Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

Misteri dc-10 dilereng erebus

Jatuhnya pesawat dc-10, membentur lereng gunung erebus di kutub selatan.

5 Januari 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SAMPAI 4 kali terbunyi tanda bahaya sebelum DC-10 milik Air New Zealand. membentur gunung Erebus di Kutub Selatan. Mylton Wylie, ahli penyidik kecelakaan pesawat terbang dari Kementerian Angkutan Selandia Baru pekan lalu mendiskusikan fakta tadi di Washington dengan Dewan Pengamanan Pengangkutan Nasional AS. Black box -- yang sebetulnya berwarna jingga cerah -- telah ditemukan di tengah runtuhan pesawat itu. Dan suara dari Ground Proximity Warning System Alert (Sistem Alarem bila mendekati Bumi) terekam dalam box itu. Menurut Reuter, seorang penyidik Dewan Pengamanan itu, Paul Turner, mengungkapkan bahwa alat itu sempat berbunyi 3 kali keras dan 1 kali lemah, kemudian segera disusul dengan suara gelegar benturan. Ada reaksi awak pesawat yang terdengar di pita rekaman ketika tanda bahaya itu berbunyi, tapi para penyidik masih belum bersedia mengungkapkannya. "Saya lebih baik tidak mengungkapkan apa-apa," jawab Wylie ketika didesak wartawan. Ia juga tidak mau menjelaskan jarak waktu antara tanda bahaya dan benturan terjadi. Pendapat umum segera menyimpulkan bahwa kecelakaan itu disebabkan pilot error, kesalahan penerbang. Tapi Air New Zealand membantah dengan alasan bahwa alarem itu hanya pelengkap dalam sistem pengendalian pesawat DC-10, dan cepat sekali berbunyi -- tidak terlalu menentukan dalam mencari sebab kecelakaan itu. Sementara itu di Washington penyidikan masih berlangsung terus. Mereka meminta supaya dikirim bagian dari komputer yang mengatur navigasi pesawat itu untuk melengkapi kesimpulan mereka. Penerbangan ke Kutub Selatan sebetulnya beberapa kali diragukan dari segi keselamatannya oleh beberapa ahli wilayah itu. "Iklim Antarktika terkenal cepat berubah," kata Prof. Harry Black, ahli Australia tentang Kutub Selatan. "Angin di sana cenderung dahsyat yang melintasi dataran es, menyeberangi pegunungan Trans Antarktika dan membentur Gunung Erebus. Seorang pilot mudah terperangkap dalam arus angin menurun." Bahkan dua bulan lalu beberapa peserta sebuah pertemuan ilmiah mengenai Antarktika memperingatkan bahwa angin dahsyat dan awan salju bisa membahayakan penerbangan ke wilayah itu. Sedang pangkalan udara AS di McMurdo tidak dilengkapi secukupnya. Seperti suatu keajaiban, kecelakaan DC-10 itu terjadi tepat 50 tahun -- 28 November 1929 -- sejak rombongan Laksamana Richard Byrd memelopori penerbangan pertama melintasi Kutub Selatan. Ketika itu dipakai pesawat jenis Ford, bermotor tiga dan diberi nama Floyd Bennett. Penerbangan 901 -- semua penerbangan ANZ ke Antarktika bernomor demikian --yang mempergunakan DC-10 pasti lebih nyaman. Walau pada ketinggian 35.000 kaki (10.700 m), ia bebas dari segala gagguan udara. Ia turun hanya sampai ketinggian 6000 kaki (1850 m), untuk melihat dari dekat pemandangan tertentu. Para penumpangnya selalu disuguhi berbagai makanan leat. Sekali ini hidangan makan siang mungkin belum sempat selesai dinikmati ketika pesawat itu membentur lereng Gunung Erebus, salah satu puncak acara dalam perjalanan itu. Gunung itu (dalam mitologi Yunani kuno, Erebus adalah nama anak Chaos dan berarti kegelapan yang amat pekat) menjulang setinggi 12.400 kaki (3.780 m), di tengah Pulau Ross lepas daratan benua Antarktika. Beberapa waktu sebelum mendekatinya, Kapten pilot Tom Collins, 45 tahun, mengumumkan niatnya untuk turun dari ketinggian 10.000 kaki (3.000 m), memberi kesempatan kepada para penumpang untuk melihat gunung api tersohor itu dari dekat. Belum Pasti Penerbangan itu suatu acara turis yang biasanya berlangsung selama sekitar 10 jam, menempuh jarak 11.570 km, melintasi wilayah Kutub Selatan yang gersang, beku dan dingin. Dengan biaya AS$ 365, orang dapat menikmati pemandangan "buas" di "ujung dunia", lengkap dengan penerangan dari seorang ahli peneliti wilayah itu, sambil menikmati makanan dan minuman yang istimewa. DC-10 itu, yang berawak 20 orang dan membawa 237 penumpang, membentur lereng gunung itu beberapa menit lewat jam 2 siang. Baru 10 jam kemudian beberapa pengintai dari pangkalan udara McMurdo berhasil menemukan runtuhan pesawat itu pada ketinggian 2.500 kaki (760 m), bertebar seluas setengah kmÜßÿFDQë' Tiga pendaki gunung asal Selandia Baru berhasil kemudian diturunkan dari helikopter. Mereka tidak menemukan seorangpun yang hidup. Kecelakaan itu merupakan keempat terbesar di dunia, dan ketiga tahun ini, yang melibatkan jenis pesawat DC-10. Maka ini segera menimbulkan dugaan bahwa kecelakaan ini disebabkan oleh kerusakan pesawat DC-10 itu. Tapi penelitian terakhir sudah memastikan bahwa bukan ini sebabnya. Meskipun kemudian arah dugaan beralih kepada pilot error, ini pun belum pasti. Tom Collins, kapten pilot pesawat itu, sudah berpengalaman 21 tahun dan terkenal sebagai penerbang yang tidak suka menempuh risiko. Tapi penerbangan itu pertama kali baginya ke wilayah tandus itu. Banyak orang menduga bahwa Collins mengalami gejala yang dikenal sebagai white out. Ini terjadi bila sang pilot, yang berpengalaman sekalipun, sempat kehilangan kesan arah dan perspektif karena badai salju menutupi segalanya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus