Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Mesir kuno dikenal luas sebagai bangsa pertama yang mengembangkan teknologi pengawetan jenazah, sebuah praktik yang telah menjadi salah satu warisan paling ikonik dari peradaban ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Proses pengawetan jenazah di Mesir kuno, yang dikenal sebagai mumifikasi, tidak hanya mencerminkan kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan mereka, tetapi juga memberikan wawasan mendalam tentang kepercayaan dan budaya mereka.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Praktik mumifikasi di Mesir kuno diperkirakan dimulai sekitar 2600 SM, selama era Kerajaan Lama. Pada awalnya, pengawetan jenazah dilakukan secara alami oleh lingkungan gurun yang kering dan panas. Namun, seiring berjalannya waktu, orang Mesir mengembangkan teknik yang lebih canggih untuk memastikan bahwa jenazah dapat terpelihara dengan baik untuk kehidupan setelah mati, sesuai dengan kepercayaan mereka. Proses mumifikasi di Mesir kuno adalah suatu ritual yang rumit dan memakan waktu sekitar 70 hari untuk diselesaikan. Proses ini melibatkan beberapa tahap penting:
1. Pengeluaran Organ Dalam
Langkah pertama dalam mumifikasi adalah mengeluarkan semua organ dalam, kecuali jantung, yang dianggap sebagai pusat intelijensi dan perasaan. Organ-organ tersebut kemudian diawetkan secara terpisah dalam wadah yang disebut kanopi.
2. Pengeringan Tubuh
Setelah pengeluaran organ, tubuh dibersihkan dan dikeringkan menggunakan natron, sebuah garam alami yang ditemukan di wilayah sekitar Sungai Nil. Tubuh ditutupi dengan natron selama sekitar 40 hari untuk menghilangkan semua kelembapan.
3. Pembungkusan dengan Kain Linen
Setelah tubuh benar-benar kering, proses pembungkusan dimulai. Tubuh dibungkus dengan lapisan kain linen, diselingi dengan resin untuk mencegah pertumbuhan bakteri dan jamur. Amulet dan jimat sering ditempatkan di antara lapisan kain sebagai perlindungan spiritual.
4. Pengembalian Tubuh ke Peti Mati
Setelah dibungkus dengan rapat, mumi ditempatkan dalam peti mati yang biasanya dihias dengan indah, mencerminkan status sosial dan keyakinan spiritual almarhum.
Signifikansi Spiritual dan Budaya
Mumifikasi bukan hanya sekedar upaya untuk mengawetkan tubuh fisik, tetapi juga bagian penting dari kepercayaan spiritual Mesir kuno. Mereka percaya bahwa kehidupan setelah mati adalah kelanjutan dari kehidupan di bumi, dan oleh karena itu, tubuh harus diawetkan dengan baik untuk digunakan kembali oleh jiwa. Proses mumifikasi juga dianggap sebagai cara untuk menghormati para dewa dan memastikan bahwa almarhum dapat menikmati kehidupan yang kekal.
Teknologi mumifikasi Mesir kuno menunjukkan tingkat pengetahuan yang luar biasa dalam hal anatomi, kimia, dan teknologi pengawetan. Penggunaan natron sebagai pengering alami dan resin sebagai pengawet adalah contoh dari pemahaman mereka tentang proses dekomposisi dan cara untuk mencegahnya. Kemampuan mereka untuk mengembangkan dan menyempurnakan teknik ini selama berabad-abad menunjukkan tingkat inovasi dan pengetahuan yang tinggi.
Meskipun Mesir kuno adalah yang paling terkenal dengan praktik mumifikasinya, teknologi pengawetan jenazah mereka telah mempengaruhi banyak budaya lain. Praktik pengawetan jenazah, meskipun dalam bentuk yang berbeda, dapat ditemukan di berbagai peradaban seperti Inca di Amerika Selatan dan beberapa budaya di Asia.
ANDIKA DWI | BRITANNICA
Pilihan editor: Profil Zhang Zhi Jie, Atlet Bulu Tangkis China yang Meninggal Saat Tanding karena Henti Jantung