Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Pusat Riset Teknologi Reaktor Nuklir Badan Riset dan Inovasi Nasional (PRTRN BRIN) Topan Setiadipura mengatakan saat ini waktu yang tepat untuk mempelajari artificial intelligence (AI) atau kecerdasan buatan, terutama dalam teknologi reaktor nuklir.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Topan mengatakan tugas PRTRN BRIN adalah mengembangkan teknologi reaktor nuklir, termasuk 12 kelompok penelitian. Kegiatan lainnya, yaitu berkomunikasi dengan industri dari luar negeri, salah satunya melalui banyak pertemuan dengan pihak Amerika, Jepang, dan Korea.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Bekerja sama dengan Kunihiko Nabeshima dari Japan Atomic Energy Agency (JAEA) atau peneliti lain dari Cina yang bergerak di bidang AI akan sangat bermanfaat bagi PRTRN BRIN, terutama dalam aspek teknis, penelitian dan pengembangan,” kata Topan, dikutip dari siaran pers BRIN, Senin, 24 Februari 2025.
Menurutnya, AI adalah bidang baru yang dapat didiskusikan lebih lanjut, terutama dalam aspek teknis, penelitian, dan pengembangan (R&D). “Meskipun teknologi reaktor nuklir cukup lambat dalam menerima pembaruan teknologi, dan jika dilakukan sesuatu secara ilmiah, itu akan sangat baik bagi kami,” ujarnya.
Sementara Kunihiko Nabeshima dari Nuclear Human Resource Development Center Tokai, JAEA, menyampaikan dampak kecelakaan Fukushima dan status terkini pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) di Jepang, serta teknologi AI dalam bidang energi nuklir.
Pertemuan BRIN dan JAEA lebih fokus membahas teknologi AI dalam bidang nuklir. Kunihiko mengatakan AI digunakan dalam sektor energi nuklir untuk mendukung teknologi nuklir. AI dapat membantu dalam respons darurat untuk akses nuklir.
Saat ini AI dapat mengawasi reaktor dan memberikan informasi kepada operator. “Selanjutnya AI dapat memberikan rekomendasi tentang tindakan yang harus diambil oleh operator demi menjaga keamanan reaktor,” tambahnya.
“Kami berharap dapat bekerja sama dengan BRIN, karena sekitar 20 tahun yang lalu kami membangun sistem investigasi ini menggunakan jaringan saraf (neural network) untuk penyelidikan, dan sekarang sedang mengembangkan teknologi baru,” katanya.