Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

Mencari sepupu kita

Para pengamat teori evolusi masih berlomba mencari siapa sepupu terdekat bangsa manusia. orangutua, golira, atau simpanse?

16 Juni 1984 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ORANGUTAN, gorila, simpanse, dan kera, menurut teori evolusi Darwin, adalah primat atau keturunan terdekat manusia. Para penganut teori itu sudah berlomba, sejak 1960-an, mencari primat mana yang menjadi sepupu terdekat manusia. Mawas atau orangutan dikemukakan oleh profesor antropologi Universitas Pittsburgh, Jeffrey H. Schwartz, di sidang Asosiasi AS untuk Kemajuan Ilmu, akhir bulan lalu. Pohon evolusi, yang diumumkan Schwartz di New York itu, digambarkan sebagai berikut: Batang utama adalah nenek moyang semua keturunan mirip kera. Sekitar 30 juta tahun silam, batang itu bercabang dua. Satu cabang menurunkan "bangsa monyet" (gibbon). Satu cabang lagi menimbulkan dua ranting, sekitar 20 juta tahun silam. Ranting pertama menurunkan anak-anak ranting "bangsa orangutan dan bangsa manusia", ranting kedua menurunkan "bangsa gorila" dan "bangsa simpanse". Teori itu disusun Schwart berdasarkan penelitiannya terhadap kemiripan-kemiripan bentuk (morfe) dan susunan (struktur). Bahwa orangutan sangat banyak kemiripannya dengan manusia sudah lama menjadi cerita orang Sumatera dan Kalimantan. Antara lain, rambut mawas bisa tumbuh panjang seperti pada manusia. Orangutan Jantan, tinggi sekitar 11/2 m. berkumis dan berjanggut. Kelenjar susu dan buah dada mereka terpisah lebar seperti manusia. Bidang bahu mereka Juga mirip manusia. Pada penelitian lebih mendalam, menurut Schwartz, ternyata terdapat kemiripan lebih mendalam. "Hormon 'kewanitaan', misalnya kadar estriol dalam urine, sangat tinggi pada orangutan betina, sama seperti pada wanita. Masa hamil orangutan betina juga sama dengan manusia yakni 270 hari, sementara simpanse hanya 260 hari, dan gorila hanya 245 hari. Dalam melakukan hubungan kelamin, pria dan orangutan jantan bisa lebih lama dibandingkan primat lain," tulis Dr. Schwartz di majalah Nature. Tapi ada kelompok lain yang menolak teori Schwartz. Berdasarkan teori cladistic, pakaian atau lingkungan hidup, mereka mengemukakan bahwa gorila lebih dekat dengan manusia. "Kera, orangutan, dan simpanse masih hidup di pohon, sedangkan gorila sudah sama seperti manusia, yakni hidup di atas tanah," kata para pengikut cladistic itu. Teori itu kini banyak dipakai dalam berbagai kegiatan akademis di AS sejak beberapa tahun silam. Teori Schwartz, di sidang Asosiasi AS untuk Kemajuan Ilmu itu, mendapat sanggahan kuat dari para ahli biologi. Antara lain Charles G. Sibley dari Universitas Yale. Ilmuwan Inggris itu bersama rekannya, Jon E.E. Ahlquist, sejak tahun 1960-an memakai teknik penelitian perkawinan DNA-DNA, yakni unsur-unsur dalam inti sel yang antara lain menentukan sifat baka suatu makhluk. Dari hasil penelitian itu, mereka menyimpulkan, justru simpanse yang menjadi sepupu manusia. Sanggahan mereka diperkuat Dr. Morris Goodman, profesor anatomi dari Universitas Wayne, Detroit. Ia adalah ahli terunggul tentang evolusi manusia. Dr. Goodman juga menyusun teori berdasarkan kemiripan-kemiripan, tetapi bukan pada kemiripan fisik seperti Schwartz, melainkan pada kemiripan sel-sel makhluk primat yang masih hidup sekarang ini. Menurut teorinya - yang populer sebagai pandangan molekuler - nenek moyang purba bangsa primat baru pecah menjelang 10 juta tahun silam. Batang utama bercabang dua: satu menurunkan bangsa kera, satu lagi menimbulkan ranting bangsa orangutan, kemudian anak ranting bangsa gorila, dan terakhir cucu ranting bangsa simpanse dan manusia. Kemiripan-kemiripan fisik antara manusia dan orang hutan, kata Goodman, tidak berarti bahwa orang tua purba mereka sangat berdekatan. "Alam luar bisa menyebabkan kemiripan fisik, yang dikenal sebagai gejala-gejala konvergensi," kata Dr. Goodman sewaktu mewawancarai Dr. Schwart.Dr. Goodman dan Dr. Sibley menegaskan bahwa gejala konvergensi bisa menipu dan tentu saja tak bisa dipercaya. Mereka, sebagai ahli biologi, masih berpegang teguh pada teori evolusi yang dikemukakan Darwin, yakni segala-galanya berasal dan berkembang dari inti sel.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus