Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SEPERTI sejumlah ilmuwan dunia lainnya, Philip Kim dan rekan-rekannya dari Universitas Columbia, Amerika Serikat, tertantang untuk bisa membuat lapisan graphene—lembaran setebal satu atom yang isinya melulu atom karbon—setipis mungkin. Semakin tipis graphene, semakin gampang dipelajari karakternya, dan semakin dekat merevolusi berbagai teknologi dunia.
Selama dua dekade, tumpukan tertipis yang bisa diciptakan ilmuwan terdiri atas sekitar 100 lembar graphene. Ukuran ini sudah dianggap ”nano” karena untuk bisa setebal satu milimeter saja butuh tiga juta lapisan graphene. Tapi Kim belum puas. Akhirnya, setelah beberapa lama, ia berhasil membuat graphene yang lebih tipis dengan meletakkan kristal grafit—seperti karbon di mata pensil—ke mikroskop atom. Kim senang dengan temuannya. ”Kami bisa mendapatkan (ketebalan atom) 10-20 lapisan,” katanya. Dengan bangga, ia menyebut temuan itu pensil nano dan mengirimnya ke salah satu jurnal ilmiah.
Kegembiraan Kim hanya berlangsung beberapa hari, sampai jurnal ilmiah top Science terbit. Di dalamnya ada teknik membuat graphene yang jauh lebih sederhana dan, hebatnya, bisa sampai setipis satu atom saja alias zat tertipis di dunia. Untuk membuatnya, cukup dengan sepotong selotip. Grafit ditekan-tekan di antara selotip. Di selotip nanti bakal tersisa lapisan graphene.
Begitu saja tekniknya. Tidak perlu mikroskop atom. Tidak perlu pula cairan kimia yang rumit dan canggih. ”Saya terkejut dan agak stres juga,” kata Kim, seperti dikutip Chemical & Engineering News. Kerja yang dia banggakan beberapa lama dan dilakukan dengan begitu susah payah menjadi sia-sia.
Temuan yang dimuat di Science pada 2004 itu tidak hanya membuat terkejut Kim, tapi juga membuat panitia anugerah Nobel terpesona. Mereka pun dua pekan lalu memberikan penghargaan Nobel bidang fisika kepada dua ahli yang mengakali pembuatan graphene, Andre K. Geim dan Kostya S. Novoselov. Keduanya ahli fisika di Universitas Manchester, Inggris.
Menurut panitia Nobel, mereka berdua memperoleh Nobel karena temuan mereka memungkinkan ilmuwan menguji dasar-dasar teori fisika. ”Di sisi lain, berbagai macam penerapan praktis sekarang tampak mungkin, termasuk munculnya material baru dan pembuatan elektronik baru,” ungkap panitia Nobel.
Penghargaan itu sangat luar biasa karena Novoselov baru berusia 36 tahun. Biasanya ilmuwan baru menerima Nobel saat berusia di atas 50 tahun. Ketika menemukan teknik mengisolasi graphene, Novoselov malah baru 30 tahun dan menjadi mahasiswa Geim. Mereka berdua kelahiran Rusia. Novoselov sekarang memegang dua paspor, Rusia dan Inggris, sedangkan Geim, yang memiliki ayah-ibu berdarah Jerman, berkewarganegaraan Belanda.
Nama Geim pernah menjadi pemberitaan dunia pada 2000. Waktu itu ia meraih hadiah Ig Nobel—lelucon ilmiah dunia yang memberikan penghargaan bagi penelitian lucu—karena berhasil melakukan eksperimen dengan membuat kodok melayang setelah diberi medan magnet yang kuat.
Pemikiran yang tidak lazim itu rupanya membuat Geim dan Novoselov bisa menemukan trik mengisolasi graphene. Teknik ini disebut Kim kasar dan sederhana. ”Tapi, indahnya, teknik ini benar-benar berfungsi,” kata Kim.
Setelah membaca Science, Kim dan ilmuwan dari seluruh dunia meniru teknik itu. Sekarang sudah lebih dari seribu penelitian yang berkaitan dengan graphene muncul karena kemudahan mendapatkannya, termasuk penelitian oleh Profesor Khairurrijal dan rekan-rekannya dari Institut Teknologi Bandung. ”Sudah tiga penelitian terkait graphene saya lakukan,” kata Khairurrijal.
Salah satunya adalah meneliti kemungkinan lembaran graphene sebagai sensor. ”Ini karena atom lain gampang menempel,” ujar Khairurrijal. Menurut situs resmi panitia Nobel, sensor dengan graphene ini bisa sangat peka. Satu molekul zat berbahaya yang menempel di permukaan graphene, misalnya, sudah bisa dipantau.
Tidak hanya sensor, revolusi yang mungkin terjadi adalah transistor dari graphene. Ini yang sekarang sedang diteliti Geim dan Novoselov. Transistor—dan keping komputer—dari graphene bakal lebih ringkas dan lebih cepat daripada bahan silikon seperti yang sekarang ada. ”Ini lebih hemat energi,” kata Khairurrijal.
Mungkin juga nantinya graphene bakal menjadi bahan layar sentuh komputer atau telepon seluler. Ini karena graphene bisa mengantarkan listrik sekaligus transparan. Penambahan satu persen graphene ke plastik, misalnya, sudah membuat plastik itu memiliki karakter seperti sejumlah logam: bisa mengantarkan listrik, lebih kuat, lebih tahan panas, sekaligus masih memiliki karakter plastik, yakni lentur dan ringan. ”Di masa mendatang, satelit, pesawat, dan mobil bisa dibuat dari material komposit baru (campuran graphene),” ujar panitia Nobel.
Nur Khoiri
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo