Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Para peneliti sering menggunakan hewan-hewan dalam uji coba mereka, termasuk monyet. Mengapa harus monyet?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mengutip laman RSPC, puluhan ribu monyet, terutama kera dan marmoset, digunakan dalam penelitian dan pengujian di seluruh dunia setiap tahun. Di Inggris, sekitar tiga ribu monyet digunakan setiap tahunnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pada 2019, melansir dari laman Nature, ilmuwan Amerika Serikat (AS) menggunakan 68.257 primata non-manusia dalam penelitian. Adanya pandemi Covid-19 telah membawa kebutuhan terhadap monyet penelitian.
“Seperti yang diharapkan, primata non-manusia sebagian besar rhesus sangat penting dalam pengujian awal vaksin dan terapi,” kata Direktur Divisi Koordinasi Program, Perencanaan, dan Inisiatif Strategis NIH di Bethesda, Maryland James Anderson, dalam laman Nature.
Dalam uji cobanya, ilmuwan AS paling sering menggunakan monyet rhesus (Macaca mulatta) untuk mempelajari berbagai kondisi medis, termasuk penyakit menular. Primata secara genetik dan fisiologis mirip dengan manusia. Mereka biasa digunakan dalam uji coba sebelum manusia atau saat uji coba dengan manusia tidak memungkinkan.
Sebagian besar dari penggunaan ini untuk mengembangkan dan menguji keamanan dan keefektifan obat dan vaksin manusia yang potensial. Primata juga digunakan untuk mempelajari bagaimana fungsi otak dan dalam penelitian yang berkaitan dengan reproduksi manusia.
Primata adalah hewan yang sangat cerdas yang membentuk hubungan sosial yang kompleks dan mengalami emosi dengan cara yang mirip dengan manusia. Ini berarti ia dapat menderita dengan cara yang serupa dengan manusia.
Mereka bisa mengalami rasa sakit dan tekanan psikologis karena prosedur eksperimental dan dari cara mereka dibesarkan, diangkut, atau ditempatkan. Hal inilah yang membuat organisasi pencinta binatang menentang uji coba pada monyet.
AMELIA RAHIMA SARI