinan rekayasa genetik pun sedang dijajaki para ahli tumbuh-tumbuhan di Jepang. "Kami menginginkan jenis pohon yang perakarannya dalam, berdaun rimbun, dan rakus menyerap mineral," kata Dr. Toru Kuboi, ahli fisiologi tumbuhan dari Universitas Shizuoka, yang ikut dalam proyek "kebun emas" itu. Namun, rahasia penyerapan emas oleh tumbuhan itu masih belum terungkap sepenuhnya. "Saya yakin, tak semua tumbuhan bisa menyerap mineral emas," kata Dr. Mumu Sutisna, ahli fisiologi tumbuhan pada Jurusan Biologi Institut Teknologi Bandung, kepada Dwiyanto Rudy dari TEMPO. Menurut Mumu, kandungan emas pada tumbuhan sampai 40-50 ppb itu termasuk "luar biasa tinggi". Para ahli fisiologi sejauh ini menganggap mineral-mineral itu hanya bisa diserap akar tanaman dalam bentuk kation, unsur yang bermuatan listrik. Namun, emas, sebagai logam mulia, dikenal sulit jadi kation. Jadi, penyerapan mineral emas oleh akar itu, menurut Mumu, boleh jadi prosesnya mirip dengan absorbsi logam berat oleh enceng gondok. Putut Trihusodo dan Iwan Qodar Himawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus