Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ingat wajah, lupa nama. Itu bisa terjadi pada siapa pun dan merupakan hal yang wajar. Tak ada yang perlu dirisaukan. Menurut ilmuwan dari Rockefeller University, Amerika Serikat, otaklah yang bertanggung jawab atas hal tersebut.
“Otak manusia memiliki dua area yang mampu mengintegrasikan persepsi visual yang baru saja dilihat dengan memori yang ada,” demikian hasil studi tim yang dipimpin oleh Winrich Freiwald, Kepala Laboratorium Neural System di Rockefeller.
Studi yang diterbitkan dalam jurnal Science itu mempelajari cara kerja otak kera resus (Macaca mulatta). Kera tersebut merupakan primata yang memiliki sistem pengolahan visual mirip dengan manusia.
Selama ini, otak diketahui memiliki ribuan jaringan area yang bisa mengenali segala macam benda, seperti wajah, mobil, dan ponsel pintar. Cara otak memproses visual wajah familier dan asing pun sangat berbeda.
Misalnya, seseorang bisa mengenali wajah orang lain meski tersamar pencahayaan. Namun perubahan kecil pada wajah yang pernah dikenal sulit diketahui.
Hal inilah yang meyakinkan Freiwald dan Sofia Landi—anggota tim riset yang juga mahasiswa pascasarjana di laboratorium—bahwa cara kerja otak manusia dalam hal pengenalan wajah terbilang unik.
“Kami yakin evolusi berperan dalam hal ini, tapi kami belum tahu bagaimana,” kata Freiwald. Karena itu, keduanya beralih ke kera—sepupu evolusioner manusia—untuk melihat perubahan tersebut.
Dengan menggunakan pemindaian magnetic resonance imaging (MRI), Freiwald dan Landi mengukur aktivitas otak primata itu saat merespons gambar wajah kera lainnya.
Wajah-wajah tersebut terbagi dalam tiga kategori, yakni wajah kera paling akrab yang tinggal bersama mereka selama bertahun-tahun, wajah yang tampak mirip atau familier, dan wajah yang benar-benar asing. Sebagai perbandingan, tim juga menunjukkan gambar benda-benda yang kerap ditemui, secara visual sering ditemui, dan benar-benar asing.
Melalui cara ini, tim berharap jaringan pengolah wajah pada otak kera menanggapi wajah yang tampak familier. Namun hasil riset mengungkapkan sebaliknya, tak ada peningkatan aktivitas otak terhadap wajah yang terlihat familier.
“Seluruh jaringan di otak, entah bagaimana, bisa membedakan wajah-wajah akrab dari wajah yang familier,” kata Landi, seperti dikutip dari laman Science Daily.
Menariknya, ada semacam “kejutan” di dua wilayah memori otak saat kera-kera tersebut melihat wajah yang tampak familier. Pertama, pada bagian memori deklaratif—berisi fakta dan kejadian yang dapat diingat secara sadar oleh otak. Kedua, di wilayah hierarki sosial.
Hal ini merupakan bentuk memori yang spesifik berkembang pada keluarga primata, termasuk manusia. Gabungan aktivitas kedua wilayah memori tersebutlah yang membuat kita seolah-olah pernah melihat wajah yang sepertinya familier.
“Dua wilayah memori ini bekerja seperti efek kejut, yang secara ‘tiba-tiba’ membangkitkan kembali memori lama dan membangun memori baru soal wajah,” kata Freiwald.
Studi Freiwald dan Landi memang baru sampai di situ. Namun setidaknya, menurut mereka, studi ini bisa menjadi langkah awal untuk menyelidiki lebih lanjut saraf yang mendasari pengenalan wajah dan cara otak merespons berbagai jenis keakraban.
FIRMAN ATMAKUSUMA | SCIENCE | SCIENCE DAILY
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
16
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo