PERAHU tradisional yang diberi nama Phinisi Nusantara itu bersiap-siap mengarungi Samudra Pasifik, perjalanan panjang yang akan mendebarkan hati. Tidakkah nanti akan terjadi sesuatu? Pekan lalu, perahu Bugis itu terpaksa "terdampar" di dok Tanjungpriok, Jakarta, untuk perbaikan setelah melakukan perjalanan Ujungpandang-Surabaya-Jakarta, selama sepekan lebih. Terjadi kerusakan pada generator pembangkit listriknya yang berkekuatan 17,5 KVA, akibat tak kuatnya generator itu menghadapi guncangan pada dudukan papan. Juga terjadi kebocoran. Namun, rembesan air laut yang masuk melalui sambungan papan dan lubang as rotor mesin, ternyata tidak mengkhawatirkan volumenya. Perahu tradisional ini di daerahnya dikenal dengan nama pinisi. Dan pinisi yang akan mengarungi samudra itu, tak lain, bagian dari pameran internasional Expo '86 yang diselenggarakan di Kanada sejak 2 Mei lalu, dan akan berlangsung sampai 13 Oktober mendatang. Pameran yang diikuti 80 negara itu, tepatnya, diselenggarakan di Kota Vancouver. Indonesia mengambil bagian, dan pelayaran pinisi Jakarta-Vancouver adalah salah satu acara yang disuguhkan. Sasaran pelayaran itu, tentu saja, publikasi, mempromosikan Indonesia di dunia internasional. Menurut Bondan Winarno, pejabat humas panitia Expo '86, kedatangan Phinisi Nusantara di Vancouver sekitar Agustus mendatang sudah ditunggu banyak orang. Masalahnya, pelayaran itu dianggap cukup luar biasa. Betapapun mengarungi samudra dengan perahu layar adalah ekspedisi yang penuh tantangan dan risiko. Keberangkatan Phinisi Nusantara dari Jakarta, hingga pekan ini, belum ditentukan. Kerusakan yang dialami dalam perjalanan Ujungpandang-Jakarta membuat panitia penyelenggara membutuhkan beberapa pertimbangan. Namun, yang pasti, rute sudah ditentukan. Dari Jakarta pinisi itu akan menuju Honolulu lewat Samudra Pasifik, mengarungi jarak 7.703 mil. Perjalanan ini akan ditempuh dalam 45 hari. Dari Honolulu, Hawaii, pinisi menuju Vancouver menempuh jarak 3.420 mil dan diperkirakan makan waktu 15 hari. Pelayaran jarak jauh itu dilayani 15 awak kapal, 2 di antaranya wartawan. Dari 15 awak kapal itu, 5 awak adalah pelaut tradisional yang bertugas dalam manajemen layar dan pengemudian. Namun, nakoda kapalnya, seorang bekas mayor angkatan laut. Ia adalah Gito Ardjakusuma, kapten kapal dari perusahaan Andhika Lines. Manajemen layar adalah persoalan khusus dalam melayarkan pinisi, apalagi ke jarak jauh. Pelaut tradisional memang jaminan, karena mereka konon mampu memanjat layar dengan kecepatan seperti kera. Phinisi Nusantara, yang mengambil model perkembangan tahun 1776 -- yang tak banyak lagi terlihat di masa kini -- memiliki 7 buah layar. Perinciannya: 2 top sails, 2 main sails, dan 3 jibs. Sebagian besar ciri pinisi memang tidak diubah. Hanya beberapa bagian mengalami modifikasi -- yang dibuat berdasar perhitungan ahli perkapalan Dr. Sularto Hadisuwarno -- untuk memenuhi persyaratan pelayaran samudra. Phinisi Nusantara, yang memiliki panjang 35 meter, lebar 9 meter, dan bobot mati 339 ton, dibuat di Ujungpandang oleh pembuat-pembuat kapal tradisional. Konsep dan proses pembuatannya pun tradisional. Yang istimewa dalam pembuatan pinisi perahu ini dibuat mulai dari dinding-dindingnya kemudian baru tulang-tulang penguat. Ini konsepsi yang tidak lazim, karena baik perahu maupun kapal biasanya memulai pembuatannya dari kerangka. Karena proses inilah dinding pinisi senantiasa tebal. Pada Phinisi Nusantara ketebalan ini diefisienkan dari 150 milimeter menjadi 81 milimeter. Perubahan ketebalan ini berkaitan dengan modifikasi kerangkanya. Pada pinisi tradisional, lunas perahu, yaitu tulangan utama yang merupakan balok melintang di perut perahu, hanya satu buah. Akibatnya lambung perahu mempunyai bentuk agak membulat seperti sabut kelapa. Bentuk ini membuat pinisi tak mampu memecah gelombang hingga koefisien tahanan menjadi sangat besar. Pada Phinisi Nusantara, lunas perahu di tambah sebuah lagi di bagian dalam. Kedua lunas kemudian menjepit sebuah balok yang penampangnya berbentuk kapak. Selain menguatkan konstruksi, lunas ini membuat bentuk pinisi menjadi lebih stream line, bentuk yang diperlukan untuk memecah ombak. Selain modifikasi itu Phinisi Nusantara diperlengkapi mesin untuk keamanan. Juga peralatan modern, seperti generator, peralatan komunikasi, pompa, dan peralatan navigasi. Jim Supangkat, Laporan Moebanoe Moera (Jakarta)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini