Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto merespons isu pemerintah daerah memanipulasi data Badan Pusat Statistik (BPS) demi menerima insentif dari pemerintah pusat. Menurut Airlangga, pemda yang melakukan hal itu harus dijatuhi sanksi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Yang nakal-nakal harus dikasih sanksi,” kata Airlangga saat ditemui di kantor Kemenko Perekonomian di Jakarta Pusat, Jumat, 4 Oktober 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ketika ditanya pemda mana yang menjadi pelaku manipulasi data, ia menolak untuk memberi tahu. “Bocorannya nanti,” ujarnya.
Sebelumnya, dugaan manipulasi data inflasi oleh pemda muncul usai Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menyebut kepala daerah memiliki modus tersendiri untuk mengakali angka inflasi. Menurut Tito, kepala daerah menyambangi kantor BPS untuk meminta agar data inflasi dipalsukan. Cara lain yang dilakukan pemda, kata Tito, adalah membuat pasar murah sebelum BPS melakukan survei, sehingga data yang terkumpul bukan data riil.
Hal ini imbas dari ketentuan bahwa daerah yang mampu menjaga inflasi berpeluang menerima insentif dari pemerintah. Sebaliknya, daerah yang gagal mengendalikan inflasi bisa terkena sanksi.
Pemerintah telah memberi insentif fiskal bagi daerah-daerah yang berhasil mengendalikan inflasi sejak 2023. Tahun lalu, para kepala daerah yang dinilai mampu mengendalikan inflasi secara baik dan stabil diberikan Dana Insentif Daerah dengan anggaran sebesar total Rp1 triliun, menurut keterangan tertulis Kementerian Keuangan.
Sedangkan, tahun ini, Menteri Keuangan Sri Mulyani menetapkan alokasi insentif fiskal untuk penghargaan kinerja tahun berjalan kategori pengendalian inflasi daerah periode pertama menurut provinsi/kabupaten/kota sebesar Rp300 miliar.
Melalui insentif tersebut, pemerintah berharap pemda mampu secara aktif memantau dan mengendalikan pergerakan harga, terutama komoditas pangan seperti beras, ayam, telur, cabe, ikan, dan sebagainya.
“Memang kita kan memberikan insentif agar mereka mengendalikan volatile food (komoditi pangan yang bergejolak). Kenapa volatile food penting? Karena jangan sampai daya beli masyarakat tergerus karena harga pangan naik,” kata Airlangga.
Sri Mulyani pun mengatakan dia sudah berkoordinasi dengan Tito soal hal ini. “Saya sudah cek sama Pak Tito, Pak Mendagri. Beliau menyampaikan ada beberapa, tapi itu sangat sedikit dan sudah dilakukan koreksi,” kata dia saat ditemui usai acara 8th Annual Islamic Finance Conference (AIFC) di Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Jumat, 4 Oktober 2024.
Dalam kesempatan terpisah, Plt Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Amalia Adininggar Widyasanti menegaskan data perhitungan inflasi oleh BPS sesuai dengan kaidah statistik dan dikelola secara independen. Menurut Amalia, BPS mengacu pada standar internasional dan tidak terpengaruh intervensi dari pihak lain.
“Angka yang dihasilkan BPS dapat dijamin kualitasnya dan dipertanggungjawabkan independensinya,” kata dia saat konferensi pers di Jakarta, Selasa, 1 Oktober 2024, seperti dikutip oleh Antara.
Sementara itu, terkait tudingan kehadiran pasar murah untuk manipulasi angka inflasi, Amalia menyatakan inisiatif itu merupakan langkah konkret pemerintah dalam mengendalikan inflasi di daerah.
Sri Mulyani berkata dia dan Mendagri telah sepakat bahwa BPS perlu menjaga agar angka inflasi tetap akurat dan kredibel. “Untuk reward, harus betul-betul berasal dari achievement karena memang tingkat harga stabil dan baik,” tuturnya.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) di Kemenkeu, Febrio Nathan Kacaribu, mengatakan bahwa BKF sedang mempertimbangkan kemungkinan menarik insentif dari pemda yang terbukti memanipulasi data. “Kami pertimbangkan,” kata Febrio saat ditemui di kantornya hari ini.