PERANG Teluk telah berakhir, tapi nyala api masih berkobar di Kuwait. Separuh lebih dari sekitar 1.000 sumur minyak yang ada di Kuwait masih menyemburkan asap hitam akibat perusakan selama perang. Singkat kata, ladang uang bagi negeri para emir itu telah porak-poranda. "Tahun ini kami belum tentu mampu mengekspor minyak," kata Ahmad Morad, pejabat perminyakan Kuwait. Kerusakan paling parah dari tambang emas hitam Kuwait itu terjadi di ladang minyak Burgan: 400 sumur minyak terbakar. Sampai pekan lalu petugas perminyakan Kuwait belum berani menjamah ladang Burgan yang terletak tak jauh dari Kuwait City tersebut. "Ranjau ditanam di mana-mana," ujar Morad. "Untuk membersihkannya, diperlukan waktu sekitar empat bulan." Maka, operasi pemadaman api di ladang-ladang minyak itu, yang akan ditangani oleh 10 perusahaan penjual jasa pemadam api dari Amerika, baru bisa dimulai Agustus. Namun, api tampaknya tak bisa diharapkan cepat padam. "Kami akan merasa sangat beruntung kalau bisa memadamkannya dalam waktu tiga tahun," kata Red Adair, 76 tahun, penjinak api kawakan dari Texas yang dikontrak Kuwait. Upaya memadamkan api di sebuah sumur minyak, menurut Adair, gampang-gampang susah. "Mungkin cuma perlu sehari, seminggu, satu bulan, bahkan bisa dua bulan," tambah ahli penangkal api itu. Waktu yang diperlukan tentu saja tergantung tipe sumur dan skala amukan apinya. Kategori sumur-sumur minyak itu, menurut Ahmad Laing dari Dinas Lindungan Lingkungan dan Keselamatan Kerja Pertamina, ada tiga tipe. Pertama, flowing well, sumur yang mengalirkan minyak dengan kekuatan sendiri, mirip sumur artesis. "Aliran itu timbul karena adanya tekanan pada lapisan minyak," kata Laing. Dua tipe lain: gas lift dan pumping system. Pada tipe gas lift, minyak mengalir ke atas setelah uap bertekanan tinggi dimasukkan ke dalam lapisan minyak itu. Sedangkan pada sumur jenis pumping system, minyak mengalir ke atas karena sedotan pompa. Pada kedua tipe terakhir, kata Laing lagi, bom tak akan menimbulkan nyala api yang panjang. Begitu sistem pompa atau injeksinya macet, api pun padam. Kobaran api yang besar akan muncul dari sumur tipe flowing well, karena minyak yang hilang sebanding dengan kapasitas produksi sumur. Adapun teknik yang lazim dipraktekkan untuk memadamkan api di sumur minyak, menurut Dr. Dody Nawangsidi, Kepala Divisi Energi pada Pusat Penelitian Energi ITB, ada tiga macam. Pertama, dan paling murah, adalah membuat ledakan dengan dinamit di dekat mulut sumur. Ledakan itu akan mengonsumsi oksigen dalam jumlah besar, sehingga tak ada lagi yang tersisa untuk melanjutkan nyala api di mulut sumur. Kedua, membangun waduk lumpur di sekitar mulut sumur. Setelah terisi penuh, lumpur-lumpur itu akan masuk ke mulut sumur karena tarikan gravitasi. Api akan padam bila lumpur telah menyumbat leher sumur. "Risikonya, usaha ini bisa gagal kalau tekanan minyak itu lebih besar," ujar ahli perminyakan itu. Ketiga, membuat sumur baru (killing well) yang digali miring dan diarahkan untuk menembus sumur lama. Lewat sumur baru, 1.000 meter dari sumur lama, sejumlah lumpur (campuran tanah liat, bentoni, barit, dan air) disuntikkan. Lumpur buatan itu akan terdorong keluar lewat sumur lama bersama-sama minyak. Dan lumpur itu akan membuat titik bakar minyak meningkat, sehingga minyak jadi lebih sulit terbakar. "Maka, api pun padam," kata Nawangsidi. "Kalau api masih bandel, lumpur itu dipakai untuk menyumbat aliran minyak." Cara ketiga ini memang boleh disebut jurus pamungkas. Tapi ongkosnya mahal. Biaya mengebor miring itu, menurut Nandang Sobari, Manajer Teknik pada Atlantic Richfield Inc., cukup mahal. Ongkos pengeboran bisa mencapai US$ 60-70 ribu sehari. "Kalau sumur baru itu dekat dengan nyala api, ongkosnya bisa 2 atau 3 kali lipat," katanya. Padahal, untuk membuat lubang sedalam 4.000 feet (1.200 meter) perlu waktu setidaknya 30 hari. Total biaya sekitar US$ 2 juta. Di medan berbahaya, ongkosnya naik jadi US$ 4-6 juta. "Itu belum termasuk biaya lumpur pemberat," tambah Nandang. Belum jelas teknik mana yang bakal banyak dipakai di Kuwait. Tapi Adair telah memesan beberapa pompa penyemprot air berkapasitas 4.000 galon -- dua kali lebih besar dari pompa yang dia miliki sebelumnya. Pompa air berukuran besar itu, menurut Adair, merupakan peralatan vital, karena operasi pemadaman api akan dilakukan di tengah panasnya udara gurun Kuwait, yang pada Agustus mencapai 49 derajat C. Semburan air itu diperlukan untuk mendinginkan benda-benda, seperti pipa, yang terserak di sekitar nyala api. Untuk operasi pemadaman di Kuwait, Adair akan mengerahkan hampir seluruh anak buahnya. "Hanya tiga tim yang kami sisakan di Amerika," kata ahli penangkal api yang pernah menangani 2.500 kasus kebakaran sumur minyak itu. Satu tim terdiri dari tiga tenaga inti dan 100 tenaga pendukung yang terlatih. Ladang minyak yang telah dimakan api secara teoretis masih bisa dioperasikan kembali. Tapi bila pipa-pipa di dinding sumur rusak, harus dibuat sumur baru. Bila pemadaman api dilakukan dengan membuat sumur baru, jalur sodetannya bisa dipakai sebagai sumur baru. Kemungkinan lain, bila tekanan minyak dalam tanah menurun setelah operasi penyelamatan, sumur lama harus mengalami perubahan status, menjadi sumur pompa atau sumur jenis gas lift. Putut Trihusodo, Dwiyanto Rudy, dan Siti Nurbaiti
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini