Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Mudatsir, Kapten Rumah Sakit Terapung Ksatria Airlangga (RSTKA) sudah mengarungi laut sejak 2000. Dia berpindah dari satu pulau ke pulau lain untuk membantu masyarakat mendapatkan akses kesehatan. RS terapung itu digagas oleh alumni Universitas Airlangga. “Sejak tahun 2000 saya mulai melaut. Awalnya saya kerja di kapal ekspedisi, lalu sejak 2017 sampai sekarang saya jadi kapten di RSTKA,” ujar Mudatsir dikutip dari laman resmi UNAIR pada Sabtu, 4 Juni 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mudatsir berbagi pengalamannya ketika direkrut menjadi kapten RSTKA. Kala itu dia akan berlayar ke Pulau Bawean, Gresik. Pria asli Bulukumba, Sulawesi Selatan itu awalnya berencana hanya bergabung di RSTKA pada satu kali perjalanan saja. Mengingat, kondisi kapal dengan panjang 27 meter tersebut mulanya kurang layak untuk operasional dan butuh banyak perbaikan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pelayanan RSTKA pertama kali diadakan di Pulau Bawean Gresik. Saat itu, tindakan medis masih dilakukan di darat karena belum adanya fasilitas medis yang memadai. “Saat perjalanan uji coba misalnya, ada tiang kapal yang jatuh, untung tidak ada yang kena,” ujar Mudatsir yang merupakan alumni Balai Pendidikan Dan Pelatihan Ilmu Pelayaran Makassar itu.
Namun, setelah pelayaran pertama di Pulau Bawean, Mudatsir mendapatkan tawaran untuk lanjut menjadi kapten kapal RSTKA. Ia pun memutuskan untuk melanjutkan tugasnya. “Melihat dokter kerja dari pagi sampai larut malam, relawan angkat pasien dari kapal ke ambulans, dari ambulans ke kapal, dan butuh tenaga yang melibatkan kru, di situ saya merasa ada kebaikan dan niat ibadah di dalamnya. Sehingga saya tertarik untuk terus ikut di sini,” ungkap Mudatsir.
Mudatsir menceritakan pengalamannya saat berada di Pulau Kangean, Jawa Timur. Kala itu, ada seorang ibu yang melahirkan di atas kapalnya. Bayi itu dinamai Ksatria Airlangga. “Ada bayi yang lahir pertama kali di RSTKA dan dinamai Ksatria Airlangga. Saya ikut memberi nama itu. Lalu, dua tahun kemudian balik lagi ke situ, dan saya ketemu lagi dengan anaknya,” ujar bapak dua anak tersebut.
Menurutnya, pengalaman tersebut menjadi hal yang mengharukan baginya, mengingat bagaimana rumah sakit apung itu telah membantu banyak masyarakat yang masih terbatas dalam akses fasilitas kesehatan.
“Saya dan teman-teman kapal berharap semoga kegiatan ini makin banyak membantu orang di daerah terpencil, khususnya untuk kesehatan mereka. Semakin menyentuh orang di bagian terluar, dan semakin mendekati tujuannya,” ungkap Mudatsir.
Selain itu, Mudatsir juga berkeinginan agar RSTKA bisa melakukan pelayanan di Bulukumba, daerah asalnya. “Pernah direncanakan ke Kepulauan Selayar yang dekat dengan kampung saya, tapi tertunda karena Covid-19. Mudah-mudahan rencana itu bisa dilanjutkan,” harap Mudatsir.
Dengan tagline Mengarungi Samudera Menyelamatkan Anak Bangsa, sejak beroperasi tahun 2017 RSTKA telah mengunjungi lebih dari 49 pulau, melayani perawatan lebih dari 13.500 pasien, dan memiliki lebih dari 1.652 relawan.
Selain memberikan pelayanan kesehatan di daerah 3T, RSTKA turut serta bergabung memberikan pelayanan kesehatan pada bencana alam yang pernah terjadi di Indonesia. Seperti gempa Lombok pada Agustus 2018 dan dan gempa Sulawesi Barat pada Januari 2021.