Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Indonesia tengah dilanda kabar duka yang mendalam setelah meninggalnya Ki Manteb Soedharsono, plitikus Rachmawati Soekarno Putri, juga arkeolog senior Indonesia yang mengembuskan napas terakhirnya, Profesor Mundardjito.
Kabar duka itu dibenarkan Guru Besar Arkeologi Universitas Indonesia, Agus Aris Munandar, yang pernah menjadi mahasiswa Mundarjito saat berkuliah di Jurusan Arkeologi, Fakultas Ilmu Budaya UI. “Saya belum dapat info jelasnya. Apa mungkin karena asmanya yang kambuh. Beliau sudah berusia 85 pada tahun ini,” ucapnya ketika menjelaskan penyebab meninggalnya Profesor Mundardjito.
Mundardjito lahir di Bogor pada 8 Oktober 1936, dia lulus dari Jurusan Ilmu Purbakala dan Sejarah Kuno Indonesia—sekarang Jurusan Arkeologi FIB UI—pada 1963. Dia juga beberapa mendapatkan beasiswa untuk belajar di beberapa perguruan tinggi luar negeri, University of Athens, Yunani (1969-1971) dan University of Pennsylvania, Amerika Serikat (1978-1979).
Mundardjito menghabiskan tiga per empat hidupnya untuk kemajuan dunia arkeolog di Indonesia. Tidak heran jika ia sudah menyambangi berbagai situs arkeologi di Tanah Air. Mulai dari yang besar-besar, seperti Borobudur, Trowulan, dan Banten Lama, hingga ke sudut-sudut Kutai, Muara Jambi, termasuk Pasir Angin, Jawa Barat. Hal ini dikarenakan ia meyakini arkeolog sebagai jati diri bangsa.
Namun, Mundardjito berbeda dengan ilmuwan lainnya, ia yang lulus dalam menempuh pendidikan doktoralnya pada 1993 namun tidak melalui pendidikan master. Ketika itu ia mampu lulus dengan predikat Cum Laude dengan disertasi berjudul Pertimbangan Ekologi dalam Penempatan Situs Masa Hindu-Buda di Daerah Yogyakarta: Kajian Arkeologi-Ruang Skala Makro. Karya-karya dan penelitiannya juga yang membuatnya layak masuk program pascasarjana setingkat S-3.
Ilmuwan yang dikenal tegas dan jujur oleh para mahasiswanya ini menuturkan bahwa sebuah candi didirikan di sebuah lokasi bukan hanya karena pertimbangan keagamaan, melainkan juga melibatkan pertimbangan ekologis, seperti jarak dari sungai, kemiringan tanah, kesuburan tanah, dan kedalaman sumber air tanah.
Ketika memasuki usia 70-an, semangat Mundardjito tidak pernah surut dalam melakukan penelitian. Bahkan ia masih sanggup untuk bekerja layaknya anak muda. Di usia tersebut, ia juga melakukan penggalian di sekitar Kota Tua Jakarta. Dari penggalian itu, ia menemukan kembali jalur rel kereta api lama di sana.
GERIN RIO PRANATA
Baca: Mundardjito Meninggal, Arkeolog UI: Dia Ahli Kajian Arkeologi Lapangan
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini