Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

Menyidik Sapi, Ayam, Dan Babi Menyidik Sapi, Ayam Dan Babi

Berdasarkan penelitian dari FDA, AS ditemukan kasus keracunan daging hamburger, sebagai akibat dari sejumlah ternak yang makanannya dicampur dengan antibiotik. Masih ada yang pro dan kontra. (ilt)

13 Oktober 1984 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

HAMBURGER, santapan cepat dan praktis itu, kembali dipersoalkan. Kali ini dari segi daging yang digunakan sebagai pengganjal roti bertangkup itu, yang di Amerika Serikat umumnya berasal dari ternak yang dibesarkan dengan makanan bercampur antibiotik. Studi yang dilancarkan sebuah lembaga pengawasan penyakit menemukan 18 kasus keracunan daging hamburger, satu di antaranya mengakibatkan kematian. Tujuh tahun lalu, Lembaga Makanan dan Obat-Obatan AS (FDA) memang sudah mengusulkan pelarangan penggunaan antibiotik pada makanan ternak. Tetapi, usul itu kandas di Kongres, terutama berkat kerja keras para anggota yang datang dari negara bagian peternakan. Menurut perkiraan FDA, para peternak AS secara rutin mencampurkan antibiotik dalam kadar rendah pada makanan hewan mereka, dengan tujuan memacu pertumbuhan dan menangkal penyakit. Paling tidak, metode ini diterapkan pada 80% ternak sapi 60% babi, dan 30% ayam di seluruh Amerika Serikat. Lembaga Kesehatan Hewan, sebuah grup industri obat-obatan, mengakui bahwa dari kebiasaan itu sejumlah perusahaan obatobatan AS berhasil menjual antibiotik dengan harga total US$ 270 juta, tahun lalu. Antibiotik yang dipakai umumnya penisilin dan tetrasiklin. Para ilmuwan AS memang sudah agak lama mengetahui penggunaan kedua antbotik itu pada makanan ternak. Mereka juga membenarkan, cara ini berhasil membunuh sejumlah besar bakteri penyebab penyakit hewan. Tetapl, kini muncul buktbukti baru yang menghubungkan pengaruh daging tersebut pada penyakit manusia. "Dan bukti-bukti ini meyakinkan," ujar Dr. Lester M. Crawford, direktur Pusat Pengobatan Penyakit Hewan, FDA. Antibiotik itu memang membunuh sejumlah bakteri. Tetapi, ia juga "membiakkan" pelbagai bakteri lain yang, sebagai akibat dosis rendah tadi, menjadi kebal terhadap beberapa jenis obat. Bakteri inilah yang kemudian masuk ke tubuh manusia melalui daging, susu, bahkan telur hewan bersangkutan. Akibatnya, pasien bisa menderita penyakit menahun, atau segera tewas, karena obat-obatan penangkal menjadi tidak ampuh lagi. Studi FDA ini menggunakan teknik penyidikan genetika, dan laporan-laporan rumah jagal yang dikomputerisasikan. Dengan cara itu, hamburger yang tercemar diusut. Sumber "penyakit" akhirnya ditemukan di sebuah peternakan di Dakota Selatan. Di situ, ternak memang diberi makan dengan gandum yang dibubuhi tetrasiklin. Dari contoh kasus, 12 penderita diberi antibiotik untuk penyakit yang berbeda-beda. Ternyata, antibiotik yang mestinya mampu mengatasi peracunan makanan tadi malah membunuh organisme yang diperlukan tubuh, dan membiarkan bakteri perusak berkembang biak. Studi lain oleh kelompok ilmuwan yang sama menemukan 52 jenis infeksi dalam derajat fatal lebih tinggi oleh bakteri kebal tersebut. Dr. Crawford sedang mempertimbangkan apakah hasil penemuan itu diajukan ke Kongres tahun ini, atau menunggu saat penyampaian laporan berkala, tahun depan. Namun, ia sudah melihat hambatan yang bakal muncul karena perbedaan kepentingan. Kelompok industri farmasi, misalnya, sudah memasang kuda-kuda. Menurut mereka, manfaat penggunaan obat-obatan untuk meningkatkan produksi daging lebih penting ketimbang usaha pencegahan yang "belum terbukti kuat". Para penentang mengakui penggunaan antibiotik secara berlebihan sebagai masalah tersendiri. Namun, menurut mereka, seperempat dari jumlah penggunaan antibiotik diseantero AS beredar dalam makanan ternak. Di Indonesia, yang peternakannya belum mencapai skala raksasa, gejala ini mungkin belum mengganggu. "Dulu, ketika kami masih memiliki peternakan, antibiotlk memang diberikan," kata Popo Kramadibrata, kepala bagian pemasaran Kemchick. Itu pun dalam bentuk suntikan, dalam dosis rendah, dan khusus bila ada penyakit.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus