Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Saat ini peminat makanan jenis junk food sangat tinggi meski secara kesehatan tidak baik bagi tubuh. Junk food adalah makanan yang mengandung kalori, lemak, gula, dan garam yang tinggi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dosen sekaligus Peneliti Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Airlangga (Unair) Siti Rahayu Nadhiroh mengatakan, makanan jenis itu disebut junk food karena tidak berperan dalam pola makan yang sehat. Malah bisa menimbulkan masalah jika dikonsumsi secara berlebihan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Nadhiroh menjelaskan, memang muncul keraguan atas klaim bahwa konsumsi junk food berdampak serius. Hal itu terjadi karena efek banyak mengonsumsi junk food itu bersifat jangka panjang. Ketika masalah kesehatan muncul, baru orang menyadarinya.
"Dampaknya mungkin tidak dirasakan langsung. Tetapi banyak penelitian telah membuktikan efek negatif dari kebiasaan mengonsumsi junk food," kata Nadhiroh dalam keterangan tertulisnya, Kamis, 8 Februari 2024.
Menurut Nadhiroh, ada beragam efek yang akan timbul saat berlebihan mengonsumsi junk food. Dampak jangka pendeknya adalah rasa lelah, kembung, dan sulit berkonsentrasi.
Dampak jangka panjangnya dapat meningkatkan risiko obesitas, diabetes, penyakit kardiovaskular, hipertensi, dan stroke. Terlalu banyak lemak jenuh dalam junk food dapat meningkatkan produksi kolesterol jahat dalam tubuh. Itu meningkatkan risiko terkena penyakit jantung.
Nadhiroh juga menyoroti soal konsumsi junk food yang dapat mengganggu fungsi otak, mengurangi konsentrasi, dan merusak ingatan. "Serat yang kurang pada junk food membuat perasaan kenyang tidak bertahan lama. Hal itu menyebabkan penurunan energi dan peningkatan rasa lapar," ungkapnya.
Soal risiko kesehatan, kata Nadhiroh, ada faktor lain yang juga ikut berpengaruh, yaitu gaya hidup dan faktor genetik juga berperan. Namun ia menyatakan, kebiasaan mengonsumsi junk food banyak dipengaruhi oleh ketersediaan, paparan iklan dan kesadaran individu.
Upaya mengubah perilaku menuju pola makan sehat, perlu kolaborasi antara individu, pemerintah, akademisi, dan masyarakat. "Untuk mengurangi dampak buruk konsumsi junk food, perlu adanya pembatasan penjualan dan iklan junk food, promosi makanan sehat sesuai gizi seimbang, dan penelitian lebih lanjut terkait perubahan perilaku," katanya.